Share

Bab 6

Kami yang sedang duduk langsung berdiri, saat melihat Mas Zayyan memukul meja dengan wajahnya yang sudah memerah.

"Pak Zayyan, apa yang terjadi?" tanya Mas Adnan. 

Mas Zayyan terlihat menghela nafas berat. "Ada lalat tadi," jawabnya dengan suara pelan.

Segera aku mengambil segelas air dan memberikannya padanya. "Minum dulu, Pak Zayyan. Maaf jika rumah kami sedikit kotor, hingga membuat lalat berdatangan."

"Hm, lain kali kalo ada lalat berisik di dekatmu, pukul saja dia. Kamu bisa memukulkan?" tanyanya, sembari menatap tajam ke arah ibu mertua. 

"Nak Zayyan, maaf yah. Nantu ibu akan menyuruh Kania untuk lebih rajin lagi membersihkan rumah."

Astaga Ibu, apa dia tidak sadar sindiran dari Mas Zayyan. 

"Bukan hanya rumah ini, tapi hati Ibu juga!"

Nah kan, Mata Ibu dan Mas Adnan langsung melebar seketika mendapat ucapan menohok dari Mas Zayyan. 

"Maksudnya Mas Zayyan?" 

"Ibu seorang perempuan, harusnya Ibu mengerti kalo pembicaraan Ibu itu menyakiti menantu Ibu." 

"Tapi yang Ibu ucapkan itu Fakta bahwa Kania memang tidak berguna."

Deg! 

Sakit, sungguh sakit. Aku merasa sangat malu karena diperlakukan seperti itu, sementara Mas Adnan hanya diam saja. Aku biasanya terbiasa dengan perlakuan seperti ini, tetapi sekarang sudah benar-benar keterlaluan. 

"Ibu bilang bahwa menantu Ibu tidak berguna, baiklah. Akan saya perlihatkan siapa menantu Ibu sesungguhnya ...." 

Ketika Mas Zayyan menatap ke arahku, aku langsung menggelengkan kepala dengan cepat. Buliran bening sudah mengalir di pipi ini, Mas Zayyan, aku tau dia sangat marah karna Ibu mertua sudah berkata seperti itu. Tapi, jika dia mengatakan semuanya maka rencana kami akan gagal. 

"Saya lupa berkenalan denganmu, perkenalkan nama saya, Zayyan." Aku melebarkan mataku saat tiba-tiba tangannya terulur padaku. 

Aku melihat wajah Mas Adnan berubah keruh, terlebih saat aku menyambut tangan lelaki yang sudah ada di hatiku. 

"Kania." 

"Masakan istri anda sangat lezat, Adnan. Saya akan membawa dia sebentar untuk membicarakan tentang bisnis kuliner, saya juga ingin makanan ini ada di pesta besok ... Yah, itu juga kalo anda mengizinkan."

"Maaf, Pak. Tapi saya tidak ingin istri saya punya kesibukan seperti itu, lebih baik dia di rumah saja dan hanya mengurus saya. Lagian saya juga masih bisa menafkahinya."

"Owh, jadi kamu ingin Ibumu ini terus merendahkannya?"

"Bu--bukan, itu maksud saya ...." Mas Adnan terlihat gelagapan untuk menjawab, apalagi saat mata Ibu melotot ke arahnya. 

"Nak Zayyan, anda salah paham lagi. Ibu dan Adnan tidak berniat merendahkan Kania, kenapa Nak Zayyan berpikir seolah-olah kami orang jahat yang menyakitinya?" tanyanya dengan wajah yang terlihat tidak enak menatap Mas Zayyan. 

"Baiklah Bu, tapi apa Ibu setuju jika menantu Ibu jadi pembisnis?" tanya Mas Zayyan, seolah memancing wanita paruh baya itu. 

"Tentu setuju, ia kan Adnan?" tanya Ibu sembari menyenggol bahu Mas Adnan, membuat lelaki itu mengangguk seketika. Astaga, apakah benar dia suamiku yang kunikahi. Kenapa baru sekarang aku menyadari jika lelaki yang dulu begitu aku cintai itu hanya boneka ibunya. 

"Baiklah, Adnan. Saya meminta izin padamu untuk membawa istrimu ...."

"Tapi, Pak. Apakah saya boleh ikut menemani istri saya?" 

