Turun Ranjang: Diceraikan Abangnya, Diratukan Adiknya

Turun Ranjang: Diceraikan Abangnya, Diratukan Adiknya

last updateLast Updated : 2024-12-30
By:  Ana Battosai Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
32Chapters
306views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Perceraian ini justru membuatku seperti memakan buah simalakama. Setelah bercerai, aku justru harus menikah dengan adik mantanku. Satu rumah pula. Apa aku sedang bermimpi saat panas tinggi?

View More

Chapter 1

bab 1

Bab. 1

“Jangan menolak lamaranku, Mbak atau aku akan berbuat nekad!”

Lelaki dengan tinggi badan 180 CM dan manik mata cokelat itu menatap tajam. Ia lalu berdiri dan melangkah mendekat. Tatapannya seolah menghipnotis, membuat tubuhku kaku dan sama sekali tidak bisa digerakkan.

“K-kamu jangan bercanda, Evan!” seruku agak sedikit takut. Takut jika lelaki ini berani melancarkan aksinya seperti apa yang barusan ia katakan.

“Mbak sudah cukup kenal seperti apa watakku, bukan?” Kini kedua tangannya memegang pegangan kursi yang aku duduki, mengurungku dengan lengannya yang kekar. Pandangan kami beradu. Ya ... bisa aku rasakan jika Evan sedang tidak bercanda sekarang. 

Aku menutup mata menghindari tatapan matanya yang serasa menusuk pupil. Aku tidak bisa berkutik sekarang, yang ada dalam pikiranku adalah bagaimana memikirkan agar bisa terbebas dari situasi menjijikkan seperti ini.

“Aku tidak menerima penolakan! Mbak, harus mau menikah denganku!” Suaranya kembali menggema masuk ke dalam telingaku. Mataku membola dan menatapnya tajam.

“Van ... a-aku ....”

“Aku tidak menerima penolakan!” serunya penuh ketegasan. Lelaki itu menegakkan badannya, sambil kedua tangannya membuka resleting jaket. Pakaian yang terbuat dari kulit sapi itu dilemparnya sembarangan, lalu setelah itu, ia membuka kancing kemejanya.

“Aku tidak bisa menikah dengan kamu, Van!” seruku lagi. Kami sedang makan siang di sebuah restoran mewah dan Evan memesan sebuah ruangan VVIP yang hanya ada aku dan dirinya.

“Tidak ada yang salah, bukan, jika aku mencintai, Mbak. Toh, Mbak bukan istri kakakku lagi. Jadi, aku bebas, dong nikah sama Mbak!” Evan menghentikan aktivitas membuka kancing baju miliknya, tangannya kini menyentuh pipiku lembut. Matanya menatap sayu, membuatku semakin terhipnotis dan tidak bisa berpaling. Terlebih saat bibir itu menyentuh bibirku secara mendadak, membuatku semakin larut dalam permainan yang memabukkan ini.

Gila! Ini benar-benar gila!

Evan adalah adik dari Denis-mantan suamiku. Kami bertemu kembali setelah dua tahun tidak berjumpa pada saat menghadiri acara rapat di pusat kota Jakarta, dalam peluncuran produk baru yang sedang diadakan oleh perusahaan tempat Evan bekerja. Awalnya aku tidak mengenali Evan yang kini tumbuh menjadi lelaki tampan dengan postur badan yang atletis, kekar dan memesona. Tapi pada akhirnya Evan-lah yang menarikku agar mengingat kembali masa lalu.

Usai acara kantor dan semua meninggalkan acara, Evan menahanku agar tetap tinggal di lobby, ia bersikeras ingin mengantarkan aku pulang. Aku pikir ia akan menerima penolakan dariku, tapi aku salah. Semakin aku menolak, semakin ia keras pada pendiriannya. Dengan terpaksa aku pulang diantar olehnya sampai rumah dan bertemu dengan bapak.

