Share

Wanita Bernama Syarlina

Aku melungguh lemas di sofa tidak jauh dari perempuan tersebut duduk, mencoba menata perasaan serta menepis prasangka buruk terhadap Mas Erlangga. Insya Allah dia laki-laki setia dan tidak suka mempermainkan hati wanita.

“Mbak, bisa teleponin Mas Erlang sekarang nggak? Saya lagi butuh uang banget soalnya!” ucap perempuan itu lagi dengan nada ketus.

Aku mengangkat kepala menatap wajahnya yang cantik meski tanpa polesan, benar-benar anugerah luar biasa dari Tuhan. Mungkin kelebihannya itulah yang membuat laki-laki mudah jatuh cinta dan terpesona.

“Memangnya ada perlu apa, Mbak? Dan kamu ini siapa? Kenapa kamu bisa kenal sama suami saya dan minta transferan uang?” Memberondong dia pertanyaan yang bersarang di benak.

“Saya Syarlina temannya Ariesa. Adek ipar kamu dan suaminya itu minjem duit ke saya tiga ratus juta dan Mas Erlang sudah berjanji akan membayarnya. Tapi sudah hampir seminggu dia belum ada kabar, padahal dia janji mencicil uang itu!” ketusnya lagi.

Aku syok bukan main. Jadi Ariesa meminjam uang kepada temannya dan suamiku yang harus membayarnya?

Tidak akan kubiarkan. Aku yang sudah susah-susah cari uang, dia yang akan menikmati hasilnya.

“Memangnya dia minjem uang sebanyak itu buat apaan, Mbak?” tanyaku penasaran.

“Buat beli mobil yang dia pakai. Katanya biar keliatan sederajat sama kamu, karena kamu selalu merendahkan Ariesa di depan keluarga. Eh, malah nggak bisa bayar. Tadinya mau aku penjarakan tapi, Mas Erlang mau menjadi jaminannya dan dia berjanji akan segera melunasi hutang-hutangnya si Ariesa.”

Ya Tuhan ... ternyata mobil yang dia sombongkan dan buat manas-manasin aku dibeli pake uang pinjaman, dan sekarang malah aku yang harus membayar hutangnya?

“Kenapa Mbak nggak ke rumah Ariesa saja. ‘Kan dia yang berhutang. Kenapa harus suami saya yang bayar. Kami juga banyak tanggungan lho!”

“Saya sudah berkali-kali ke sana, tapi dia selalu bilang sudah tidak ada urusan. Lagian suami kamu juga nggak keberatan kok!”

Aku menghela napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan, mencoba bersikap sabar meski kepala serta hati ini sudah terasa terbakar. Panas karena emosi yang kian meninggi dan sulit dikendalikan.

“Ya sudah. Nanti saya bicarakan dulu sama suami.”

“Oke. Besok saya ke sini lagi dan Mbak harus udah nyiapin duit itu.”

Aku mengulas senyum getir. Enak saja nyuruh-nyuruh orang nyiapin duit. Memangnya kami dinas sosial?

Memijat pelipis yang terasa berdenyut, terus memikirkan bagaimana caranya agar Ariesa dan Daffo mau membayar hutang tanpa melibatkan suami. Aku nggak rela uang ratusan juta melayang begitu saja. Kalau adik-adik iparku baik sama aku sih nggak masalah.

Ponsel dalam tas terdengar menjerit-jerit. Ada panggilan masuk dari suami, padahal belum satu jam aku meninggalkan rumah. Pasti dia mau menanyakan ini dan itu. Memangnya susah banget apa menghafal jadwal kegiatan anak-anak?

“Ada apa, Mas?!” sapaku sampai lupa mengucapkan salam saking jengkelnya.

“Kok kamu ketus begitu, Dek?”

“Gimana nggak ketus. Barusan Syarlina datang ke toko. Kamu berhutang penjelasan sama aku, Mas. Kamu sudah membohongi aku!” Memutus sambungan telepon secara sepihak, merasa kecewa dengan keputusan suami yang mau menjadi penjamin hutang adiknya yang jumlahnya lumayan fantastis, tapi tidak berdiskusi terlebih dahulu kepadaku.

Ting!

Gawai dalam genggaman kembali berdering. Mas Erlangga mengirimkan pesan singkat di aplikasi berwarna hijau, membuat moodku bertambah buruk dan hanya membaca pesan tersebut tanpa berniat membalasnya. Aku merasa tidak dihargai sebagai istri juga dikhianati. Menyakitkan.

Lagi, ponselku berbunyi nyaring. Mas Erlangga menghubungiku berkali-kali dan kuabaikan panggilan itu sebab tidak mau para karyawan tahu permasalahan rumah tangga kami. Biar kusimpan rapat-rapat dan akan kuselesaikan di rumah nanti.

Seperti biasanya, pukul tujuh malam aku menyuruh para karyawan untuk menutup toko dan pulang. Pun dengan diriku yang sudah bersiap kembali ke kediaman, membahas masalah hutang Ariesa juga sejumlah uang yang sudah ditransfer ke Syarlina oleh Mas Erlangga.

Tidak terima rasanya dibodohi seperti ini oleh mereka, dan aku akan mengusahakan uang serta hakku kembali.

