Kalina menggigit bibir bagian bawah menahan perasaan membuncah hingga membuat hampir gila. “Elard.” Kalina memanggil nama calon suaminya. Gadis itu melihat wajah tampan Elard dengan seksama. Mereka sama-sama telanjang, berbagi peluh untuk mengarungi samudra kenikmatan. Wajah berpeluh Elard yang terlihat dewasa dari ketika dia melihat di Kerajaan Nigella masih terlihat muda. Namun demikian, gambaran eksotis ekspresi ketegangan dan tatapan tajam masih sama membuat gelayar aneh menjalar di tubuh Kalina. Elard menggerakkan tubuhnya di atas Kalina semakin kencang. “Iya, Sayang, terus panggil namaku!” Lelaki itu mengecup telapak tangan Kalina yang menyentuh bibirnya dan menggigitnya. Kedua tangan Elard sibuk meremas dada Kalina yang terguncang-guncang. Kalina semakin berteriak lantang hingga suaranya benar-benar habis. Pertarungan panas untuk mencapai puncak kebahagiaan yang sesungguhnya dengan menyebut nama masing-masing saat ledakan dahsyat membuat lemas dan tersengal kehabisan napas.
Kalimat bak omong kosong terdengar dari bibir Elard hingga membuat Kalina merinding. Bukan karena tidak percaya, banyak yang tadinya dianggap diluar nalar terjadi begitu saja. Tidak ada hal mustahil seperti dia terlempar ke masa lalu. Maka tidak heran bilamana Elard beranggapan telah bereinkarnasi. Itu membuat sedikit khawatir, reinkarnasi terjadi ketika seseorang telah meninggal. “Jika memang bereinkarnasi, artinya Elard di Kerajaan Nigella mati.” Kalina menatap Elard sendu. Elard menyadari raut muka Kalina yang berubah, lelaki itu lalu berkata, “Aku rela mati untukmu.” Jawaban Elard membuat Kalina melebarkan mata. Gadis itu denial pada perasaan sendiri. Jika mengingat cerita yang pernah terlontar pada mulut Gavin saat siluman itu berada di dunianya sebagai Elang, maka kematian dan runtuhnya kerajaan Nigella terjadi. Namun, nasib membawa Kalina isekai ke dunia lain, Kerajaan Nigella yang sama sekali tidak diketahui keberadaannya. Tidak ada catatan dalam sejarah tentang Kerajaan Ni
“Kumpulkan para sesepuh dan para pemimpin ras, panggil juga gadis bernama Sekar!” Raja Arsen berkata seraya membalikkan badan. Dia memijat kening yang berdenyut, kaki panjang itu melangkah keluar kamar meninggalkan tiga temannya yang masih diam membisu. Mereka mencoba memposisikan diri di tempat Raja Arsen. Benar-benar situasi sulit dilalui, bukan? Anantari menoleh ke arah dua lelaki yang juga sama bingungnya. “Aku akan menyusul Sekar.” Gavin mendelik menatap Anantari yang tertunduk, “Apa yang akan kau lakukan?” “Gavin, aku tahu ini tidak benar, aku juga tidak tega melihat Kalina menderita. Namun, bagaimana jika takdir itu memang membawa Kalina datang ke mari untuk suatu hal. Tidakkah kalian pikir banyak misteri tentang Nigella yang belum terungkap dan menemui titik terang? Seolah hidup kita dikendalikan sesuatu. Tidakkah kalian curiga para sesepuh menyembunyikan sesuatu?” “Curiga, tentu aku sangat curiga lebih dari yang kalian tahu. Namun, apa yang bisa kita lakukan?” Lamont ber
"Aaaa … tidak!" Teriakan menggema tertelan hujan lebat pada malam gelap dan dingin. Kalina pasrah dengan nasib, saat kilatan dan petir sekonyong-konyong menyambar ranting pohon penopang tubuhnya. Gadis itu tersentak, berteriak, memejamkan mata, tubuhnya mulai terjun bebas ke bawah. "Beginikah akhir hidupku?" ratap Kalina dalam hati. Hatinya kalut, seolah sesuatu lepas dalam dirinya, dadanya nyeri, melayang jatuh ke bawah dengan kecepatan yang sangat cepat. Ketika ia telah merasa di ambang ketidakberdayaan. Sebuah cahaya terang menyilaukan muncul di hadapan gadis itu. "Apakah malaikat maut tampan datang menjemputku?" Samar-samar ia melihat sesosok pemuda tampan. Tanpa sadar ia sudah berada dalam dekapannya, dirasakannya otot-otot lengan tangan si tampan yang mendekapnya. Tanpa ragu Kalina menyandarkan kepala pada dada bidang yang terasa sixpack saat tak sengaja tersentuh tangannya. Kalina mendongakkan kepalanya, pemuda itu terseny
