Share

Bab 2. Lingerie

"Aku khilaf Zel, aku mabuk karena terpaksa dan sebenarnya ini salahmu juga, Zel! Kamu yang buat aku kacau, maafkan aku Zel!"

Lagi. Suara Yoga yang meratap juga menyalahkan terngiang di telinga.

Dia bilang, ini salahku?

Dia bilang, dia mabuk dan lepas kendali karena dia marah padaku? Dan aku penyebab, semua terjadi?!

Jika alasan Yoga bisa dibenarkan, entah akan ada berapa orang yang selingkuh tak mau disalahkan.

Bedebah!

(***)

Aku mematung di tempat, menatap diriku sendiri di cermin.

Mata panda, hidung berair dan pipi memucat. Kurasa tidak ada pengantin seburuk ini di muka bumi.

'Azelania Putri sudah resmi menjadi istri dari Dokter Alfa Prawira.'

Entah apa alasannya, otakku terus saja mengulang kenyataan mengejutkan itu.

Tidak pernah terbersit sedikit pun aku akan menikahi lelaki yang dijodohkan dengan Mbak Resa dan tidak pernah juga aku bermimpi, kekasihku akan menghamili Kakakku sendiri.

Ini kutukan.

"Zela!" Entah dari kapan Mamah sudah berdiri di ambang pintu kamar hotel yang kubiarkan terbuka. Tapi, ketika aku menoleh, dia sudah memelukku dengan erat.

"Makasih ya, Zel? Makasih, maafin kami ... maafin Mbakmu," gumam Mamah di sela isak.

Sebenarnya aku benci melihat Mamah menangis, tapi perasaanku pun belum bisa pulih.

Berat. Dengan pelan aku pun membalas pelukan Mamah. "Gak apa-apa Mah, mungkin ini takdir Zela,"jawabku sambil mengusap punggung Mamah.

Tak terasa air mataku pun kembali mengalir, karena baru kusadari kini diri ini tak bebas lagi.

"Zela ...."

Mamah melonggarkan pelukannya, menatap lekat. Pelan tangan lembutnya mengusap pipiku yang juga basah dengan air mata.

"Jadilah istri yang baik ya, bagi Alfa? Dia lelaki yang baik dan Mamah yakin dia juga terbaik buat kamu," nasehat Mamah sambil menyusut sudut matanya yang berair dengan tisu lecek.

"Iya."

Aku mengangguk terpaksa, entah kenapa aku kurang nyaman dengan permintaan Mamah.

Melayani lelaki yang belum pernah kucintai? Oh, itu masih terasa mustahil.

Bahkan yang ada sekarang, di dalam dadaku hanya ada marah, kecewa dan ... tak ada harapan.

Tok. Tok. Tok.

Obrolanku terhenti saat seseorang mengetuk pintu. Aku menggerakkan kepala untuk melihat siapa yang datang dan itu ternyata Mas Alfa.

Dia menatap kami lurus dan sedikit kaku. Pandangan yang tak berubah dari sejak pertama aku melihatnya.

"Eh, Alfa? Maaf, tadi Mamah hanya meriksa aja takut kalau Zela butuh sesuatu," ujar Mamah terlihat sungkan.

Aku tahu Mamah pasti malu pada Mas Alfa, karena dalam situasi ini pihak keluarga Mas Alfa-lah yang paling dirugikan. Apalagi, perjodohan Mbak Resa dan Mas Alfa sudah direncanakan setahun lamanya.

"Tidak apa-apa, Mah, saya mungkin yang terlalu cepat kembali," jawab Mas Alfa sopan tapi tetap memasang ekspresi datar.

Lelaki itu memandangku sekilas lalu kemudian pura-pura melihat ke jendela.

Canggung.

Mamah menggelengkan kepala tak enak. "Oh, enggak-enggak, Mamah aja yang salah. Oke, ya, Sayang Mamah pamit. Dah, Zela, inget pesan Mamah, ya?"

Sebelum pergi Mamah memelukku lama, seakan dia tidak akan melihatku lagi. Lalu, akhirnya tinggallah aku dengan lelaki asing bernama Alfa.

Di kamar ini, berdua saja.

(***)

Entah sudah berapa lama-detik, menit atau jam yang kuhabiskan hanya untuk duduk diam di pinggir ranjang pengantin yang terlihat manis dengan bertaburan bunga. Namun, mirisnya itu hanya hiasan.

Baik aku dan Mas Alfa, seakan malas menjamahnya. Kami hanya bisa duduk saling berhadapan dengan gerakan yang canggung. Seakan otak kami berada di tempat lain, sementara tubuh dipaksa berada di sini.

Lama. Aku dan Mas Alfa terus saja membisu dan sibuk dengan pikiran masing-masing, sampai akhirnya aku mendengar helaan napas berat dari dokter muda itu.

"Saya tidak bisa melakukan 'itu' sama kamu," ujarnya tiba-tiba.

Aku mengernyitkan dahi tak mengerti. "'Itu?' tuh ... maksudnya apa?" tanyaku polos.

"Kamu masih tidak mengerti?" Dokter muda itu terlihat menahan tawanya.

Sial sekali bukan, kesan pertama jadi suami saja sudah menyebalkan. Mana, mata teduh yang ia tunjukkan di pelaminan tadi?

Kamuflase. Hoax.

"Enggak, aku gak ngerti Mas ngomong apa, jadi tolong dr. Alfa Prawira Sp.PD jelaskan padaku sekarang!" jawabku dongkol.

Ternyata kekesalan sukses menghancurkan kecanggungan antara kami. Dia pun tersenyum tipis, setelah kuucapkan nama lengkapnya.

"Malam pertama, Zel! Malam pertama selayaknya pengantin baru, saya tidak bisa melakukan itu. Kamu mengerti, kan? Sekali pun orang tua saya memaksa!"

