Bagian 17"Diana, Mas tahu, kamu tidak akan mungkin percaya jika kata-kata itu keluar dari mulut Mas. Mas harap kamu percaya setelah mendengar rekaman suara itu," kata Papa."Masa bodo, sudah terlambat! Kemana saja selama ini?" ketus Mama."Ma, tolong buka hati Mama buat aku dan Papa. Kami butuh Mama." Aku menangkupkan kedua tangan. Berharap mendapatkan maaf dari wanita yang telah melahirkanku itu."Apa yang dikatakan Mama itu ternyata benar. Ibu mertua memang sangat jahat. Bodohnya, aku tidak mengetahui semua itu. Ternyata ibu mertuaku lah yang telah menyebabkan Mama sama Papa berpisah. Aku mohon maafin aku, Ma." Air mata tidak bisa lagi kutahan, mengalir begitu saja dari kelopak mataku."Ma, silakan hukum aku, pukul dan maki-maki. Aku rela, Ma, asalkan Mama mau maafin kesalahan aku.""Diana, tolong maafin Mas juga, ya! Selama ini Mas sudah berusaha menjelaskan bahwa Mas hanya dijebak oleh wanita itu. Tapi kamu tidak mau percaya.""Ma, lihat pipiku, Ma, ini adalah bekas tamparan dari
Bagian 18"Mama beneran sudah maafin aku, kan?" Aku kembali bertanya setelah Mama melepas pelukannya.Mama tersenyum, senyuman yang sudah lama tidak kulihat dan sangat kurindukan. "Iya, Sayang!"Aku kembali memeluknya, rasanya aku bahagia sekali hari ini."Kamu juga maafin Mas kan Diana?" tanya Papa.Mama melepas pelukannya, lalu menoleh pada Papa. "Aku memang sudah maafin Mira, tapi tidak denganmu, Mas. Aku tidak bisa menerima pengkhianatanmu," ucap Mama dengan tegas."Ma, aku mohon, maafin Papa juga ya. Papa enggak salah, Ma. Ibu mertua yang sudah merencanakan semua itu.""Kamu tidak tahu, Mir! Kelihatannya aja papamu ini baik, namun nyatanya hatinya busuk. Dia itu tukang selingkuh!" Mama mengarahkan jari telunjuknya ke arah Papa. "Kelakuannya sama dengan Hanif, suamimu," ucap Mama lagi."Diana, harus berapa kali Mas katakan, Mas tidak pernah selingkuh. Mas dijebak!" Papa membela diri."Mana ada maling yang mau ngaku, kalau ngaku penjara bakalan penuh," sahut Mama tidak mau kalah.
Bagian 19"Mama yakin mau turun tangan menghadapi mertuaku yang jahat bin licik itu?" tanyaku, ragu."Yakin! Biar dia tahu siapa Mama. Selama ini dia sudah membuat Mama menderita. Memisahkan Papa dan Mama, juga menghancurkan pernikahan Mama dan Papa. Sekarang dia mau nyakitin anak Mama? Oh, tidak bisa!""Mama 'kan lagi sakit, lebih baik Mama istirahat saja, aku masih bisa menghadapinya, Ma." Aku meyakinkan Mama."Wanita jahat itu bukan lawan yang sebanding untukmu, Nak. Dia itu bagaikan ular berbisa yang bisa membunuh mangsanya kapan saja. Jika tidak berhati-hati, bisa-bisa kita akan terkena racunnya yang berbisa itu. Kamu fokus saja membalas suamimu dan wanita selingkuhannya itu. Biar Mama yang berhadapan dengan ibu mertuamu."Aku mengangguk, menyetujui ucapan Mama."Tante, maaf sebelumnya. Bukannya mau sok mengajari, tapi balas dendam itu tidak bagus, bahkan tidak dianjurkan dalam agama kita. Allah menyuruh kita untuk menyerahkan segala urusan hanya kepada-Nya. Memaafkan orang yang
Bagian 20"Mir, kamu kenapa? Mama perhatikan kok' wajahmu tidak seceria tadi? Ada masalah lagi?" tanya Mama saat menghampiriku yang sedang duduk di sofa ruang tengah.Aku menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan."Mas Hanif mau nikah lagi, Ma!" Mama menutup mulutnya, mungkin ia tidak percaya dengan apa yang aku ucapkan."Serius? Kamu dapat informasi dari siapa?""Bi Inah, asisten rumah tanggaku, Ma!""Benar-benar keterlaluan, ya! Terus, apa yang akan kamu lakukan sekarang?""Aku akan mendatangi acara pernikahan mereka, Ma, aku akan kasih kejutan untuk mereka.""Kamu mau ngapain di sana? Mau membatalkan pernikahan mereka? Atau mau melabrak wanita itu, menghajar lalu memaki-makinya?" "Aku tidak se bar-bar itu, Ma. Aku tidak suka membalas dengan cara yang bar-bar. Jika ada cara yang lebih elegan, kenapa tidak?"Mama sepertinya bingung dengan apa yang aku maksud. Tapi aku sudah merencanakan sesuatu untuk mereka berdua."Ma, aku pulang dulu, ya! Setelah urusanku selesai, aku ak