"Temani saja istri saya untuk membantu mendekor rumah ... Nanti sore kita bertemu di rumah saya. Bawa ganti baju, karna kalian akan menginap sampai acara selesai." 

"Ba--baik, Pak." 

"Ayo, Kania." 

Aku tersenyum, lalu melangkahkan kaki pergi dari rumah ini. Dapat kulihat tadi wajah Mas Adnan begitu berat mengizinkanku untuk pergi, tapi lagi-lagi lelaki itu tidak bisa berbuat apa-apa.

***

"Masuklah!" Perintah Mas Zayyan. 

Aku mengangguk, lalu masuk ke dalam mobilnya. 

Tiba-tiba Mas Zayyan menyetir mobil dengan kecepatan sangat tinggi, ia seperti tidak peduli dengan nyawa kami. 

"MAS BERHENTI!" teriakku dengan panik. 

Mataku terpejam seketika, sedikit lagi hampir saja kami menabrak mobil yang sedang berhenti di depan. 

"Mas ...."

"Kenapa, Kania? Kenapa kamu tidak mengatakan itu semua ke pada saya. Kenapa kamu selalu diam saat mertuamu itu berbicara seperti itu padamu? ... Apa kamu seorang malaikat? Bukan kania, Bukan. Kamu hanya manusia biasa!" Terdengar teriakan Mas Zayyan tiba-tiba sembari menatap nyalang ke arahku. 

Aku menundukan kepala sembari menggigir bibir ini menahan tangis, dadaku terasa begitu sesak terlebih melihat wajah Mas Zayyan yang tampak prustasi. "Aa--aku tidak tau harus berbuat apa Mas ...." 

"Bodoh!" 

Mas Zayyan langsung mendekat ke arahku, ia lalu membuka salbetnya lalu memeluk diriku dengan erat. "Maaf, Kania. Saya benar-benar emosi, saya merasa gagal menjagamu," ucap Mas Zayyan dengan lirih. 

"Menangis lah, sayang. Tumpahkan semua rasa sakitmu, tapi setelah ini. Saya tidak akan membiarkan kejadian itu kembali terjadi padamu." 

Mas Zayyan semakin mengeratkan pelukannya padaku, pelukan yang terasa begitu hangat. Pelukan yang seharusnya ku dapatkan dari suamiku, malah kudapatkan dari suami wanita lain. 

***

Setelah melihatku cukup tenang, Mas Zayyan membawaku pergi ke rumah makan. 

Karna dari pagi aku belum makan, sekarang aku makan dengan begitu lahap, tidak peduli pada Mas Zayyan yang terus tersenyum menatapku. 

"Makasi yah, Mas." 

"Hm, saya benar-benar tidak menyangka ada pria semacam Adnan. Bisa-bisanya dia diam saja melihat kamu di perlakukan seperti itu," dengus Mas Zayyan, wajah lelaki itu terlihat kembali marah mengingat kejadian tadi. Sedangkan aku hanya diam, jujur aku merasa begitu bodoh. Aku rela bertahan dengan lelaki seperti itu, hanya karna sikap baiknya dan kata maaf yang sering dia ucapkan jika Ibu mertuaku mengatakan hal yang menyakitiku. 

"Kania, setelah ini saya tidak akan membiarkan siapapun lagi menyakitimu."

Mas Zayyan mengusap airmataku yang kembali mengalir, ia lalu menggenggam tanganku dengan erat. "Saya akan membuatmu berubah, Kania. Sampai ibu mertuamu itu menyesal telah meremehkanmu!"

"Mas, apa rencanamu? Kenapa kamu menyuruh aku dan Mas Adnan untuk menginap di rumahmu?  Apa acaranya akan sangat meriah?"

""Saya tidak peduli tentang acara tidak penting itu, Kania," katanya dingin. "Lagian, saya menyuruhmu ke sana bukan untuk membantu pekerjaan itu."

Aku mengerutkan kening sembari menatap heran ke arahnya. "Terus untuk apa, Mas?"

"Agar kamu bisa serumah dengan saya, Kania. Saya bisa kuat melihat mereka berduaan, tapi saya tidak tahan jika sehari saja tidak bertemu denganmu."

Aku benar-benar melongo mendengarnya, Mas Zayyan yang dulu begitu dingin sekarang bisa sebucin ini.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
berharap segera cepat kelar msalah rmh tangga mereka agar kania dan Zayyan bisa cpt bersatu dan hidup bhgian
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status