Mataku melebar mendengarnya.

"Malam pertama? Gila!" pekikku tercekat. "Big no! Jangan harap!"

Aku membuang muka kesal. Asal dia tahu saja, aku hanya akan menyerahkan keperawananku pada orang yang kucintai.

Sayangnya, orang yang kucintai tersebut sudah mengambil keperawanan Kakakku sendiri. Berengsek!

Ah, aku mengumpat lagi.

"Ck! Siapa juga yang mau menyentuhmu! Kecuali kalau kamu ... mau."

Hampir saja kulemparkan bantal ke mukanya, tapi dia langsung mengibas-ngibaskan tangannya meralat.Ternyata Dokter satu ini konyol juga tak sedingin yang kubayangkan.

Aku jadi penasaran, apa alasan Mbak Resa mengkhianati pria sebaik ini?

"Sorry! Saya bercanda! Tenanglah, saya bukan orang yang menyalahi janji. Kamu bisa tidur dengan tenang, saya jamin! Saya berbeda dengan Yoga dan saya juga tahu kamu beda dengan Resa," katanya sambil berdiri menghindari tatapan tajamku.

Seolah sedang ingin menyembunyikan sisi lain hatinya yang tengah bergejolak.

Mendengar nama Yoga, tanpa sadar aku pun kembali mematung. Sakit merajalela, di dalam sini.

Dia benar, kami di sini harus berbeda dari dua pengkhianat itu. Kami bukan orang yang lepas kendali.

Hening meliputi kami.

"Sudahlah, Zel, jangan ingat mereka lagi! Yoga gak pantas kamu tangisi! Sekarang, lebih baik kamu cepat mandi, kopermu sudah saya ambilkan tadi," perintah Mas Alfa kembali menyadarkan.

Tanpa kusadari ternyata sejak tadi dia sudah berdiri di depanku, dengan ekspresi wajah yang tak dapat kuartikan.

Aku mendongakkan kepala, menatap.

"Mas!"

"Heum?" sahutnya

"Apa mungkin Yoga dan Mbak Resa sekarang sedang berbahagia? Setelah menyakiti kita?" tanyaku parau, merasa bodoh dengan pertanyaan diri sendiri.

Mas Alfa beberapa saat terlihat kaget mendengar pertanyaanku, tapi sejurus kemudian wajahnya kembali normal lalu dia pun membuka mulutnya.

"Entahlah! Saya gak mau bahas itu," kata Mas Alfa seraya membalikkan badan.

Kembali mendingin dan itu membuatku sadar. Kami hanyalah korban.

(***)

"Apa? Kok, banyak baju beginian di koper?"

Mataku melotot melihat isi koper yang diberikan Mas Alfa ke padaku. Katanya ini titipan ibunya-mertuaku.

"Apa ini enggak salah? Bagaimana aku bisa memakainya?"

Aku terus mengacak baju mengeluarkan satu-persatu untuk mencari baju yang layak aku pakai. Nahas, 80% hanya ada lingerie.

Ke mana kaus oblong dan celana trainingku? Ke mana?

Ya Allah! Kenapa aku yang bukan siapa-siapa ini harus mendapat mertua yang kelewat perduli sama menantunya?

"Agh! Aku pakai apa sekarang?" erangku. Berbicara sendiri.

Pantas saja, dia bilang padaku untuk mempercayakan padanya tentang semua perlengkapan dan inilah hasilnya.

Aku paham, ibunya Mas Alfa ingin aku tampil cantik di malam pertama aku dan anak semata wayangnya, tapi untuk kasusku itu pengecualian. Kami kan, bukan pasangan suami-istri yang 'normal'.

"Ih! Jijai! Apaan pula ini?"

Mulutku kembali merutuk ketika tangan ini mengambil satu lingerie hitam dengan banyak tali. Tembus pandang pula.

Astaghfirullah!

Bukannya, enggak bersyukur tapi kan, aku bukan model lingerie Victoria Secret gitu yang kalau pakai ini bagus.

Tubuhku ini mungil dan agak kurus. Membayangkan aku memakai lingerie-nya saja geli.

"Cih!" Aku melemparkan kesal lingerie itu ke atas tempat tidur tapi tak berapa lama mataku kembali menatapnya.

Setelah dipikir-pikir, tidak ada salahnya jika aku mencoba sebentar. Sayang kan, tampaknya mahal mumpung Mas Alfa lagi keluar kamar.

Tanpa berpikir panjang, aku pun langsung membuka baju dan mengenakkan lingerie tapi baru saja lingerie itu melekat di tubuhku tiba-tiba pintu kamar hotel pun terbuka.

Cklek.

"Zela?"

Aku sontak menoleh ke arah pintu, beberapa saat pandangan kami bertemu.

Sepersekian detik, kami terpaku. Mataku dan matanya mengerjap beberapa kali karena kaget, sampai akhirnya kami memandang ke arah yang sama.

Apa? Tubuhku? Lingerie?

"Aaaaaa! Mas, tutup!" Reflek mulutku berteriak dengan keras membuat lelaki itu langsung gelagapan dan menutup pintu sambil terburu-buru. Lalu, terdengar teriakannya dari luar.

"Maaf, Zela! Saya gak tahu kalau kamu lagi ganti baju! Cuman kelihatan dikit kok!"

Apa dikit katanya? Waaa!

Aku pun langsung heboh sambil berlari ke kamar mandi.

Malu. Semua gara-gara lingerie, aku kapok enggak mau mencoba lagi!

Titik.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Jumaela Mela
lucu dan gemes
goodnovel comment avatar
Reno Chanel
mantap coy
goodnovel comment avatar
RIYANTI ucesia
ngakak .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status