Share

Tunangan Bohongan si Senior Tampan
Tunangan Bohongan si Senior Tampan
Penulis: Nur Hayati

Bab 1

Nadira hanya bisa menghela napas panjang saat melihat surat undangan yang ada dalam genggaman tangannya. Dia sudah tidak kuasa jika harus melihat kembali nama yang tertera di sana. Bisa-bisanya wanita itu tertipu pada pria yang hampir menjadi suaminya.

"Lo baik-baik saja 'kan, Nad? Gue lihat lo kayaknya gak seneng banget hari ini, apa mungkin lo belum move on dari pria itu?" cecar Denia sembari melihat Nadira sedang berpangku tangan. Wajahnya bermuram durja, tiada lagi kebahagiaan di sana. Hanya ada pikiran kalut yang tiada ujungnya. Air matanya sudah habis karena seharian menangisi pria yang sebenarnya tidak pantas untuk ditangisi.

"Udah deh, Nad! Ngapain juga lo masih memikirkan pria seperti dia," imbuh Ghea yang merupakan sahabat Nadira juga.

"Bukan itu masalahnya, kalian tahu sendiri 'kan? Dia bilangnya mau fokus kuliah, tapi nyatanya apa? Justru surat undangan ini yang gue dapat. Gimana gue gak kesal coba!" Nadira mendengus kesal. Bagaimana tidak? Baru minggu kemarin Abian membatalkan pertunangan, dan sekarang wanita itu sudah mendapatkan surat undangan dari pria itu.

"Iya, kita berdua tahu. Tapi percuma juga lo uring-uringan begini, harusnya lo buktikan sama dia. Bahwa lo baik-baik saja dengan ada atau tanpa adanya Abian dalam hidup lo!" Denia berusaha menasihati. Wanita satu ini tidak ingin melihat Nadira yang ceria dengan wajah kusut seperti saat ini.

"Benar kata Denia, Nad! Kalau bisa, lo secepatnya mencari pengganti yang lebih baik darinya!" seru Ghea ikut memberikan semangat pada sahabatnya.

Tidak mudah bagi Nadira menerima nasihat yang diberikan kedua sahabatnya, sebab rasa kecewa yang dirasakan begitu besar. Terlebih saat Abian memutuskan hubungan mereka secara sepihak, padahal mereka juga sudah bertunangan. Kedua orang tua mereka sama-sama merestui hubungan mereka. Tinggal selangkah lagi wanita itu akan menikah dengan pria tampan berambut sedikit bergelombang tersebut. Namun, semua harus kandas saat tunangannya mengatakan kalau dia membatalkan pertunangan karena ingin fokus sama kuliah S2 nya. Akan tetapi, kenyataan pahit justru dia alami. Pria itu ternyata memiliki wanita idaman lain, bahkan tanpa rasa bersalah memberikan surat undangan padanya.

Entah kapan Abian mulai menyukai dan berpaling pada Vera yang merupakan teman masa kecilnya. Rumah mereka juga tidak terlalu jauh, hanya berkisar seratus meter saja.

"Gue jadi curiga, apa mereka menikah karena terjadi sebuah kecelakaan?" tebak Denia berusaha untuk mencairkan suasana.

"Kecelakaan apa maksud lo, De?" tanya Ghea sembari berpikir.

"Itu," ucap Denia, lalu menundukkan kepalanya dan mulai melanjutkan perkataannya dengan berbisik. "Bunting duluan," ucapnya pelan.

"Hmm ... bisa jadi begitu tuh!" Ghea mengiyakan. Hanya Nadira yang tidak setuju pada kedua sahabatnya, justru wanita itu mengatakan, "Kita gak boleh berprasangka buruk pada seseorang, meskipun dia sudah berbuat jahat." Sebuah sikap baik yang dimiliki Nadira, wanita itu juga bijaksana dalam menanggapi sesuatu atau masalah dalam hidupnya. Walaupun dalam urusan asmara, wanita berkulit putih tersebut tidak bisa mengontrol hati dan pikirannya.

Mereka kembali terdiam, perlahan Ghea dan Denia saling pandang satu sama lainnya. Kedua sahabat Nadira sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk menghibur wanita yang sedang patah hati itu.

"Lo mau ke mana, Nad?" tanya Ghea dan Denia secara bersamaan.

"Gue mau ke kelas, lagi pula gue tidak nafsu makan." Nadira menyahut singkat.

Perut yang awalnya lapar, mendadak kenyang waktu di kantin Nadira bertemu dengan Vera dan Abian bergandengan tangan. Bahkan mereka juga memberikan surat undangan padanya sembari tersenyum lebar.

