Aku mengangguk, akhirnya tidur sembari memunggungi Mas Adnan. Maafkan aku Mas, bukannya aku tidak ingin melayanimu akan tetapi perbuatanmu sudah benar-benar tidak bisa di maafkan lagi.
Entah kenapa bayangan menjijikan dirinya dengan perempuan itu terus terngiang di pikiranku, membuatku kadang tidak bisa mengontrol emosiku padanya. ***Aku menatap jam yang sudah menunjukan pukul 15.30, aku langsung menjalankan kewajibanku yaitu memasak untuknya."Sayang, masak apa?" tanya Mas Adnan yang baru keluar dari kamar mandi. "Sayur sop, sama ayam goreng. Kamu bilang, Ibu akan datang. Jadi, aku harus menyiapkan makanan spesial untuknya kan? Jika tidak, dia akan mengatakan bahwa aku istri tidak berguna." Ucapanku membuat Mas Adnan tampak melebarkan matanya, tapi tidak ada sepatah katapun yang dia ucapkan sampai terdengar suara ketukan pintu di depan. "Hm, Itu pasti Ibu ... Mas buka pintu dulu yah," ujarnya lalu melangkahkan kakinya keluar, aku menghela nafas pelan. Kedatangan Ibu pasti akan membuat drama baru. Tidak ingin ambil pusing, aku kembali menyiapkan makanan yang baru ku masak dan menaruhnya ke meja makan. Di luar, terdengar suara Ibu mertua yang begitu keras sedang mengobrol dengan Mas Adnan. Setelah selesai menyiapkan makanan, aku menghampiri mereka ke depan. Deg! Mataku terbelalak melihat ada Mas Zayyan juga di sana, astaga apa yang dia lakukan. "Sayang, apa kamu sudah selesai masak?" "Ii--iya ...." jawabku terbata-bata, entah kenapa bibir ini terasa kelu apalagi melihat Mas Zayyan yang terus menatapku. "Kebetulan, Pak Zayyan ... Ayo, kita ngobrolnya sambil makan. Istri saya baru selesai masak.""Ayok, Nak Zayyan ... Nak Zayyan juga belum makan 'kan," ujar Ibu mertua yang terlihat begitu ramah pada Mas Zayyan. Tidak segan wanita paruh baya itu memegang tangannya dan menariknya ke meja makan. Aku benar-benar bingung, ada urusan apa Mas Zayyan di sini. "Kania, cepat ke sini. Ambilkan minumnya," teriak Ibu mertua. ***Aku menunduk saat Mas Zayyan terus menatapku yang sedang berdiri di sisi Mas Adnan. "Duduklah, makan bersama kami," ujar Mas Zayyan tiba-tiba. Aku tersenyum lalu menatap Mas Adnan yang memasang muka tidak enak. Saat hendak duduk tiba-tiba ibu mertua berteriak."Jangan," titahnya membuatku yang akan duduk kembali berdiri. "Bu ...." tegur Mas Adnan, mungkin tidak enak karna ada Mas Zayyan. Ibu mertua yang menyadari itu tampak salah tingkah, ia lalu tersenyum dengan wajahnya yang terlihat canggung menatap Mas Zayyan. "Maksud Ibu, Kania terbiasa makan setelah suaminya selesai makan." "Iya, Pak Zayyan. Kami ingin Kania bisa menghormati suami, jadi dia boleh makan jika saya sudah makan," jawab Mas Adnan. Aku langsung memalingkan wajahku saat merasakan air mata yang terasa akan menetes, hatiku terasa begitu sesak. Sakit dan malu bercampur jadi satu. Entah apa yang di pikirkan Mas Zayyan tentangku, terlebih aku tidak pernah menceritakan ini semua padanya. "Apa hanya keluarga Adnan yang di perlakukan seperti itu?" Mas Zayyan terlihat begitu terkejut mendengarnya. Ia yang sedang makan, langsung menaruh kembali sendoknya lalu menatap heran ke arah Ibu mertua. "Ti--tidak ... Di keluarga kami, semua aturannya sama." "Lantas, kenapa ibu malah makan dan tidak menemani suami Ibu? Apakah suami Ibu sudah makan atau sudah meninggal?" Dam! Pertanyaan Mas Zayyan membuat mereka benar-benar bungkam. "Kenapa Nak Zayyan mengurusi urusan keluarga Ibu?""Bukan mengurusi, tapi saya hanya bertanya," ujarnya lalu menatap ke arahku. "Bukannya jika aturan keluarga semua harus sama, mengapa malah Ibu melanggar ... Atau seperti ini, aturan itu hanya di perlakukan untuk menantu. Dan mertua atau suaminya, bisa bebas. Maaf yah Bu, kadang saya melihat Adnan selalu makan di kantor. Dan kemungkinan jika dia tidak makan di rumah, istrinya ini tidak akan makan?" Mereka semua benar-benar melongo di tempat, nada bicara Mas Zayyan cukup santai tapi pertanyaannya membuatku yakin jika mereka tidak akan bisa