共有

Bab 3 : Hilang Ingatan

作者: Diyah Islami
last update 最終更新日: 2025-11-24 13:19:23

Pagi ini sebuah mobil hitam mewah menjemput Zara. Perlu waktu beberapa saat untuknya percaya sampai ia masuk ke dalam mobil tersebut. Zara memperhatikan mobil mewah yang ia naiki setelah berulangkali menanyakan pada Lastri, maid yang menjaganya kalau ia tak salah menaiki kendaraan ini usai dirawat di rumah sakit.

"Benar Nyonya, berapa kali saya bilang,kita benar-benar pulang naik mobil mewah ini. Suami Nyonya itu orang kaya, Nyonya juga orang kaya, jadi gak perlu ragu!"

Nada bicara gadis itu terdengar kesal usai terakhir kali Zara bertanya. Entah kenapa pandangan ciutnya tadi menghilang saat tahu kalau Zara telah hilang ingatan.

Hal itu membuat Zara berpikir yang tidak-tidak tentang kepribadiannya sebelum ia hilang ingatan. Apa ia dulu menyeramkan?

Tanpa ingatan apapun yang bisa membantunya memahami apa yang tengah terjadi, Zara mencoba untuk menjalani seperti air mengalir, hanya mengikuti arus. Begitupun saat mobil yang membawanya memasuki sebuah rumah dengan halaman lebar yang cukup fantastis, kalau tidak melihatnya secara langsung Zara yakin ia pasti sedang bermimpi.

Zara hanya tahu ia pasien yang sedang hilang ingatan. Ia juga istri dari lelaki yang kaya raya banget bernama Halim.

“Ini rumah siapa?” tanyanya setengah berbisik pada Lastri yang duduk di sebelahnya. Tadi gadis itu duduk di depan, samping sopir, tapi Zara memaksanya untuk duduk sebelahnya.

“Tentu saja rumah suami Nyonya, Tuan Halim Frederick.”

Zara menutup mulutnya dengan mata berbinar kagum. Seluas ini? Dengan air mancur di tengah halaman yang luasnya bisa diparkirkan sepuluh, ah tidak mungkin dua puluh mobil pun bisa, bak negeri dongeng. Sekaya apa lelaki itu?

Entah kenapa kini Zara mulai gemetaran, entah firasat atau tubuhnya yang seakan kaget dengan perubahan ini. Seolah berisyarat ia sebelumnya tak cocok di sini, ini bukan hidupnya.

“Nyonya jangan bertanya lagi, sebaiknya istirahat saja. Nanti kepala Nyonya bisa pusing, itu pesan dr. Hira,” tukas Lastri saat aku baru saja hendak membuka mulut.

“Selamat datang Nyonya, kami senang Nyonya kembali dalam keadaan sehat.”

Zara tertegun, beberapa wanita dan pria yang memakai pakaian yang sama dengan Lastri menyambutnya dengan menundukkan kepala, menunjukkan kedudukannya yang terhormat. Sungkan Zara ikut mengangguk, namun Lastri menyikut lengannya.

“Angkat kepala Nyonya, tidak perlu ikut menunduk!” ucapnya lirih.

Zara mengulum bibir, merasa malu. Ini kali pertama ia mendapat perlakuan seperti ini, entah sebelum hilang ingatan. Belum sempat hilang rasa terkejutnya, pandangan Zara terpana saat melihat beberapa papan bunga mewah yang bersukacita atas kepulangannya dari rumah sakit. Tepat ketika ia menaiki undakan tangga untuk masuk ke dalam rumah.

“Papan bunga?”

“Dari beberapa klien dan rekan kerja Tuan, beberapa juga dari teman arisan Nyonya. Saat ingatan Nyonya kembali, Nyonya pasti akan mengingatnya.

Zara mengangguk singkat pada penjelasan Lastri yang berjalan di belakangnya. Gadis itu cukup membantu sejauh ini.

Lastri mengarahkannya untuk masuk ke dalam lift, salah satu hal di rumah ini yang membuatnya hampir mematung dan … sedikit norak. Ia baru tahu sebuah lift bisa didirikan di dalam rumah.

“Seharusnya tubuh Nyonya sudah terbiasa dengan hal-hal mewah di rumah ini. Kenapa terllihat seperti baru pertama kali? Apa hilang ingatan juga mempengaruhi?”

Gadis berpakaian hitam putih itu berucap santai di belakangku. Tak sengaja mata kami bertemu di dinding kaca lift, ia menunduk sungkan.

