Share

bab 9

Author: Ana Battosai
last update Huling Na-update: 2024-11-15 22:51:43

Ketika hati sudah memutuskan siap untuk menikah, sudah seharusnya tahu apa yang akan terjadi. Bagaimana pun takdirnya, jalani dengan ikhlas. Lalu, ketika ada sebuah kesalahpahaman, runding kan dengan pasangan untuk mencari jalan keluar terbaik agar tidak terjadi perpecahan apalagi sampai terjadinya sebuah perceraian. Redam ego yang ada pada diri sendiri, niscaya semuanya akan kembali berseri.

Aku bahkan masih tidak percaya ketika Evan mampu meredam emosi yang tadi sempat naik. Lelaki itu dengan santai juga lembut menenangkan amarahku yang sedang bergejolak. Dan kini, kami sedang duduk bersisian, kepalaku bersandar mesra di bahunya. Entah ada dorongan dari mana datangnya, hati kecilku sedang ingin manja pada suamiku. Iya, suamiku. Aku sudah mulai mengakui Evan sebagai suami. Laki-laki yang pantas mendapatkan segalanya dariku.

Setengah berbisik, Evan mengajakku untuk salat. Katanya salat bisa meredam emosi yang ada di hati. Aku percaya itu, karena guru di sekolah pun mengatakan jika sedang emosi ada tiga hal yang harus dilakukan. Pertama, ketika kita marah dalam posisi berdiri, maka duduklah. Jika setelah duduk masih marah, maka tidurlah. Tapi ketika sudah tiduran masih juga ingin marah, maka ambillah wudu lalu salatlah. Karena hanya dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tenang.

Aku menurut saja. Lalu mengambil air wudu, mengenakan mukena lalu berdiri di belakangnya sebagai makmum. Aku menurut bukan takut pada Evan, tapi takut akan murka Allah juga marahnya Evan. Evan sekarang bukan lagi bocah tengil di mataku, dia kini suamiku yang harus aku patuhi semua perintahnya, selama apa yang diucapkannya tidak melanggar aturan agama.

Usai salat, kami memilih duduk di sofa. Menikmati pemandangan malam dari lantai 30. Tangan kiri Evan berada di bahuku, sementara jari tangan kanannya memainkan jariku yang bertumpu di pangkuan. Sesekali Evan mencium rambut juga kening, membuatku nyaman dan enggan membantah semua perlakuan manis itu. Bagaimana pun, sudah hal yang lumrah, bukan?

“Tidur, yuk, Mbak? Aku ngantuk,” ucap Evan sambil melepaskan rangkulan. Aku menurut saat dirinya menggandeng tanganku berjalan menuju tempat tidur.

Disibaknya selimut, lalu mempersilakan padaku untuk rebahan terlebih dulu. Disusul dirinya di sebelahku.

Posisi tidur kami miring, tapi saling berhadapan. Mata kami beradu dalam jarak yang sangat dekat, membuat suasana menjadi canggung. Ditambah cahaya lampu yang sengaja dibuat remang-remang membuat suasananya terasa aneh. Aku merasa merinding saat tangan Evan membelai kepala juga pipi, lalu jemarinya mengusap bibir.

“Mbak, cantik!” puji Evan sambil tersenyum. Aku hanya bisa membalas senyumannya tanpa bisa membalas pujiannya. Biasanya aku akan memaki Evan jika dia berani menggombal, tapi sekarang, aku justru menikmati kata-kata manisnya.

“Istriku yang cantik!” Evan kembali memuji dengan suara yang terdengar parau. Sepertinya ia hanyut dalam suasana mesra ini. Dan harus aku akui, aku pun sama.

“Suamiku juga ganteng!” Aku membalas pujiannya. Sikap dan perlakuan Evan membuatku kehilangan kata-kata kasar yang biasa aku lontarkan jika ia sedang menggombal.

Evan hanya tersenyum mendengar aku memujinya. Tangan Evan masih saja aktif membelai area kepala dan wajahku, membuat syaraf di tubuhku lemah dan menikmati sentuhan itu. “Aku janji bakal bikin Mbak bahagia. Percaya sama aku.”

“Aku menunggu dengan tidak sabar semua janji itu dibuktikan, Van,” ucapku.

