共有

Bab 5 : Satu Kamar

作者: Diyah Islami
last update 最終更新日: 2025-11-24 13:20:49

“Ibu mertua, Papa mertua, senang bertemu dengan kalian,” ucap Zara ceria dengan senyum merekah. Kedua sejoli itu saling pandang, kemudian menatap Halim yang duduk di sebelah Zara.

“Kata Halim kamu hilang ingatan, Nak? Benar ?”

“Dokter sih bilang begitu, Ma,” jawab Zara polos. “Tapi aku masih ingat suamiku, kok, Mas Halim.

Halim hampir tersedak, kedua orang tuanya saling menatap.

“Ah, ya sudah kalau begitu kita makan dulu, nanti akan kita bahas ya,” ucap Papa halim mencairkan suasana yang sedikit canggung.

Zara mengangguk, ia bangkit dari duduknya dan mengambil alih piring Halim.

“Mas mau pakai lauk apa? Nasinya cukup segini?”

“UHUKK! UHUUK!” Kali ini Halim beneran tersedak dengan batuk bertubi-tubi karena air yang seharusnya masuk ke tenggorokan malah masuk ke kerongkongannya akibat ulah Zara yang tak biasa.

Wanita itu sejak menikah dengan Halim sangat jarang sekali tersenyum, bahkan menyapa kedua orang tuanya juga hanya sekedar anggukan, tidak akan senyum dengan lebar seperti tadi. Apalagi sampai melayani dan mengambilkannya makanan.

“Pelan-pelan, Mas, minum dulu!”

Zara kalang kabut, ia menyodorkan segelas air putih pada Halim dan membersihkan tumpahan air di sekitar mulut lelaki itu dengan menggunakan tisu. Halim salah tingkah, ia perlahan mulai bergerak menjauh.

“Udah gak apa-apa,” ucapnya sembari berdehem.

“Beneran? Wajahmu sampai merah gitu, Mas.”

Halim mendongak, wajah Zara dekat sekali dengannya, ia segera mengalihkan pandangan.

“Karena tersedak tadi, udah mendingan.”

Zara mengangguk, kembali menuangkan lauk dan nasi di piring Halim dan meletakkanya makanan itu tepat di hadapan lelaki itu.

“Makan yang berkuah, ya, biar enak tenggorokannya.” Zara menuangkan sup ke dalam mangkok.

Halim menerima dengan canggung, namun menutupinya dengan memakan makanan yang disiapkan Zara dengan lahap.

“Sarah perhatian sekali,” ucap Mama Halim dengan senyum teduh.

“Tentu saja, Ma. Sarah istri Halim, kalau dia kenapa-kenapa Sarah yang harus mengurusnya, seperti yang Mama lakukan pada Papa,” ucap Zara dengan jujur.

Setidaknya itu yang ia ketahu tentang tugas seorang istri, apalagi saat ia melihat mama mertuanya menyiapkan makan untuk papa mertuanya, ia hanya mengikuti karena bingung juga harus melakukan apa.

***

“Entah kenapa Papa bersyukur istrimu hilang ingatan, Halim.”

Halim mengikuti arah pandangan sang Papa yang menatap lurus pada istrinya dan sang Mama yang sedang asyik di dapur, entah apa yang dilakukan keduanya.

Namun dari taman belakang rumah yang terhubung dengan pintu kaca, gerak-gerik keduanya terlihat dengan jelas dan sedang membelakangi mereka.

“Dia jauh lebih ramah dan mudah didekati, mamamu pasti sangat senang. Dari awal dia sangat menginginkan anak perempuan karena kau cuma anak laki-laki satu-satunya. Tapi Sarah yang dulu terlalu dingin, susah didekati, dan dia juga tertutup tak banyak bicara.”

“Tapi ini pasti tak akan berlangsung lama, Pa. Saat ingatannya kembali, kepribadiannya juga akan kembali dingin seperti dulu.”

“Kalau begitu manfaatkan saat ini, ketika dia masih perhatian denganmu. Ubah kerpibadiannya tetap hangat padamu. Kau juga suka, kan? Dia perhatian padamu.”

Halim menggeleng, namun sang papa terus berusaha menggodanya.

“Jujur saja dulu kau setuju dengan perjodohan ini karena sedikit menyukainya, kan?”

“Papa jangan asal bicara.”

“Papa tahu, Halim. Bahkan kau menyimpan foto masa kecil Sarah, iya, kan?”

Halim mendelik, tak menyangka papanya tahu soal itu.

“Papa meemriksa buku harianku?”

