Kami yang sedang duduk langsung berdiri, saat melihat Mas Zayyan memukul meja dengan wajahnya yang sudah memerah.
"Pak Zayyan, apa yang terjadi?" tanya Mas Adnan. Mas Zayyan terlihat menghela nafas berat. "Ada lalat tadi," jawabnya dengan suara pelan.Segera aku mengambil segelas air dan memberikannya padanya. "Minum dulu, Pak Zayyan. Maaf jika rumah kami sedikit kotor, hingga membuat lalat berdatangan.""Hm, lain kali kalo ada lalat berisik di dekatmu, pukul saja dia. Kamu bisa memukulkan?" tanyanya, sembari menatap tajam ke arah ibu mertua. "Nak Zayyan, maaf yah. Nantu ibu akan menyuruh Kania untuk lebih rajin lagi membersihkan rumah."Astaga Ibu, apa dia tidak sadar sindiran dari Mas Zayyan. "Bukan hanya rumah ini, tapi hati Ibu juga!"Nah kan, Mata Ibu dan Mas Adnan langsung melebar seketika mendapat ucapan menohok dari Mas Zayyan. "Maksudnya Mas Zayyan?" "Ibu seorang perempuan, harusnya Ibu mengerti kalo pembicaraan Ibu itu menyakiti menantu Ibu." "Tapi yang Ibu ucapkan itu Fakta bahwa Kania memang tidak berguna."Deg! Sakit, sungguh sakit. Aku merasa sangat malu karena diperlakukan seperti itu, sementara Mas Adnan hanya diam saja. Aku biasanya terbiasa dengan perlakuan seperti ini, tetapi sekarang sudah benar-benar keterlaluan. "Ibu bilang bahwa menantu Ibu tidak berguna, baiklah. Akan saya perlihatkan siapa menantu Ibu sesungguhnya ...." Ketika Mas Zayyan menatap ke arahku, aku langsung menggelengkan kepala dengan cepat. Buliran bening sudah mengalir di pipi ini, Mas Zayyan, aku tau dia sangat marah karna Ibu mertua sudah berkata seperti itu. Tapi, jika dia mengatakan semuanya maka rencana kami akan gagal. "Saya lupa berkenalan denganmu, perkenalkan nama saya, Zayyan." Aku melebarkan mataku saat tiba-tiba tangannya terulur padaku. Aku melihat wajah Mas Adnan berubah keruh, terlebih saat aku menyambut tangan lelaki yang sudah ada di hatiku. "Kania." "Masakan istri anda sangat lezat, Adnan. Saya akan membawa dia sebentar untuk membicarakan tentang bisnis kuliner, saya juga ingin makanan ini ada di pesta besok ... Yah, itu juga kalo anda mengizinkan.""Maaf, Pak. Tapi saya tidak ingin istri saya punya kesibukan seperti itu, lebih baik dia di rumah saja dan hanya mengurus saya. Lagian saya juga masih bisa menafkahinya.""Owh, jadi kamu ingin Ibumu ini terus merendahkannya?""Bu--bukan, itu maksud saya ...." Mas Adnan terlihat gelagapan untuk menjawab, apalagi saat mata Ibu melotot ke arahnya. "Nak Zayyan, anda salah paham lagi. Ibu dan Adnan tidak berniat merendahkan Kania, kenapa Nak Zayyan berpikir seolah-olah kami orang jahat yang menyakitinya?" tanyanya dengan wajah yang terlihat tidak enak menatap Mas Zayyan. "Baiklah Bu, tapi apa Ibu setuju jika menantu Ibu jadi pembisnis?" tanya Mas Zayyan, seolah memancing wanita paruh baya itu. "Tentu setuju, ia kan Adnan?" tanya Ibu sembari menyenggol bahu Mas Adnan, membuat lelaki itu mengangguk seketika. Astaga, apakah benar dia suamiku yang kunikahi. Kenapa baru sekarang aku menyadari jika lelaki yang dulu begitu aku cintai itu hanya boneka ibunya. "Baiklah, Adnan. Saya meminta izin padamu untuk membawa istrimu ....""Tapi, Pak. Apakah saya boleh ikut menemani istri saya?" "Temani saja istri saya untuk membantu mendekor rumah ... Nanti sore kita bertemu di rumah saya. Bawa ganti baju, karna kalian akan menginap sampai acara selesai." "Ba--baik, Pak." "Ayo, Kania." Aku tersenyum, lalu melangkahkan kaki pergi dari rumah ini. Dapat kulihat tadi wajah Mas Adnan begitu berat mengizinkanku untuk pergi, tapi lagi-lagi lelaki itu tidak bisa berbuat apa-apa.