“Akan aku buktikan.” Suara Evan terdengar semakin parau, tatapan matanya semakin tajam seolah-olah masuk ke dalam sukma. Evan menggeser posisi tidurnya agar semakin dekat tanpa jarak dengan tubuhku, sampai aku bisa merasakan helaan nafasnya saat berembus mengenai wajah.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Turun Ranjang: Diceraikan Abangnya, Diratukan Adiknya   teror lagi

    Cepat-cepat aku masuk kamar dan mengunci pintu. Cara menatap Denis padaku dan cara bicaranya membuatku ingin lari. Entah lah. Apa karena aku pernah menjadi istrinya sehingga aku bisa membaca pikiran Denis meski hanya dari gesture tubuhnya.Aku mencoba menguasai diri, tapi mataku tiba-tiba tertuju pada sebuah kotak berwarna merah yang tergeletak di atas kasur. Aku lantas berjalan mendekati untuk mengambil benda itu.“Ini apa?” Batinku bertanya-tanya. Siapa pengirim kotak ini. Tidak ada nama pengirimnya dan di tutup kotak itu hanya ada sebuah tulisan ‘Untuk Ana '!Kotak ini untukku? Dari siapa? Jangan-jangan ini kado dari Evan? Duh, kok dia jadi romantis begini, sih?Tunggu dulu! Kalau misalkan ini dari Evan, kenapa dia tidak memberitahu lebih dulu. Tapi jika bukan dari Evan, lalu dari siapa? Masa Denis. Ini tidak mungkin!Karena penasaran, aku lantas membuka kotak itu. Mataku terbelalak saat melihat isinya.Di dalam kotak itu terdapat sepuluh lembar fotoku. Foto yang sengaja diambil ba

  • Turun Ranjang: Diceraikan Abangnya, Diratukan Adiknya   aneh

    Aku hendak memejamkan mata, karena hawa dingin kamar ini membuatku ingin segera tidur nyenyak. Tapi mataku kembali segar saat melihat Caca ke luar dari kamar mandi. Gadis bermata sipit itu terlihat manis dengan balutan bathrobe berwarna merah muda.“Buset, nyonya. Bisa lebih lama lagi, nggak, mandinya?” tanya Dea setengah emosi. Gadis itu langsung duduk di sisi ranjang saat Caca berjalan santai dan duduk di meja riasnya.Tangan Caca membuka handuk yang menutupi rambutnya yang basah, lalu mengeringkannya dengan hair dryer.“Ya ampun, Dea. Ini termasuk mandi gue yang paling cepet, tau!”“What the fu*k!” Dea sudah terlihat kesal.Bagaimana tidak, di antara kami bertiga, hanya Dea yang tidak terlalu suka membuang waktu. Dia termasuk gadis yang paling pandai memanfaatkan waktu dan selalu tepat waktu.Caca tidak menimpali ucapan Dea. Dia dengan santai mengeringkan rambutnya.“ih, udah, deh. Jangan pada berantem. Lagian hal sepele begini kan emang sering kejadian.”Tepatnya bukan sering. Ini

  • Turun Ranjang: Diceraikan Abangnya, Diratukan Adiknya   aku takut setan

    Tidak ada yang berubah dari rumah Caca sejak terakhir kali aku mampir di rumahnya saat masih SMA dulu. Caca adalah penyelamat isi perutku. Gadis itu selalu membawa bekal makan lebih banyak yang separuhnya diberikan padaku. Aku yang saat itu tidak mampu untuk membawa uang jajan, apalagi membawa bekal makanan karena bapak harus fokus membiayai pengobatan ibu yang sedang sakit. Aku bisa bersekolah dengan bantuan beasiswa saja sudah sangat bersyukur, karena tujuanku sekolah saat itu hanya satu. Lulus dengan baik.Tapi Alhamdulillah, Allah maha baik sehingga memberikan aku dua sahabat yang luar biasa mulia. Tidak pernah memandangku sebelah mata hanya karena aku bukan dari kalangan orang kaya, tapi Dea dan Caca benar-benar merangkulku sebagai sahabat yang baik.Rumah berlantai tiga dengan pagar pembatas yang tinggi menjulang. Orang tua Caca adalah pengusaha hebat di bidang properti dan sukses karena sudah memiliki beberapa cabang di beberapa kota. Tidak heran jika rumah orang tua Caca terli