Setiap tanggal lima belas ketika, bulan terlihat bulat sempurna, konon sering terdengar suara-suara orang menangis, merintih, bahkan jeritan bersahut-sahutan. Percaya atau tidak itulah cerita mitos, dari warga setempat mengenai hutan yang kini, menjadi tempat camping dari sekelompok murid sekolah menengah pertama. Ada yang sering melihat seorang lelaki tampan, atau wanita cantik. Namun, mereka akan menghilang ketika didekati. Malam semakin sunyi di antara bayangan yang berada di bawah sana, seperti terlihat sosok putih berkelebatan. Dia seperti tersenyum di antara pekatnya kabut tebal yang seolah menyelimuti. Sedikit cahaya masuk menerangi hutan rimbun tersebut. Auman binatang malam seolah ikut menyambut bahagia. Rengekan binatang malam lainnya jua seolah menatap penuh harap. Bayangan putih yang kasat mata oleh pandangan orang biasa. Kemudian terbang menari-nari mengitari sekitar sungai dan kemudian ke atas, menatap sebuah tubuh mungil yang tersesat. Tawa girangnya menggema, mem
Tempat berbeda, di hutan yang sama. Pelan tapi pasti matanya mulai terbuka, tapi kegelapan masih menyelimuti. Dengan susah payah ia membetulkan letak kacamatanya. "Kenapa perut aku mual dan pusing kepala ya," ujar Kalina yang memang fobia dengan gelap. Dia pun mencoba membaca situasi dengan cermat, setelah akhirnya tersadar bahwa dirinya nyangkut di pohon dengan keadaan sungsang (kaki di atas kepala di bawah). "Ini namanya untung atau buntung ya." Susah ia menghela nafas. Beruntung ia tidak langsung jatuh ke bawah. Namun, malang gadis tersebut nyangkut di atas pohon dengan keadaan sungsang. "Halo, apa ada orang di atas!" teriaknya dengan sisa-sisa tenaga. "Kalau ngak ada orang gimana nanti aku turunnya," pikir Kalina dalam hati. Di sela-sela kegalauan ia masih mengamati ke bawah sana. Terdengar aliran deras sungai mengalir. Berkat pantulan cahaya rembulan, samar-samar ia seperti melihat ukiran batu, berbentuk burung terkapar menghada
Reza dan yang lain mulai putus asa mencari keberadaan Kalian. Semak belukar dan jalanan yang licin, belum lagi hujan mulai turun membasahi badan mereka. "Linsi, lebih baik kita balik ke tenda dulu saja. Malam semakin larut, hujan juga mulai turun," ujar salah seorang di antaranya. "Kita lanjut pencarian besok aja ya Lin, angin semakin bertiup kencang belum lagi ada kilat dan petir juga." Reza menjelaskan. "Tapi kalau kita gak segera menemukan Kalina, nyawanya bisa dalam bahaya," jawab Linsi. "Alinsi ini tengah malam, kita berada di hutan. Dalam cuaca buruk seperti ini bisa membahayakan nyawa kita semua." Rando lanjut menjelaskan. Alinsia mengerutkan dahinya berpikir keras, dengan berat hati ia mengikuti nasehat yang lain untuk kembali ke tenda. Tak mungkin ia membahayakan nyawa banyak orang meski ia sangat ingin mencari sang sahabat. Mereka berjalan kembali menaiki tebing. Rando mengantarnya hingga sampai di depan tenda. "Udah sana masuk, ganti pakaian
Seorang satpam bertubuh gempal berlari kecil membukakan pintu gerbang. Dengan sigap ditentengnya barang bawaan milik sang anak majikan. Sesampainya di kamar Kalina segera menghempaskan tubuh ke atas kasurnya yang empuk. Sejenak merilekskan tubuhnya yang penat. Diamati langit-langit, pandangannya lalu menjurus ke jendela kamar yang terbuka. Di sana bertengger seekor burung Elang putih. Kalina bangkit bergegas menuju ke arah jendela tersebut, ditangkapnya burung yang jinak itu. "Kenapa ada burung Elang di sini, punya siapa ya," pikir Kalina dengan memicingkan sebelah alisnya. "Mirip kayak burung yang aku lihat di hutan itu," pikirnya lagi. "Gak mungkin burung dari hutan itu, kan, pasti burung ini milik seseorang yang terlepas dari sangkar." Kalina berjalan keluar kamar menuruni tangga menuju ke taman belakang rumahnya. Dihempaskan burung itu agar terbang ke atas, tetapi baru sebentar terbang sang burung malah kembali terbang ke arahnya dan mendarat di atas pohon dekan Kal