***"Masuklah!" Perintah Mas Zayyan. Aku mengangguk, lalu masuk ke dalam mobilnya. Tiba-tiba Mas Zayyan menyetir mobil dengan kecepatan sangat tinggi, ia seperti tidak peduli dengan nyawa kami. "MAS BERHENTI!" teriakku dengan panik. Mataku terpejam seketika, sedikit lagi hampir saja kami menabrak mobil yang sedang berhenti di depan. "Mas ....""Kenapa, Kania? Kenapa kamu tidak mengatakan itu semua ke pada saya. Kenapa kamu selalu diam saat mertuamu itu berbicara seperti itu padamu? ... Apa kamu seorang malaikat? Bukan kania, Bukan. Kamu hanya manusia biasa!" Terdengar teriakan Mas Zayyan tiba-tiba sembari menatap nyalang ke arahku. Aku menundukan kepala sembari menggigir bibir ini menahan tangis, dadaku terasa begitu sesak terlebih melihat wajah Mas Zayyan yang tampak prustasi. "Aa--aku tidak tau harus berbuat apa Mas ...." "Bodoh!" Mas Zayyan langsung mendekat ke arahku, ia lalu membuka salbetnya lalu memeluk diriku dengan erat. "Maaf, Kania. Saya benar-benar emosi, saya merasa gagal menjagamu," ucap Mas Zayyan dengan lirih. "Menangis lah, sayang. Tumpahkan semua rasa sakitmu, tapi setelah ini. Saya tidak akan membiarkan kejadian itu kembali terjadi padamu." Mas Zayyan semakin mengeratkan pelukannya padaku, pelukan yang terasa begitu hangat. Pelukan yang seharusnya ku dapatkan dari suamiku, malah kudapatkan dari suami wanita lain. ***Setelah melihatku cukup tenang, Mas Zayyan membawaku pergi ke rumah makan. Karna dari pagi aku belum makan, sekarang aku makan dengan begitu lahap, tidak peduli pada Mas Zayyan yang terus tersenyum menatapku. "Makasi yah, Mas." "Hm, saya benar-benar tidak menyangka ada pria semacam Adnan. Bisa-bisanya dia diam saja melihat kamu di perlakukan seperti itu," dengus Mas Zayyan, wajah lelaki itu terlihat kembali marah mengingat kejadian tadi. Sedangkan aku hanya diam, jujur aku merasa begitu bodoh. Aku rela bertahan dengan lelaki seperti itu, hanya karna sikap baiknya dan kata maaf yang sering dia ucapkan jika Ibu mertuaku mengatakan hal yang menyakitiku. "Kania, setelah ini saya tidak akan membiarkan siapapun lagi menyakitimu."Mas Zayyan mengusap airmataku yang kembali mengalir, ia lalu menggenggam tanganku dengan erat. "Saya akan membuatmu berubah, Kania. Sampai ibu mertuamu itu menyesal telah meremehkanmu!""Mas, apa rencanamu? Kenapa kamu menyuruh aku dan Mas Adnan untuk menginap di rumahmu? Apa acaranya akan sangat meriah?"""Saya tidak peduli tentang acara tidak penting itu, Kania," katanya dingin. "Lagian, saya menyuruhmu ke sana bukan untuk membantu pekerjaan itu."Aku mengerutkan kening sembari menatap heran ke arahnya. "Terus untuk apa, Mas?""Agar