Bagian 35"Mira, maksud kamu apa? Kenapa kamu ingin memenjarakan Mas? Dan kenapa juga kamu membahas soal malam pertama segala? Dari mana kamu mengetahui semua itu?""Aku mengetahui semua tentang kalian, Mas. Kalian belum sempat melaksanakan ritual malam pertama seperti yang diidamkan oleh wanita ini, kan?" Aku mengarahkan jari telunjuk ke arah wanita yang masih diam membisu seperti patung itu."Kasihan sekali ya, pasangan pengantin baru tapi belum pernah tidur bareng. Malam pertama yang sudah kalian rencanakan sedemikian rupa harus batal. Ops, aku lupa, kalian 'kan sudah sering tidur bareng. Bahkan wanita itu sudah hamil duluan." Aku menutup mulut dengan telapak tangan, menunjukkan ekspresi keceplosan, padahal aku sengaja mengatakannya.Kali ini wanita itu mengangkat wajahnya, menatapku dengan tatapan tajam. Tapi tetap saja diam tanpa kata, tidak berbicara sepatah katapun."Kenapa? Enggak terima? Mau marah? Apa yang aku katakan fakta loh, kamu enggak usah menatapku seperti itu! Aku ta
Bagian 36"Enggak usah bersandiwara lagi di depanku. Aku sudah tahu kalau kamu lah sebenarnya yang mencuri mobilku. Mobilku tidak hilang, melainkan kamu berikan pada gundikmu ini, iya 'kan? Aku ingin lihat, apakah kamu masih bisa mengelak setelah aku menunjukkan buktinya? Aku yakin kamu akan bungkam setelah aku memperlihatkan bukti padamu. Tapi tunggu dulu, biar polisi yang akan menjelaskannya, soalnya semua bukti sudah aku serahkan ke kantor polisi.""Jika kamu berani memenjarakan Hanif, jangan harap bisa selamat dari Ibu, Mira," ancam ibu mertua."Zamila, bukankah sudah aku peringatkan agar kamu jangan ikut campur? Jangan sampai aku menyumpal mulutmu itu dengan lakban. Kamu terlalu banyak bicara, Zamila!""Diam kamu Diana. Aku tidak bisa melihat Mira terus menerus menghina dan memojokkan Hanif. Mira, asal kamu tahu, Ibu merestui pernikahan Hanif dan Sofia karena ibu kecewa padamu. Kamu telah menipu Ibu dengan memberikan hadiah berlian palsu kepada ibu. Kamu telah membuat Ibu diperma
Bagian 37Dua orang lelaki berseragam polisi turun dari mobil, lalu menghampiri kami. Demikian juga dengan Papa, ikut bergabung bersama kami setelah beliau memarkirkan mobilnya.Salah satu dari polisi tersebut memberikan sebuah amplop berwarna coklat kepadaku, lalu aku segera memberikan amplop itu kepada Mas Hanif. Mas Hanif pun segera membuka dan membacanya.Mas Hanif menggeleng saat membaca isi surat tersebut. Ya iyalah, itu adalah surat perintah penangkapan. Mas Hanif menatapku sekilas, lalu beralih menatap wanita itu.Ya, aku melaporkan mereka berdua, bukan cuma salah seorang saja. Biar mereka bisa sama-sama terus sampai ke penjara sekalipun."Ini tidak benar, Pak. Saya tidak mencuri mobil itu. Itu mobil istri saya, jadi saya juga berhak memakainya." Mas Hanif membantah tuduhan tersebut."Silakan ikut kami ke kantor, Pak. Jelaskan di kantor nantinya, mari!""Mira, tolong jangan lakukan ini pada mas. Tolong cabut laporannya. Mas tidak salah, Mira!" Mas Hanif terus berontak, sementa
Bagian 38What? Beliau masih berani meminta uang padaku? Aku hanya geleng-geleng kepala melihatnya. "Zamila, kamu pikir Mira akan memberimu uang setelah apa yang kamu dan anakmu lakukan padanya? Kamu ini masih waras, kan? Jangan harap permintaanmu akan dikabulkannya oleh Mira. Ah, sudahlah! Diana, Mira, ayo kita ke dalam, kita tinggalkan saja mereka. Terserah mereka mau pergi atau mau tetap berada di sini, yang jelas kita tidak usah peduli lagi sama mereka. Lebih baik kita membahas rencana pernikahan Papa sama Mama." "Kalian mau menikah lagi? Enggak salah? Lukman, kamu tahu sendiri 'kan kalau Diana ini seorang pelacur? Kamu yakin masih mau kembali padanya? Dan kamu Diana, Lukman ini lelaki buaya. Kamu masih mau kembali bersama lelaki yang suka mempermainkan wanita? Kalian berdua benar-benar bodoh." "Tutup mulutmu, Zamila. Aku dan Diana tidak seperti yang kamu tuduhkan. Semua yang terjadi adalah ulahmu. Kamu lah dalang di balik hancurnya rumah tanggaku dengan Diana. Aku benar-benar
POV SofiaSemua harapan dan impianku pupus sudah. Impian untuk menjadi orang kaya, hidup enak dan bergelimang harta kandas sudah. Nyatanya kini aku malah mendekam di balik jeruji besi. Sungguh miris! Apalagi saat ini kondisiku sedang hamil muda. Benar-benar apes!Namaku Sofia Anindya, usiaku masih sangat muda, yaitu 20 tahun kurang dua bulan. Aku tinggal di desa Beruas, sebuah desa yang terletak di kabupaten Bangka Barat.Aku tinggal bersama Nenek Asih, orang yang sudah merawatku dari kecil, yang merupakan Ibu dari ayahku. Kedua orang tuaku sudah meninggal. Ayah meninggal saat aku masih duduk di kelas empat SD. Tiga bulan setelah Ayah meninggal, Ibu pun menyusul Ayah. Akhirnya Nenek lah yang mengasuhku.Aku hanya bersekolah sampai lulus SD karena Nenek tidak punya biaya untuk menyekolahkanku. Jangankan untuk biaya sekolah, untuk makan sehari-hari saja pas-pasan.Sejak kecil, aku bercita-cita untuk menjadi orang kaya. Ingin hidup nyaman, makan enak setiap hari dan punya baju-baju bagus.