“Maaf Nyonya.”

Zara menghela nafas, ia sendiri tak paham. Semakin jauh ia berjalan dan memasuki kamarnya entah kenapa perasaan kosong itu mulai hinggap. Sampai akhirnya ia kini sendirian dan terbaring di atas ranjang empuk yang hampir tak ia kenali, dalam ruangan besar yang terlalu mewah untuk disebut sebagai kamar, Zara mulai merenung dan menatap langit-langit kamar.

"Jadi siapa aku sebenarnya?" batinnya bingung.

***

Zara mengerjap, matanya mulai terbuka, entah berapa lama sudah ia tertidur. Rasnaya kali ini tidurnya terasa nyenyak. Entah karena suasana, ranjang yang ia tempati atau ini pertama kalinya ia bisa tidur nyenyak tanpa diganggu.

“Kau sudah bangun?”

Dahinya berkerut, suara bariton yang khas dan sedikit serak itu membuat Zara dengan cepat sadar dari tidurnya. Berkedip dua kali, ia menatap tajam lelaki yang kini duduk di dekat meja rias. Wajah lelaki yang familiar.

“Suami?” tukas Zara membuat Halim seketika membelalakkan matanya, terkejut. Namun dalam sekejap ekspresinya berubah lagi menjadi datar.

“Kau benar-benar hilang ingatan rupanya.”

Lelaki itu beranjak pergi, diikuti tatapan heran Zara.

“Mas Halim mau ke mana?” tanya Zara membuat Langkah Halim seketika terhenti.

“Mas?” ucapnya kaget.

“Ya, kenapa? Mas Halim suamiku, kan, wajar kalau aku panggil dengan sebutan Mas. Atau kita punya panggilan lain? Sayang? Abang Halim? Babe? My Sweetheart? Hubby?”

“Cukup, kita gak punya panggilan apapun! Kau cukup panggil aku dengan nama, itu saja!”

“Hah? Ya gak sopanlah, aku panggil Mas aja ya. Loh, Mas Halim mau ke mana? Gak tidur di sini?”

Halim beranjak dengan cepat, menutup pintu kamar Sarah dengan sedikit bantingan kecil. Membuat para maid yang hendak masuk ke kamar Sarah sedikit terperangah. Lantas pergi menuju kamarnya yang berada tepat di sebelah kamar sang istri.

“Sial! Mas halim katanya?” Lelaki itu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, menyembunyikan merahnya seiring dengan degup jantung yang terus bertalu tanpa bisa ia hentikan. Kali pertama ada yang mendobrak keras tembok pertahanannya dan yang melakukan itu istrinya sendiri yang sedang hilang ingatan.

Ia, runtuh.

***

Zara menatap jam dinding bandul berwarna gold hitam di tengah ruangan dengan seksama sebelum bangkit dari tempat tidur.

“Ah, masih sore ternyata, pantas Mas Halim pergi saat aku mengajaknya tidur.”

Jam menunjukkan pukul lima sore, cukup lama ia tertidur mengingat sampai di rumah ini sekitar pukul sepuluh pagi.

“Tapi apa yang dari tadi ia lakukan di sini? Saat aku bangun pun dia tak melakukan apapun.”

Tok! Tok! Tok!

“Nyonya kami membawakan sabun dan peralatan mandi Nyonya.”

“Masuk,” ucap Zara dengan tatapan bingung saat lima orang datang dengan membawa masing-masing barang di tangan mereka.

“Mari Nyonya biar kami mandikan.”

Zara terbelalak, setelahnya tergelak. “Mandikan? Yang benar saja, aku bukan bayi.” Ia tertawa terbahak-bahak diiringi tatapan bingung beberapa maid di hadapannya.

“Tapi Nyonya ….”

“Letakkan saja sabun-sabun itu di kamar mandi dan biarkan aku mandi sendiri.”

“Baik Nyonya.”

Para maid itu menurut seiring dengan gelengan kepala Zara yang tak habis pikir. Orang dewasa seperti dirinya masih dimandikan? Yang benar saja, ia bukan bayi yang tak bisa apa-apa.

Usai mandi, Zara keluar dari kamarnya. Memperhatikan pintu kaca balkon yang tertutup dengan tirai. Perlahan dengan rasa penasaran yang tinggi ia singkap tirai itu. Angin sore menerpa wajahnya, mengibarkan helai-helai rambutnya yang masih basah.