“Tak sengaja, saat kau kuliah ke luar negeri Papa sangat rindu dan masuk ke dalam kamarmu. Papa temukan buku itu di rak buku milikmu dan membaca isinya.”

“Kami bertemu di panti asuhan dulu. Saat itu aku masih SMP. Dia sedang bermain dengan anak-anak di sana. Sangat ramah dan ceria bahkan mengajakku yang saat itu mengintip di balik pagar untuk bermain bersama. Setiap pulang sekolah saat Papa tanya kenapa aku sering pulang terlambat, itu karena aku sering mampir ke sana. Tapi, hari di mana Papa ingin kuajak ke sana untuk bertemu dengannya dia sudah lama tak bermain di sana lagi.”

“Benarkah? Kenapa baru cerita sekarang?”

“Halim tak pernah tanya namanya jadi tidak tahu.”

“Karena itu kau langsung setuju saat Papa menjodohkanmu dengan Sarah. Walau awalnya menolak karena tak tahu siapa wanita itu. Saat Papa menunjukkan gambarnya kau langsung setuju. Yah Papa cukup kaget, kau biasanya tak pernah dekat dengan wanita lain.”

“Papa pun kalau menikah pasti inginnya dengan orang yang Papa cintai, kan, seperti Mama. Begitupun Halim, cukup lama saat itu Halim mencarinya sampai bertemu lagi. Tapi entah apa yang membuatnya berubah, dia tak seceria dulu, dia juga tak ingat dengan Halim.”

“Mungkin karena saat itu kalian masih SMP jadi ingatannya tak terlalu jelas.”

“Mungkin saja, Pa.”

“Papa tahu perasaanmu, kalau begitu sekarang saatnya, mumpung dia sedang hilang ingatan.” Sang Papa menyemangati dengan tangan terkepal di depan dada. Halim terkekeh seraya menggeleng, pandangan lurus menatap punggung sang istri.

“Sepertinya gak akan semudah itu,” bisik Halim dengan helaan nafas berat.

***

Malam ini Papa dan Mama Halim menginap, seperti yang sudah-sudah saat salah satu dari orangtua mereka menginap maka Halim akan satu kamar dengan sang istri, menghindari pertanyaan yang mungkin timbul dari orang tua mereka kalau tahu mereka tak satu kamar, walau sejak awal sudah terpisah.

Dari awal Halim tahu pernikahan ini tak pantas dipertahankan karena sikap Sarah yang terlihat ogah-ogahan untuk menjalaninya. Bahkan tanpa kedua orang tua masing-masing dari mereka ketahui, keduanya tak pernah tercatat dalam pernikahan resmi baik hukum maupun agama. Hal itu karena Sarah yang meminta dan wanita itu pula yang mengurus semuanya.

Halim hanya bisa pasrah, ia tak bisa memaksakan kehendak wanita yang tak mencintainya. Hanya menjalani sampai waktu yang entah kapan akan berakhir, Halim tak tahu. Dan hari di mana ia dikabarkan kalau Sarah telah hilang ingatan sepertinya akan menjadi titik balik perjalanan pernikahan mereka.

“Kenapa?” tanya Zara bingung saat Halim diam saja sembari menatapnya yang sedang menata ranjang dengan dua bantal di atasnya.

“Aku minta satu.” Tangan Halim terulur, Zara makin bingung.

“Apanya?”

Halim menepuk jidat, ia lupa sang istri hilang ingatan, lupa dengan kebiasaannya yang selalu tidur di sofa ujung ruangan kamar Sarah saat orang tua mereka datang menginap.

“Untuk apa? Mau di bawa ke mana?”

“Aku tidur di sofa,” ucap Halim pelan.

“Kenapa?”

“Kenapa? Ya karena tempat tidurku di situ seperti biasa.”

Zara menunduk bingung, wajahnya berubah murung Halim sedikit kelimpungan.

“Sarah?” panggilnya.

“Apa sebelum aku hilang ingatan kita bertengkar hebat?”

“Apa? Enggak."

“Terus kenapa mau tidur di sofa?”

Halim menggigit bibirnya, bingung harus mulai menjelaskan darimana. Menggaruk kepalanya yang tak gatal ia tatap Zara yang menuntut penjelasan.

“Kenapa tak mau seranjang denganku? Apa aku ada buat salah? Aku istri durhaka?”

“Enggak Sarah, gak gitu.” Halim duduk di pinggir ranjang dengan ragu.

“Terus?”

“Baiklah, aku tidur di sini.” Pasrah Halim mulai merebahkan diri, Zara membagi selimut yang ia pakai dengan lelaki itu.