Mas Erlangga terlihat sudah menunggu dengan gelisah di teras rumah. Sedangkan anak-anak, mereka tengah asik bermain sendiri, dengan keadaan kacau serta berantakan.

“Dek, sudah pulang? Capek ya? Mau Mas pijetin apa mau Mas siapin air hangat?” Sambut suami sambil mengambil tas yang sedang kujinjing seperti ajudan melihat majikannya pulang.

Memangnya dengan cara begitu hati ini akan mendadak luluh dan melupakan semua yang terjadi? Kamu salah besar, Mas. Yang ada malah tambah ilfeel liatnya.

“Ayo masuk. Kita akan membahas masalah ini di dalam kamar, Mas!” Berjalan mendahului suami, menciumi puncak kepala ketiga putriku lalu menitipkan mereka kepada Sari.

“Dek, Mas bisa jelaskan semuanya.”

“Apanya yang mau Mas jelaskan. Mas sudah transfer dua kali ke Syarlina dengan jumlah yang lumayan besar. Lima puluh juta, Mas. Dan kalo aku nggak tau, besok kamu bakalan transfer lagi dua puluh lima juta lagi. Iya, kan?”

“Dek, waktu itu Ariesa mau dipenjara gara-gara punya hutang sama si Syarlina. Masa Mas mau ngebiarin adek Mas dipenjara sementara masnya masih mampu!”

“Apa, Mas? Coba ulangi sekali lagi?”

“Dek, tolong nggak usah marah-marah begitu. Jangan perhitungan sama saudara. Biar makin berkah.”

“Mas! Kalau dia susah dan butuh makan kita bantu wajar. Aku nggak masalah karena kita dikasih rezeki yang berlimpah sama Allah. Tapi kalo harus bayarin utangnya dia yang ratusan juta, mana ada sih orang yang mau ngeluarin duit Cuma-Cuma hanya demi memenuhi kebutuhan saudaranya yang sok kaya!”

“Dek, waktu itu Ariesa ketipu sama orang. Niatnya dia mau bisnis tapi malah ketipu dan uang yang Syarlina pinjemin dibawa kabur sama si penipu. Jadi Mas nggak tega liat dia dikejar-kejar debt colector dan diancam mau dimasukkan penjara!”

“Kamu itu b*d*h apa bagaimana sih, Mas? Dia itu pinjam uang buat beli mobil. Buka buat bisnis!”

“Jangan ngarang, Dek.”

“Kamu tanya sendiri sama dia, Mas. Pokoknya aku nggak mau tau. Duit lima puluh juta yang sudah kamu transfer ke Syarlina harus balik ke rekening aku.”

“Kok kamu sekarang jadi perhitungan begitu sama keluarga aku?”

“Terus, aku harus diem aja gitu? Apa kamu juga lupa, Mas. Saat aku hamil Danisa dan hampir keguguran, hanya pinjam lima juta ke keluarga kamu saja aku udah dihina-hina. Dicaci dan tidak ada satu orang pun yang mau membantu. Untung saja Mami masih mau bantu kita, kalau tidak...?”

Mendadak mataku memanas saat mengingat kenangan pahit itu. Saat dimana aku sedang mengalami perdarahan dan butuh uang untuk biaya pengobatan, akan tetapi tidak ada satu orang pun yang peduli. Mereka seolah buta dan tuli, padahal seluruh tabunganku habis juga karena dipakai untuk menutupi semua hutang keluarga suami.

“Sudahlah, Dek. Jangan bahas masalah yang sudah berlalu. Kita lupakan saja yang sudah lewat. Yang penting sekarang hidup kita sudah mapan!” Mas Erlangga melungguh lemas di tepi ranjang sambil mengusap kasar wajahnya.

“Mapan juga karena Papi membantu. Kalau tidak, nggak tau deh kita jadi apa sekarang!” sungutku bertambah emosi.

“Terus saja diungkit-ungkit, Dek. Aku memang suami tidak berguna. Aku miskin. Nggak bisa apa-apa kalo bukan karena Papi kamu. Tapi bisa nggak, jangan rendahkan aku seperti itu terus?”

“Aku nggak pernah merendahkan kamu, Mas. Aku Cuma mengingatkan kamu, apalagi kamu itu begitu loyal kepada saudara-saudara kamu. Kamu sering diam-diam kirim uang ke mereka, padahal tidak ada satu orang pun yang mau menghargai aku sebagai istri kamu. Aku selalu dianggap duri di keluarga kamu. Mereka tidak pernah menganggap aku ada. Mereka Cuma mau memeras kita doang!”

“Cukup, Dek. Cukup!” Wajah Mas Erlangga memerah dikuasai amarah. Rahangnya mengeras dengan geligi bergemeretak dan tanggal terkepal erat di samping tubuh. Baru kali ini aku melihat dia semarah ini kepadaku.

“Pokoknya aku mau uang yang kamu transfer ke Syarlina kembali. Aku nggak mau tau.”

“Iya. Secepatnya aku akan kembalikan uang kamu. Kamu hitung saja berapa semuanya!” Dia beranjak dari ranjang, keluar dari kamar sambil membanting pintu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status