Dari kejauhan dilihatnya beberapa orang yang tak ia kenal sedang berbincang di kursi taman. Namun salah satunya sangat ia kenali, apalagi saat wajahnya menghadap ke samping.

“MAS HALIM!” teriak Zara tanpa tahu malu. Suaranya yang keras mengagetkan Halim yang sedang berbicara serius.

Degup jantungnya mulai berdetak lebih cepat, apalagi saat melihat wajah ceria Zara dengan rambut gelombang berkibar yang selama ini tak pernah Halim lihat. Wanita itu melambaikan tangan sembari terus meneriakkan namanya.

“Mas Halim!” teriak Zara kembali.

Wajah Halim memerah, menatap malu pada dua orang yang ada di hadapannya saat ini.

“Maaf Pa, Sarah sedang hilang ingatan,” tukasnya pelan. Sementara Yanuar, sepupu sekaligus sekretarisnya tertawa meledek.

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Tukar Tempat Dengan Kembaranku    Bab 10 : Lelaki Itu

    Baru saja Sarah menginjakkan kakinya di pekarangan rumah usai pulang naik taksi diam-diam, ia sedikit dikagetkan dengan sedikit keributan yang terjadi di dalam rumah dan sebuah mobil putih yang terparkir asal di halaman. Karena terlihat pintu mobil itu masih terbuka dalam keadaan mobil menyala.Di tangannya masih terdapat dua kantung besar belanjaan. Masuk ke dalam rumah dengan hati-hati, Sarah mendapati seorang lelaki sedang berdebat dengan ibu mertua Zara.“Di mana Lukman? Aku ingin bicara padanya, Bu!”“Sudah kubilang dia pergi, dia gak di rumah! Lagipula kenapa kamu kemari, kamu kan sudah bilang gak akan ke sini lagi!”Sarah memicing, berjalan perlahan dan sembunyi di balik pintu, berusaha mencari tahu siapa sosok lelaki berbadan atletis itu. memanggil ibu Lukman dengan sebutan Ibu? Apa dia kakak Lukman?“Aku janji pergi jauh dan tak berhubungan dengan keluarga ini lagi saat kalian berjanji tak akan menyakiti Zara! Tapi apa? Lukman malah menikah lagi? Dia mengkhianati janjinya!”“

  • Tukar Tempat Dengan Kembaranku    Bab 9 : Zara?

    Panti asuhan itu masih berdiri dengan kokoh, beberapa anak kecil tampak berlarian di halaman yang lengkap dengan taman bermain."Di mimpiku Panti asuhan ini hampir roboh, apa sekarang sudah direnovasi? Aku pikir cuma ada dalam mimpi, ternyata panti ini beneran ada ya.""Keluarga Frederick adalah donatur tetap, panti ini dalam pengawasan keluarga kami."Zara manggut-manggut. "Karena itu Mas Halim tahu di mana panti ini saat aku menyebutkan namanya?""Tentu saja Sarah. Apa ini persis dalam mimpimu?""Sepertinya begitu, walau banyak yang berubah.""Kau mau masuk?"Zara mengangguk, namun baru satu langkah mendekat mendadap pandangannya buram telinganya mulai berdenging, suara-suara berisik di kepalanya sedikit mendominasi hingga membuatnya tak fokus.“Sarah kau baik-baik saja?” tanya Halim bingung saat wanita itu hampir saja terjatuh, untung Halim sempat menopang tubuhnya.Zara tampak kesakitan, ia terus memeangi kepalanya. Beberapa hal dari masa lalu mulai muncul di kepalanya seolah taya

  • Tukar Tempat Dengan Kembaranku    Bab 8 : Cinta Pertama

    "Jadi, apa yang kau temukan?" tanya Sarah begitu ia duduk. Beberapa kantong plastik hasil belanjaan asal-asalannya ia taruh di atas meja. Kenzo menatap wanita itu dengan alis naik sebelah."Serius? Seorang Sarah belanja ke pasar pagi-pagi?" tawa Kenzo hampir pecah andai Sarah tak melihatnya dengan tatapan ingin membunuh, lelaki itu menutup wajah dan menahan tawa sampai bahunya berguncang."Ini alasan klasik tahu, supaya bisa menemuimu juga. Lagipula aku gak ngerti soal beginian, asal ambil aja tadi.""Satu kemajuan tahu, Sarah yang hidup seperti putri raja kini bertingkah seperti upik abu.""Ken!" seru Sarah kesal, bibirnya mencebik, ia mengambil minuman Kenzo dan meneguknya hampir habis."Gak apa-apa, jadi pengalaman pertama, kan?""Ya iya, sih.""Hidup juga gak selamanya bakal di atas, jadi kamu bisa sekalian belajar. Kalau sama aku, kamu juga gak bakalan aku kasih belanja di pasar sendirian.""Lukman itu pelit, bisanya cuma kasih lima puluh ribu buat belanja sementara di rumah ada