“Gak pakai?” tanya Zara saat Halim menolak.

“Gak usah, nanti kepanasan.”

“Beneran, nanti masuk angin loh.”

“Enggak, udah tidur aja.”

“Kalau gitu Ac nya kecilin aja!”

“Gak perlu, nanti kamu yang kepanasan.”

“Terus nanti kalau Mas Halim masuk angin gimana?”

Halim mencebik, baru kali ini menghadapi Sarah yang secerewet ini.

“Oke, aku pakai selimutnya.”

Zara tersenyum, kemudian memejamkan mata sembari tetap menghadap Halim. Lelaki itu tertegun, menyusuri setiap inci wajah Zara dengan tatapan sayu. Kemudian mengakhirinya dengan helaan nafas berat dan berbalik membelakangi wnaita itu.

“Lama-lama aku gila karena tingkahmu Sarah. Kapan ingatanmu akan kembali?” batinnya lirih dengan sekuat tenaga mencoba tertidur. Ini kali pertama ia seranjang dengan wanita itu.

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Tukar Tempat Dengan Kembaranku    Bab 10 : Lelaki Itu

    Baru saja Sarah menginjakkan kakinya di pekarangan rumah usai pulang naik taksi diam-diam, ia sedikit dikagetkan dengan sedikit keributan yang terjadi di dalam rumah dan sebuah mobil putih yang terparkir asal di halaman. Karena terlihat pintu mobil itu masih terbuka dalam keadaan mobil menyala.Di tangannya masih terdapat dua kantung besar belanjaan. Masuk ke dalam rumah dengan hati-hati, Sarah mendapati seorang lelaki sedang berdebat dengan ibu mertua Zara.“Di mana Lukman? Aku ingin bicara padanya, Bu!”“Sudah kubilang dia pergi, dia gak di rumah! Lagipula kenapa kamu kemari, kamu kan sudah bilang gak akan ke sini lagi!”Sarah memicing, berjalan perlahan dan sembunyi di balik pintu, berusaha mencari tahu siapa sosok lelaki berbadan atletis itu. memanggil ibu Lukman dengan sebutan Ibu? Apa dia kakak Lukman?“Aku janji pergi jauh dan tak berhubungan dengan keluarga ini lagi saat kalian berjanji tak akan menyakiti Zara! Tapi apa? Lukman malah menikah lagi? Dia mengkhianati janjinya!”“

  • Tukar Tempat Dengan Kembaranku    Bab 9 : Zara?

    Panti asuhan itu masih berdiri dengan kokoh, beberapa anak kecil tampak berlarian di halaman yang lengkap dengan taman bermain."Di mimpiku Panti asuhan ini hampir roboh, apa sekarang sudah direnovasi? Aku pikir cuma ada dalam mimpi, ternyata panti ini beneran ada ya.""Keluarga Frederick adalah donatur tetap, panti ini dalam pengawasan keluarga kami."Zara manggut-manggut. "Karena itu Mas Halim tahu di mana panti ini saat aku menyebutkan namanya?""Tentu saja Sarah. Apa ini persis dalam mimpimu?""Sepertinya begitu, walau banyak yang berubah.""Kau mau masuk?"Zara mengangguk, namun baru satu langkah mendekat mendadap pandangannya buram telinganya mulai berdenging, suara-suara berisik di kepalanya sedikit mendominasi hingga membuatnya tak fokus.“Sarah kau baik-baik saja?” tanya Halim bingung saat wanita itu hampir saja terjatuh, untung Halim sempat menopang tubuhnya.Zara tampak kesakitan, ia terus memeangi kepalanya. Beberapa hal dari masa lalu mulai muncul di kepalanya seolah taya

  • Tukar Tempat Dengan Kembaranku    Bab 8 : Cinta Pertama

    "Jadi, apa yang kau temukan?" tanya Sarah begitu ia duduk. Beberapa kantong plastik hasil belanjaan asal-asalannya ia taruh di atas meja. Kenzo menatap wanita itu dengan alis naik sebelah."Serius? Seorang Sarah belanja ke pasar pagi-pagi?" tawa Kenzo hampir pecah andai Sarah tak melihatnya dengan tatapan ingin membunuh, lelaki itu menutup wajah dan menahan tawa sampai bahunya berguncang."Ini alasan klasik tahu, supaya bisa menemuimu juga. Lagipula aku gak ngerti soal beginian, asal ambil aja tadi.""Satu kemajuan tahu, Sarah yang hidup seperti putri raja kini bertingkah seperti upik abu.""Ken!" seru Sarah kesal, bibirnya mencebik, ia mengambil minuman Kenzo dan meneguknya hampir habis."Gak apa-apa, jadi pengalaman pertama, kan?""Ya iya, sih.""Hidup juga gak selamanya bakal di atas, jadi kamu bisa sekalian belajar. Kalau sama aku, kamu juga gak bakalan aku kasih belanja di pasar sendirian.""Lukman itu pelit, bisanya cuma kasih lima puluh ribu buat belanja sementara di rumah ada