menjawabnya. Walaupun aku tau semuanya, aku hanya diam. Biarkan mereka mencari alasan untuk menjawab pertanyaan Mas Zayyan. Meski mungkin, dia pasti tidak akan mempercayainya. Aku melihat ibu yang tampak resah, ia terus menatap Mas Adnan yang juga terlihat gelisah. "Pak Zayyan, hm ... Sebenarnya ibu hanya bercanda. Kania tidak selalu makan setelah saya makan, aturan itu di berikan jika sang istri berkenan saja untuk menjalaninya." "Benarkah itu?" tanya Mas Zayyan. Aku mengangguk, alasan Mas Adnan memang benar adanya. Tapi aku melakukan hal itu bukan karna memang berkenan, akan tetapi di paksa. Karna setiap ada Ibu, ia selalu menyuruhku untuk makan setelah selesai Mas Adnan. Kadang, ia menyuruhku untuk makan di piring bekas suamiku. Aku tidak menolak, jika saja piring itu bukan bekas kuah air atau banyak bekas tulang. Jika Ibu pulang, maka semuanya akan berbanding terbalik. Mas Adnan akan memanjankanku, bahkan walaupun aku tidak memasak, ia tidak akan pernah marah. Hanya saja, satu hal yang tidak bisa ia lakukan adalah melawan ucapan ibunya. "Nak Zayyan, di makan lagi makanannya. Kania, ayo kamu ikut makan."Mendengar perintah Ibu mertua, akhirnya aku ikut duduk. Sedangkan Mas Zayyan, setelah melihatku ikut makan, ia juga kembali melahap makanan itu. "Owh, iya Nak Zayyan. Ada urusan apa Nak Zayyan sampai ke rumah karyawannya?" "Saya akan mengadakan pesta pernikahan saya dan istri saya, besok. Karna itu, saya ingin meminta bantuan Adnan dan istrinya untuk membantu mendekor semuanya." Aku mengerutkan kening, pasti Mas Zayyan punya rencana lain."Ibu sering melihat istri Nak Zayyan di televisi. Ia sangat hebat ya, bisa menjadi seorang model. Wajahnya juga sangat cantik, tidak seperti Kania yang mengurus penampilan saja tidak bisa. Untungnya Adnan tidak menceraikannya, meskipun ia tidak bisa memberikan anak ...."Brak! Tiba-tiba, Mas Zayyan memukul meja makan dengan keras, membuatku dan semua orang begitu terkejut."Selamat, Pak Zayyan. Anda sudah dibebaskan, namun Anda harus tetap stay selama 24 jam karena akan menjadi saksi dalam kasus ini." Seorang polisi bersalaman dengan Zayyan setelah mengeluarkannya dari sel tahanan.Zayyan hanya mengangguk dan mengikuti polisi tersebut. Pikirannya kini terarah pada keluarganya dan istrinya yang pasti sangat khawatir tentang keadaannya."Mas Zayyan!" Kania yang melihat Zayyan datang langsung berlari ke arahnya dan memeluk lelaki itu erat. Seketika, tangis Kania pecah di pelukan Zayyan. "Mas, apakah kamu baik-baik saja? Apakah ada yang terluka? Apa polisi menyakitimu?" tanya Kania khawatir. Namun Zayyan hanya menggeleng, sambil terus menatap wajah istrinya dan menciuminya di seluruh wajahnya. "Jangan khawatir, sayang. Mas baik-baik saja!""Zayyan, Nak!" Ibu, ayah, dan yang lainnya segera menghampiri Zayyan, dan memeluknya satu per satu. Dika dan Helena, yang melihat itu, tersenyum lega. Beban yang begitu berat seketika hilang dari pundaknya."Ayo, Hele
"ARGH!" Dika mengusap wajahnya dengan kasar, penyesalan jelas terpancar di wajahnya. Sekarang, di mana dia akan menemukan mereka, apalagi membuktikan bahwa dia dan Zayyan tidak bersalah.Dika melihat sekeliling, namun tiba-tiba dia terkejut ketika seorang wanita berdiri di depannya, menatapnya dengan tajam.Dika menatap sekeliling, namun tiba-tiba ia terperanjat saat seorang wanita berdiri di hadapannya sembari menatap tajam dirinya. "Siapa kamu? Apakah kamu arwah gentayangan?" tanyanya membuat Dika langsung mengerutkan keningnya. Namun tidak terlihat raut ketakutan di wajah wanita itu, Dika yang sedang tidak ingin bercanda langsung bangkit dan hendak pergi. "Jika kamu bukan hantu, kamu pasti pembunuh itu!" Deg! Ucapan yang di lontarkan wanita itu membuat Dika langsung menghentikan langkahnya, ia kembali berbalik dan menatap datar wanita tersebut. "Apa maksudmu?" Wanita itu terkekeh pelan, ia lalu kembali mendekat ke arah Dika. "Saya tau, semenjak kejadian penemuan mayat di sini