  • Turun Ranjang: Diceraikan Abangnya, Diratukan Adiknya   nasi goreng bumbu cinta

    Malam yang kami lalui masih sama. Kali ini, tanpa aku yang melakukan, Evan sudah melakukannya lebih dulu. Meletakkan bantal guling sebagai pembatas tidur kami. Sejak malam pertama di hotel waktu itu, aku sudah mengawali ini dan sekarang Evan yang melakukannya. Tapi kali ini, entah kenapa hatiku terasa sakit. Aku merasa sakit melihat kerelaan Evan menjalani rumah tangga ini. Aku sakit karena telah menyiksa batinnya selama ini. Dan aku sekarang bingung bagaimana menyudahi ini semua, aku ingin hidup sebagai pasangan suami istri yang normal. Aku ingin bebas bergelayutan manja padanya, memeluk dan menciumnya dengan semauku dan kapan pun aku mau. Aku ingin merasakan sentuhannya setiap saat dia ingin. Aku inginkan itu, sungguh!Aku menoleh ke arah Evan yang sudah terlelap, terdengar dengkuran halus lolos dari bibirnya. Bulu-bulu halus mulai tumbuh di sekitar kumis dan jambangnya karena beberapa hari belakangan ini Evan terlalu sibuk dan belum sempat bercukur. Wajahnya yang putih terlihat sed

  • Turun Ranjang: Diceraikan Abangnya, Diratukan Adiknya   malu tapi mau

    “Hhaaahhh ....” Aku hanya bisa mengela napas panjang. Ada sedikit rasa yang mengganjal di hatiku. Setiap detik dan hari yang aku lalui, selalu dipenuhi rasa bersalah karena membiarkan Evan begitu saja. Entah bagaimana keadaan Evan saat dirinya menahan luapan biologisnya yang sudah seharusnya segera tersalurkan. Tapi ia justru kuat menahannya dan tidak menunjukkan gejala aneh atau apa lah.“Van, aku minta maaf!” seruku lirih.Aku jongkok, mengusap kotak itu. Tapi bergegas kembali berdiri lagi, takut jika aku sampai tergoda dan mengenakan baju seksi itu. Lekas aku mengambil daster selutut dan pakaian dalam.Pintu lemari aku tutup kembali, meletakkan pakaian yang sudah aku pilih di kasur. Tanganku membuka handuk dan ....“Aargghh!” Evan berdiri di ambang pintu dan berteriak. Kedua tangannya menutupi wajah. Sontak, aku yang terlambat sadar ikut berteriak kencang sambil kembali menutupi tubuh dengan handuk.“Aduh, Mbak. Aku minta maaf. Sumpah, deh, aku nggak liat apa-apa!” seru Evan sambil

  • Turun Ranjang: Diceraikan Abangnya, Diratukan Adiknya   malu

    Evan tidak merasa bahwa dia meminta Denis untuk menjemputku, sementara tadi Denis bilang kalau dia disuruh Evan buat jemput aku.Siapa di antara mereka yang sedang berbohong dan siapa yang berkata benar? Meski tanpa bertanya pada mereka, aku sudah pasti menemukan jawabannya. Denis yang berbohong, karena hati kecilku berkata jika Evan berbicara jujur. Lagi pula, selama ini Evan tidak pernah berbohong padaku. Dia pun tidak pernah terlihat menyembunyikan sesuatu dariku. Entah, sih. Untuk saat ini, aku bisa merasakan jika Evan adalah laki-laki jujur dan Denis tidak.Aku tidak banyak bertanya tentang kejanggalan tadi pada Evan. Yang jelas, untuk saat ini dan seterusnya, aku harus lebih hati-hati ketika berhadapan dengan Denis. Laki-laki itu terlalu licik dan berbahaya. Apa lagi status Denis adalah mantan suami, tidak menutup kemungkinan jika di hatinya masih ada perasaan yang entah apa bentuknya padaku.Yang pasti, aku harus jauh-jauh dari Denis.Sikap Lilis pada Denis sampai detik ini mas

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status