Bagian 21Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh, akhirnya aku dan Mama tiba di lokasi yang dikirimkan oleh Papa.Aku memarkirkan mobil sedikit lebih jauh dari lokasi tersebut agar mereka tidak mengetahui kedatanganku.Mama segera turun begitu aku memarkirkan mobil. Mama tidak mau menunggu di dalam mobil, beliau ingin ikut denganku.Aku dan Mama sempat bingung karena tidak tahu rumah mana yang akan kami tuju. Tidak ada tanda-tanda kalau di sekitar tempat itu sedang ada resepsi atau pesta pernikahan."Mir, kok' enggak ada apa-apa di sekitar sini? Apa jangan-jangan papamu salah kasih alamat ya?" tanya Mama."Bentar, Ma, aku cek dulu."Setelah aku cek, itu memang benar alamat yang dikirimkan Papa. Tapi kenapa sepi sekali di tempat ini?Aku pun segera menghubungi Papa untuk menanyakannya."Halo, assalamualaikum, Mir," sapa Papa di seberang telepon."Waalaikumsalam, Pa! Apa orang suruhan Papa tidak salah mengirimkan lokasinya? Aku dan Mama sudah tiba di lokasi yang papa kirimkan, ta
Bagian 22POV HanifBaru saja aku hendak melaksanakan ritual malam pertama bersama Sofia, wanita yang baru kunikahi tadi pagi, tiba-tiba ponselku berdering. Padahal aku sudah tidak sabar ingin segera menunaikan kewajibanku sebagai seorang suami. "Siapa sih yang nelpon malam-malam begini? Ganggu deh! Apa dia enggak tahu apa malam pertama kita," ucap Sofia sambil mengerucutkan bibirnya. Sofia sudah mengganti baju kebaya yang dikenakannya tadi saat kami melangsungkan akad nikah. Kini ia mengenakan lingerie warna merah menyala, dan sekarang sedang duduk di atas ranjang, di atas sprei warna putih yang ditaburi dengan kelopak bunga mawar, menanti diriku.Ah, aku makin gemas saja melihatnya. Rasanya sudah tidak sabar ingin segera membawanya terbang, melayang ke langit yang ketujuh."Sabar, Sayang! Bentar Mas cek dulu.""Buruan dong, Mas, aku udah enggak sabar, nih! Ayo dong!""Duh! Isteri Mas udah gak tahan sepertinya," godaku sambil mengedipkan mata padanya."Ya iya dong, Mas! Ini 'kan mal
Bagian 23"Akhirnya kamu datang juga, Nak! Asal kamu tahu, orang-orang itu mengusir paksa kami dari rumah. Begitu kami tiba, baju-baju kami langsung dikeluarkan dan kami disuruh pergi meninggalkan rumah ini. Ibu mau kamu hajar mereka. Kasih mereka pelajaran," ucap Ibu sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah kedua orang lelaki yang sedang berdiri persis di depan pintu utama.Seketika nyaliku menciut saat menatap kedua lelaki berbadan tegap dan berotot tersebut. Mana mungkin aku bisa melawan kedua orang itu? Bisa-bisa aku yang akan babak belur duluan."Hanif! Ayo bertindak. Jangan diam saja," bentak Ibu. Ibu pikir aku ini petinju apa? Ilmu beladiri saja aku tidak punya."Hanif, tunjukkan bahwa kamu bisa menghadapi mereka. Usir mereka. Kamu adalah anak kebanggaan ibu. Kamu pasti bisa. Ibu tidak mau diusir dari rumah ini. Ibu tidak rela. Ayo Hanif, lakukan sesuatu!" Ibu terus saja mendesakku."Iya, Bu, aku akan menghadapi mereka," ucapku walaupun aku sendiri ragu."Mas, kamu yakin?" So
Bagian 24"Kamu tidak usah menakut-nakuti ibu dan Hanif, Nuni! Simpan omong kosongmu itu. Ibu sedang tidak ingin mendengarnya," bentak Ibu."Aku tahu, bukannya Ibu tidak ingin mendengarnya, hanya saja Ibu takut, kan? Takut jika omonganku ternyata benar.""Mbak, bisa diam enggak sih? Apa yang dikatakan oleh Ibu itu benar, jangan memperkeruh suasana," sahut Sofia."Kamu bilang apa barusan, Sofia? Kamu nyuruh Mbak buat diam? Berani sekali kamu! Ini semua tidak akan terjadi jika kamu tidak hadir dalam kehidupan Hanif. Asal kamu tahu, kamu lah penyebab semua ini," balas Mbak Nuni, tidak mau kalah."Kenapa Mbak jadi nyalahin aku?" Justru Mbak dan Ibu yang salah. Gara-gara kalian, malam pertamaku jadi gagal. Kalian puas?""Kenapa kamu jadi nyalahin kami? Jika tidak ada hal penting, tidak mungkin Ibu meminta bantuan pada Hanif. Jadi mantu kok' enggak tahu diri bangat sih.""Dalam situasi seperti ini masih saja membahas malam pertama. Padahal udah hamil duluan, sok-sokan mau melaksanakan ritua