"Coba saja lo tadi gak mencegah gue untuk menghajar Vera dan Abian waktu memberikan surat undangan. Sudah pasti hatiku lega, meskipun temanku akan bersikap seperti itu, lagian juga gue kesal melihat pasangan berdua itu. Bisa-bisanya juga si Abian terang-terangan ke kampus ini mengantarkan Vera, dan memberikan undangan pernikahan," protes Denia yang sedikit tomboi.

"Harusnya lo berterima kasih pada gue. Apa lo mau teman kita semakin banyak masalah karena lo? Hah? Lagi pula, kisah mereka tidak ada hubungannya dengan kita. Gue gak ingin dengan sikap lo itu semakin memperkeruh suasana." Ghea membela diri. Wanita satu ini memang pemikir, jadi tidak heran jika semuanya dipikir secara matang. Perihal sebab akibat yang akan terjadi setelah bertindak.

Denia masih tidak bisa menerima apa yang sudah dijelaskan Ghea. Wanita tomboi itu memilih untuk berdiri dan mengikuti Nadira ke kelas.

"Tunggu gue, De?" teriak Ghea, tapi sahabatnya masih tetap abai.

"Agak dipercepat jalannya, gue khawatir Nadira akan melakukan hal yang buruk," kata Denia mempercepat langkah kakinya.

"Lo tenang saja, Nadira tidak mungkin menganiaya dirinya sendiri." Ghea akhirnya bisa mengimbangi langkah kakinya bersama Denia.

Mereka bertiga memang satu kelas, mengambil jurusan pendidikan bahasa Indonesia di salah satu universitas negeri di kota Malang. Hari-hari mereka selalu dilalui bersama, mulai dari pertama kali mereka masuk ke kampus tersebut hingga sampai sekarang semester enam. Tidak terasa sudah tiga tahun lamanya mereka sudah bersama, melewati suka cita bersama dan saling curhat satu dengan yang lainnya.

Alih-alih Nadira ingin masuk ke kelas justru masuk ke dalam toilet. Dia ingin membersihkan wajahnya sebelum masuk kelas, wanita itu tidak ingin terlihat menyedihkan di depan teman-teman sekelasnya.

"Di mana Nadira?" tanya Denia ketika melihat ke sekeliling kelas tidak ada wajah sahabatnya.

Ghea mengedikkan bahu. "Harusnya dia sudah sampai dari tadi, apa jangan-jangan ...," ucap Ghea menggantungkan kalimatnya.

"Gak usah ngaco deh, Ghea!" Denia mulai menarik hidung Ghea yang memang mancung.

"Gak usah pegang-pegang," ujar Ghea menepis tangan Denia.

Mereka berdua keluar kelas untuk mencari keberadaan Nadira, kedua wanita itu tidak akan tenang sebelum mengetahui keadaan sahabatnya.

Sedangkan di toilet, Nadira masih melihat wajahnya di depan cermin. Setelah mencuci wajah menggunakan air serta facial wash yang selalu dibawa kemana-mana, tapi wajahnya tetap saja masih kusam.

Dia mengambil bedak yang ada dalam tasnya, lalu merias dengan tipis.

"Sudah lebih mending dari pada yang tadi," ucap Nadira masih menatap wajahnya di cermin.

Wanita itu mulai menarik napas panjang, lalu mengeluarkan secara perlahan.

"Lo pasti bisa menjalani semua ini, Nad! Lo harus kuat, jangan terlihat lemah." Nadira mulai menyemangati diri sendiri.

Wanita itu mulai membenahi jilbab berwarna cream agar terlihat lebih rapi, tapi siapa sangka sebuah suara membuat Nadira terkejut.

"Maafin gue ya, Nad! Gue juga gak nyangka kalau Abian akhirnya lebih memilih gue," ucap wanita yang selama ini dianggap baik oleh Nadira.

"Gue gak butuh permintaan maaf dari lo, Vera. Gue gak nyangka saja lo ternyata penghianat. Setidaknya gue tahu lo, teman yang suka menusuk dari belakang." Nadira berbicara santai.

"Wah ... ternyata lo peka juga ya. Sudah tidak polos lagi seperti kemarin-kemarin. Gue kira, lo bakalan selamanya menjadi wanita g*bl*k," hina Vera sembari tertawa.

"Plak!" Sebuah tangan melayang ke pipi kanan Vera, hingga membuat wanita itu berhenti tertawa.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nur Hayati
Sabar ya Nad, kamu pasti mendapatkan yang lebih baik dari pada mantan tunanganmu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status