"BAJINGAN!" Semuanya terperanjat ketika melihat Ayah Zayyan langsung menghantam wajah Dika dengan keras hingga lelaki itu terhuyung ke belakang. Rasa perih seketika menjalar bersamaan dengan darah keluar di sudut bibirnya. "Kenapa kau melakukan itu, Dika? Kenapa?" teriak Ayah Zayyan sambil memegang kerah baju milik Dika.Sela tidak bisa berhenti menangis, ia belum pernah melihat Ayahnya yang semarah itu Pada Dika. Wanita itu juga sangat terguncang, terlebih ia menganggap Dika seperti kakanya sendiri. Melihat Sela yang terus menangis, Dika tidak tahan lagi. Ia yang sedari tadi hanya diam akhirnya kembali bersuara."Karna, dia!" Tunjuk Dika ke arah Sela. "Saya tidak ingin Sela tersakiti, dan saya akan menyakiti orang yang telah menyakiti orang yang saya cintai!" Deg! Kata terakhir yang keluar dari mulut Dika benar-benar membuat mereka melebarkan matanya. Dika kembali tersenyum, ia lalu menatap ke arah Sela."Sela, saya memang yang membawa pisau itu untuk membunuh Adnan. Namun, bu
"M- Mas, aku percaya. Kamu pasti tidak melakukan semua itu!" Mendengar hal itu, Zayyan tersenyum. Ia lalu mengelus puncak kepala Kania. "Terima kasih, Sayang!" "Maaf, waktu menjenguk sudah habis!" Salah seorang polisi tiba-tiba datang dan membawa Zayyan pergi. Kania ingin mengejar, namun Dika langsung menahannya."Jangan berbuat bodoh, Kania. Jika kamu membuat keributan di sini, semuanya bisa menjadi lebih buruk!" peringat Dika dengan tegas, membuat Kania terdiam. Matanya terus menatap punggung Zayyan yang dikawal seperti tahanan. Rasanya begitu berat melihatnya dalam situasi seperti ini."Mas, aku akan mencari si pelaku sebenarnya dan membebaskanmu dari penjara," gumam Kania pelan, suara itu terdengar oleh Dika. "Ayo, Kania. Kita harus pulang sekarang!" kata Dika, Kania hanya mengangguk pasrah. Saat mereka hendak pergi, Ayah Zayyan mendekati mereka."Kania, Dika. Di mana Zayyan?" tanya Ayah Zayyan dengan wajah penuh kekhawatiran. "Tuan Zayyan telah dibawa masuk kembali, Pak. W
"Aa--adnan, bangun. Kamu ingi menipu saya 'kan? Bangun Adnan!" Zayyan terus menggoyangkan tubuh Adnan hingga darah lelaki itu mengenai tangannya, bau anyir begitu menyeruak membuatnya seketika tersadar. Dengan nafas yang tersenggal-senggal, Zayyan mengambil tangan Adnan dan merasakan bahwa urat nadinya sudah tidak berdenyut. Demi meyakinkan diri, ia kembali menempelkan jarinya di hidung lelaki itu."Tidak mungkin!" Lelaki itu seketika memejamkan mata dengan badannya yang seketika melemas, saat menyadari jika Adnan sudah tiada. Tubuh Zayyan gemetar, ia tidak tau harus berbuat apa. Terpaksa lelaki itu menelpon ambulan dan membawa jenazah Adnan ke rumah sakit. ***Di sisi lain, Kania dengan cemas menunggu Zayyan. Lelaki itu bilang akan pulang pukul sepuluh malam, namun sekarang sudah tengah malam akan tetapi Zayyan tak kunjung datang. Kania berkali-kali menghubungi ponselnya, namun tidak ada jawaban. Ia yang kesal langsung melempar ponselnya ke sembarang arah. "Mas, kamu kemana si
Zayyan tidak bisa menahan senyumnya saat melihat wajah Kania yang tampak kesal, wanita itu terus menggerutu karna tau Ibunya mendengar apa yang mereka bicarakan. "Mas Zayyan, kenapa bahas itu. Malu ih, di denger Ibu," keluhnya.Zayyan terkekeh, ia lalu mendekat ke arah Kania. "Hm, memangnya kenapa? Kan kita sudah suami istri!" bisiknya di telinga Kania. "Tapi 'kan, Mas ...."Cup! Mata Kania melebar saat Zayyan mencium bibir wanita itu sekilas, Kania yang sejak tadi tidak berhenti bicara langsung diam seketika. Kania yang sudah salah tingkah memilih untuk bangkit, namun Zayyan langsung menarik tangannya hingga badan wanita itu jatuh di pangkuan Zayyan. "Mau kemana, hm?" tanya Zayyan sambil melingkarkan tangannya di pinggang Kania. "Mas lepasin!" Kania memberontak namun Zayyan semakin mempererat pelukannya. "Diam Kania, saya masih merindukanmu," lirihnya membuat kania mengulas senyum tipis, ia yang menundukan kepala langsung mendongak menatap Zayyan. "Maafin kelakukan Mas kemari