kamu bisa serumah dengan saya, Kania. Saya bisa kuat melihat mereka berduaan, tapi saya tidak tahan jika sehari saja tidak bertemu denganmu."Aku benar-benar melongo mendengarnya, Mas Zayyan yang dulu begitu dingin sekarang bisa sebucin ini."Selamat, Pak Zayyan. Anda sudah dibebaskan, namun Anda harus tetap stay selama 24 jam karena akan menjadi saksi dalam kasus ini." Seorang polisi bersalaman dengan Zayyan setelah mengeluarkannya dari sel tahanan.Zayyan hanya mengangguk dan mengikuti polisi tersebut. Pikirannya kini terarah pada keluarganya dan istrinya yang pasti sangat khawatir tentang keadaannya."Mas Zayyan!" Kania yang melihat Zayyan datang langsung berlari ke arahnya dan memeluk lelaki itu erat. Seketika, tangis Kania pecah di pelukan Zayyan. "Mas, apakah kamu baik-baik saja? Apakah ada yang terluka? Apa polisi menyakitimu?" tanya Kania khawatir. Namun Zayyan hanya menggeleng, sambil terus menatap wajah istrinya dan menciuminya di seluruh wajahnya. "Jangan khawatir, sayang. Mas baik-baik saja!""Zayyan, Nak!" Ibu, ayah, dan yang lainnya segera menghampiri Zayyan, dan memeluknya satu per satu. Dika dan Helena, yang melihat itu, tersenyum lega. Beban yang begitu berat seketika hilang dari pundaknya."Ayo, Hele
"ARGH!" Dika mengusap wajahnya dengan kasar, penyesalan jelas terpancar di wajahnya. Sekarang, di mana dia akan menemukan mereka, apalagi membuktikan bahwa dia dan Zayyan tidak bersalah.Dika melihat sekeliling, namun tiba-tiba dia terkejut ketika seorang wanita berdiri di depannya, menatapnya dengan tajam.Dika menatap sekeliling, namun tiba-tiba ia terperanjat saat seorang wanita berdiri di hadapannya sembari menatap tajam dirinya. "Siapa kamu? Apakah kamu arwah gentayangan?" tanyanya membuat Dika langsung mengerutkan keningnya. Namun tidak terlihat raut ketakutan di wajah wanita itu, Dika yang sedang tidak ingin bercanda langsung bangkit dan hendak pergi. "Jika kamu bukan hantu, kamu pasti pembunuh itu!" Deg! Ucapan yang di lontarkan wanita itu membuat Dika langsung menghentikan langkahnya, ia kembali berbalik dan menatap datar wanita tersebut. "Apa maksudmu?" Wanita itu terkekeh pelan, ia lalu kembali mendekat ke arah Dika. "Saya tau, semenjak kejadian penemuan mayat di sini
"BAJINGAN!" Semuanya terperanjat ketika melihat Ayah Zayyan langsung menghantam wajah Dika dengan keras hingga lelaki itu terhuyung ke belakang. Rasa perih seketika menjalar bersamaan dengan darah keluar di sudut bibirnya. "Kenapa kau melakukan itu, Dika? Kenapa?" teriak Ayah Zayyan sambil memegang kerah baju milik Dika.Sela tidak bisa berhenti menangis, ia belum pernah melihat Ayahnya yang semarah itu Pada Dika. Wanita itu juga sangat terguncang, terlebih ia menganggap Dika seperti kakanya sendiri. Melihat Sela yang terus menangis, Dika tidak tahan lagi. Ia yang sedari tadi hanya diam akhirnya kembali bersuara."Karna, dia!" Tunjuk Dika ke arah Sela. "Saya tidak ingin Sela tersakiti, dan saya akan menyakiti orang yang telah menyakiti orang yang saya cintai!" Deg! Kata terakhir yang keluar dari mulut Dika benar-benar membuat mereka melebarkan matanya. Dika kembali tersenyum, ia lalu menatap ke arah Sela."Sela, saya memang yang membawa pisau itu untuk membunuh Adnan. Namun, bu