  • Tukar Tempat Dengan Kembaranku    Bab 7 : Ingatan Samar

    Pagi itu Zara bangun dalam keadaan setengah sadar, ia duduk cukup lama di atas ranjang sembari menatap sisi ranjang satunya yang tak ia tempati, kosong.“Kayak ada yang aneh.” Ia beranjak turun dari ranjangnya, memutari isi kamar dan menemukan sesuatu yang sedari tadi membuatnya merasa aneh.“Mas Halim,” panggilnya pada lelaki yang tengah meringkuk tanpa selimut di sofa. “Mas Halim kenapa tidur di sini? Bukannya tadi malam tidur di ranjang?”Halim tersentak, ia menguap lebar. Matanya merah dengan kantung mata hitam. Hampir semalaman ia tak bisa tidur dan berusaha untuk tetap terlelap, namun tidak bisa. Pandangannya beralih pada Zara yang berdiri di hadapannya.“Astaga! Mas kenapa? Sakit?”Halim menggeleng, ia bangkit dari posisi tidurannya. “Aku tak bisa tidur.”“Kenapa?”Lelaki itu termenung, ingatannya melayang pada malam di mana ia masih tidur di atas ranjang, tepat di sebelah Zara. Wanita itu… hampir memeluknya, hal yang membuat Halim kelabakan dan memutuskan untuk tidur di sofa.

  • Tukar Tempat Dengan Kembaranku    Bab 6 : Kacau

    Baru Bangun, Aku Dipanggil ‘Nyonya’ dan Disebut Istri Konglomerat! Padahal Aku Hanya Ibu Rumah Tangga Biasa. Apa yang Sebenarnya Terjadi?!****6Sore itu dengan menggunakan uang mahar Tita, lantai satu rumah mulai direnovasi. Sarah yang berada di lantai dua bersama ibu Lukman dan Tita mulai memikirkan ide jahil lainnya. Apalagi saat dengan angkuh Tita memerintahkannya untuk membuat jus jeruk.Barang-barang elektronik di rumah ini sudah Sarah jual semua, dan dengan mudahnya Tita memerintahkan Sarah untuk memeras jeruk-jeruk itu menggunakan tangannya.“Dengan tanganku ya,” ucap Sarah geram sembari meremas-remas jeruk yang belum dicuci itu di dalam baskom besar, dengan tangan yang belum juga ia cuci. Meski sedikit menguras tenaga entah kenapa Sarah merasa puas dengan hasil perasan jeruk ala prindavan buatannya.Ia menyaring air jeruk itu dan mengumpulkan bijinya, lantas menghaluskan biji-biji jeruk itu dengan menggunakan gilingan beras. Mencampurkannya dengan air jeruk yang sudah ia pis

  • Tukar Tempat Dengan Kembaranku    Bab 5 : Satu Kamar

    “Ibu mertua, Papa mertua, senang bertemu dengan kalian,” ucap Zara ceria dengan senyum merekah. Kedua sejoli itu saling pandang, kemudian menatap Halim yang duduk di sebelah Zara.“Kata Halim kamu hilang ingatan, Nak? Benar ?” “Dokter sih bilang begitu, Ma,” jawab Zara polos. “Tapi aku masih ingat suamiku, kok, Mas Halim.Halim hampir tersedak, kedua orang tuanya saling menatap.“Ah, ya sudah kalau begitu kita makan dulu, nanti akan kita bahas ya,” ucap Papa halim mencairkan suasana yang sedikit canggung.Zara mengangguk, ia bangkit dari duduknya dan mengambil alih piring Halim.“Mas mau pakai lauk apa? Nasinya cukup segini?”“UHUKK! UHUUK!” Kali ini Halim beneran tersedak dengan batuk bertubi-tubi karena air yang seharusnya masuk ke tenggorokan malah masuk ke kerongkongannya akibat ulah Zara yang tak biasa.Wanita itu sejak menikah dengan Halim sangat jarang sekali tersenyum, bahkan menyapa kedua orang tuanya juga hanya sekedar anggukan, tidak akan senyum dengan lebar seperti tadi.

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status