  • Tukar Tempat Dengan Kembaranku    Bab 7 : Ingatan Samar

    Pagi itu Zara bangun dalam keadaan setengah sadar, ia duduk cukup lama di atas ranjang sembari menatap sisi ranjang satunya yang tak ia tempati, kosong.“Kayak ada yang aneh.” Ia beranjak turun dari ranjangnya, memutari isi kamar dan menemukan sesuatu yang sedari tadi membuatnya merasa aneh.“Mas Halim,” panggilnya pada lelaki yang tengah meringkuk tanpa selimut di sofa. “Mas Halim kenapa tidur di sini? Bukannya tadi malam tidur di ranjang?”Halim tersentak, ia menguap lebar. Matanya merah dengan kantung mata hitam. Hampir semalaman ia tak bisa tidur dan berusaha untuk tetap terlelap, namun tidak bisa. Pandangannya beralih pada Zara yang berdiri di hadapannya.“Astaga! Mas kenapa? Sakit?”Halim menggeleng, ia bangkit dari posisi tidurannya. “Aku tak bisa tidur.”“Kenapa?”Lelaki itu termenung, ingatannya melayang pada malam di mana ia masih tidur di atas ranjang, tepat di sebelah Zara. Wanita itu… hampir memeluknya, hal yang membuat Halim kelabakan dan memutuskan untuk tidur di sofa.

  • Tukar Tempat Dengan Kembaranku    Bab 6 : Kacau

    Baru Bangun, Aku Dipanggil ‘Nyonya’ dan Disebut Istri Konglomerat! Padahal Aku Hanya Ibu Rumah Tangga Biasa. Apa yang Sebenarnya Terjadi?!****6Sore itu dengan menggunakan uang mahar Tita, lantai satu rumah mulai direnovasi. Sarah yang berada di lantai dua bersama ibu Lukman dan Tita mulai memikirkan ide jahil lainnya. Apalagi saat dengan angkuh Tita memerintahkannya untuk membuat jus jeruk.Barang-barang elektronik di rumah ini sudah Sarah jual semua, dan dengan mudahnya Tita memerintahkan Sarah untuk memeras jeruk-jeruk itu menggunakan tangannya.“Dengan tanganku ya,” ucap Sarah geram sembari meremas-remas jeruk yang belum dicuci itu di dalam baskom besar, dengan tangan yang belum juga ia cuci. Meski sedikit menguras tenaga entah kenapa Sarah merasa puas dengan hasil perasan jeruk ala prindavan buatannya.Ia menyaring air jeruk itu dan mengumpulkan bijinya, lantas menghaluskan biji-biji jeruk itu dengan menggunakan gilingan beras. Mencampurkannya dengan air jeruk yang sudah ia pis

  • Tukar Tempat Dengan Kembaranku    Bab 5 : Satu Kamar

    “Ibu mertua, Papa mertua, senang bertemu dengan kalian,” ucap Zara ceria dengan senyum merekah. Kedua sejoli itu saling pandang, kemudian menatap Halim yang duduk di sebelah Zara.“Kata Halim kamu hilang ingatan, Nak? Benar ?” “Dokter sih bilang begitu, Ma,” jawab Zara polos. “Tapi aku masih ingat suamiku, kok, Mas Halim.Halim hampir tersedak, kedua orang tuanya saling menatap.“Ah, ya sudah kalau begitu kita makan dulu, nanti akan kita bahas ya,” ucap Papa halim mencairkan suasana yang sedikit canggung.Zara mengangguk, ia bangkit dari duduknya dan mengambil alih piring Halim.“Mas mau pakai lauk apa? Nasinya cukup segini?”“UHUKK! UHUUK!” Kali ini Halim beneran tersedak dengan batuk bertubi-tubi karena air yang seharusnya masuk ke tenggorokan malah masuk ke kerongkongannya akibat ulah Zara yang tak biasa.Wanita itu sejak menikah dengan Halim sangat jarang sekali tersenyum, bahkan menyapa kedua orang tuanya juga hanya sekedar anggukan, tidak akan senyum dengan lebar seperti tadi.

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status