"M- Mas, aku percaya. Kamu pasti tidak melakukan semua itu!" Mendengar hal itu, Zayyan tersenyum. Ia lalu mengelus puncak kepala Kania. "Terima kasih, Sayang!" "Maaf, waktu menjenguk sudah habis!" Salah seorang polisi tiba-tiba datang dan membawa Zayyan pergi. Kania ingin mengejar, namun Dika langsung menahannya."Jangan berbuat bodoh, Kania. Jika kamu membuat keributan di sini, semuanya bisa menjadi lebih buruk!" peringat Dika dengan tegas, membuat Kania terdiam. Matanya terus menatap punggung Zayyan yang dikawal seperti tahanan. Rasanya begitu berat melihatnya dalam situasi seperti ini."Mas, aku akan mencari si pelaku sebenarnya dan membebaskanmu dari penjara," gumam Kania pelan, suara itu terdengar oleh Dika. "Ayo, Kania. Kita harus pulang sekarang!" kata Dika, Kania hanya mengangguk pasrah. Saat mereka hendak pergi, Ayah Zayyan mendekati mereka."Kania, Dika. Di mana Zayyan?" tanya Ayah Zayyan dengan wajah penuh kekhawatiran. "Tuan Zayyan telah dibawa masuk kembali, Pak. W
"Aa--adnan, bangun. Kamu ingi menipu saya 'kan? Bangun Adnan!" Zayyan terus menggoyangkan tubuh Adnan hingga darah lelaki itu mengenai tangannya, bau anyir begitu menyeruak membuatnya seketika tersadar. Dengan nafas yang tersenggal-senggal, Zayyan mengambil tangan Adnan dan merasakan bahwa urat nadinya sudah tidak berdenyut. Demi meyakinkan diri, ia kembali menempelkan jarinya di hidung lelaki itu."Tidak mungkin!" Lelaki itu seketika memejamkan mata dengan badannya yang seketika melemas, saat menyadari jika Adnan sudah tiada. Tubuh Zayyan gemetar, ia tidak tau harus berbuat apa. Terpaksa lelaki itu menelpon ambulan dan membawa jenazah Adnan ke rumah sakit. ***Di sisi lain, Kania dengan cemas menunggu Zayyan. Lelaki itu bilang akan pulang pukul sepuluh malam, namun sekarang sudah tengah malam akan tetapi Zayyan tak kunjung datang. Kania berkali-kali menghubungi ponselnya, namun tidak ada jawaban. Ia yang kesal langsung melempar ponselnya ke sembarang arah. "Mas, kamu kemana si
Zayyan tidak bisa menahan senyumnya saat melihat wajah Kania yang tampak kesal, wanita itu terus menggerutu karna tau Ibunya mendengar apa yang mereka bicarakan. "Mas Zayyan, kenapa bahas itu. Malu ih, di denger Ibu," keluhnya.Zayyan terkekeh, ia lalu mendekat ke arah Kania. "Hm, memangnya kenapa? Kan kita sudah suami istri!" bisiknya di telinga Kania. "Tapi 'kan, Mas ...."Cup! Mata Kania melebar saat Zayyan mencium bibir wanita itu sekilas, Kania yang sejak tadi tidak berhenti bicara langsung diam seketika. Kania yang sudah salah tingkah memilih untuk bangkit, namun Zayyan langsung menarik tangannya hingga badan wanita itu jatuh di pangkuan Zayyan. "Mau kemana, hm?" tanya Zayyan sambil melingkarkan tangannya di pinggang Kania. "Mas lepasin!" Kania memberontak namun Zayyan semakin mempererat pelukannya. "Diam Kania, saya masih merindukanmu," lirihnya membuat kania mengulas senyum tipis, ia yang menundukan kepala langsung mendongak menatap Zayyan. "Maafin kelakukan Mas kemari