Akhirnya aku nekat mengabaikan nasihat Nenek. Diam-diam saat Nenek sedang di kebun, aku mencuri uang tabungannya untuk ongkos ke kota. Kesempatan tidak datang dua kali, pikirku.Jarak dari kampungku ke kota memakan waktu tiga jam. Aku menaiki mobil travel untuk mencapai tempat tujuan. Aku menikmati perjalanan sambil melihat pemandangan dari kaca jendela mobil. Di sepanjang jalan banyak ditumbuhi pohon karet dan pohon kelapa sawit. Tak terasa, akhirnya mobil travel yang aku tumpangi ternyata sudah tiba di kota Pangkalpinang. 'Negeri Serumpun Sebalai', merupakan semboyan dari kota Pangkalpinang, kepulauan Bangka Belitung.Ah, rasanya aku sudah tidak sabar, ingin segera tiba di rumah Tante Zamila.Mobil travel yang aku tumpangi ternyata mengantar penumpang sampai ke tujuan. Tinggal menambah ongkos sedikit, maka mobil tersebut akan mengantar sampai ke alamat yang dituju. Dengan demikian, aku tidak perlu repot-repot untuk mencari alamat Tante Zamila karena sang sopir sudah hafal betul den
Hubunganku dan Mas Hanif semakin lama semakin jauh. Bahkan aku rela memberikan mahkotaku yang paling berharga, yang selama ini aku jaga untuknya karena Mas Hanif berjanji akan menikahiku. Satu-satunya harta paling berharga yang aku miliki, yang merupakan kehormatan bagi setiap wanita telah kupersembahkan untuknya. Aku ikhlas dan tidak pernah menyesal telah menyerahkan mahkotaku padanya, karena aku yakin Mas Hanif akan menikahiku.Dan apa yang telah aku korbankan padanya, tentunya tidak cuma-cuma. Aku meminta hadiah mobil atas apa yang telah aku korbankan untuknya. Keesokan harinya, sebuah mobil yang sudah lama aku idam-idamkan telah terparkir sempurna di depan kontrakanku. Mas Hanif benar-benar memenuhi janjinya. Walaupun bukan mobil baru, tapi aku senang sekali. Mas Hanif mulai mengajariku mengendara mobil. Dalam waktu singkat, aku sudah bisa mengendarai mobil pemberiannya. Hebat, bukan?Biasanya sehabis mengajarimu menyetir, Mas Hanif akan meminta jatah padaku. Dan aku akan melay
"Aku hamil, Mas!" ucapku kepada Mas Hanif setelah kami selesai berkencan di rumah kontrakanku."Aku minta nikahi aku secepatnya. Kamu harus bertanggungjawab, Mas!""Kamu beneran hamil?" tanyanya, ragu."Iya." Aku pun mengambil alat sholat kehamilan yang kusimpan di laci meja dan menyerahkan padanya.Mas Hanif terlihat santai dan biasa saja. Ia meletakkan kembali tes pack tersebut di atas meja yang berada di sisi ranjang."Apa kamu akan lari dari tanggung jawab, Mas?" Aku mulai terisak, membayangkan kenyataan buruk yang akan terjadi padaku."Tidak, Sofia. Mas tidak akan lari. Mas akan menikahimu secepatnya.""Sungguh?"Aku begitu senang mendengarnya. Keraguanku terjawab sudah. Mas Hanif akan menjadi suamiku."Iya, Sofia, sungguh. Mas cuma terkejut. Mas tidak mengira kalau kamu bisa hamil secepat ini. Ternyata Mas masih tokcer. Dan sekarang terbukti bahwa istri Mas lah yang mandul," ucapnya, lalu mengecup keningku."Iya dong, Mas. Dia itu sudah tua dan hampir kadaluarsa. Sedangkan aku m