Ingatanku saat bertemu dengan Evan membuatku kembali sadar dan dengan segenap kekuatan mendorong dada itu kencang. Evan terjengkang dengan wajahnya yang terkejut.

“Kita nggak bisa kayak gini. Aku nggak mau nikah sama kamu!”

“Kenapa!” serunya dengan nada membentak. Lelaki itu lantas berdiri dan mencekal lenganku dengan kencang. Aku meringis kesakitan dan berusaha melepaskan cekalan itu. Sia-sia, tubuh kecilku bukan tandingan Evan yang memiliki badan bak binaragawan. Aku terdiam dengan wajah tertunduk, membiarkan Evan melakukan hal sesukanya padaku. Bahkan jika lelaki itu mau membunuhku di tempat ini, biarlah.

“Kenapa Mbak nggak mau nikah sama aku!” serunya lagi, tapi kalo ini nada bicaranya melemah, tidak seperti tadi yang membentak, seolah jantungku mau lepas.

Astaga! 

Ada satu hal yang sedikit aku lupa dari sosok lelaki ini. Meski Evan dan Denis adalah dua lelaki yang berbeda, akan tetapi, mereka tetaplah lelaki yang memiliki sifat egois dan keras kepala.

Aku menggigit bibir bawah, alasan apa yang akan aku berikan padanya supaya Evan mau melepaskan aku dan tidak mengejarku lagi. Aku lelah berlari dan ingin hidup seperti dulu, sebelum bertemu dengan Evan.

“Mbak nggak mau nikah sama aku, karena aku adik Mas Denis?” Aku mengangkat wajah, menerima tatapan mata Evan yang semakin sendu, membuatku merasa bersalah.

“B-bukan!”

“Lalu?”

“Karena kamu masih kecil!”

Astaga! Kenapa malah ngomongin itu!

“Mbak pikir aku anak kecil?”

“Kamu adik Denis, tentu masih kecil. Umur kamu aja di bawah aku,” ucapku dengan nada meledek. Perlahan Evan melepaskan cekalannya, bibir lelaki itu menyunggingkan senyuman sinis yang tidak bisa aku artikan.

“Mbak bilang aku anak kecil,” ucapnya sambil terus menatapku. Kali ini tatapannya berubah menyeramkan, persis lelaki mesum yang ingin melecehkan wanita. Eh.

“Aku anak kecil yang bisa bikin Mbak punya anak kecil!”

Evan berdiri tegap, tangannya membuka ikat pinggang dan tanpa ragu melepas kancing celananya. Resletingnya pun tak segan ia turunkan. Aku menutup mata, wajahku terasa panas menyaksikan adegan ini.

Ah, aku masih normal rupanya. Eh!

“Van, stop. Van. Aku cuma bercanda!” Aku berucap dengan kedua tangan menutup wajah. Lalu terdengar Evan tertawa terbahak-bahak.

Ck. Dasar bocah ingusan. Bisa-bisanya ia melakukan hal semesum ini padaku!

“Buka matamu, Mbak!” serunya.

Aku mengintip dari celah jari, benar saja, Evan sudah kembali duduk di hadapanku dan berpakaian seperti semula.

“Maaf, Van. Aku benar-benar belum ingin menikah.”

“Mbak masih trauma?” tanyanya pelan. Aku mengangguk. Kata-katanya benar, aku masih betah menyendiri karena rasa trauma dan luka di masa lalu bekas perbuatan Denis. Membuatku enggan berdekatan atau menjalin hubungan dengan lelaki manapun.

“Apa Mbak pikir, aku seperti Mas Denis?” Suara Evan merendah, tidak seperti tadi yang berapi-api, bahkan mengancam akan memperkosa. Sikapnya kali ini berhasil membuatku tenang dan nyaman untuk mengobrol.

“Aku tahu kamu tidak seperti Denis dan aku mohon kamu juga paham keadaan aku.”

“Aku janji akan bikin Mbak bahagia.”

“Denis pun dulu pernah mengucapkan kalimat itu. Tapi nyatanya, nol besar, Van.”

“Kasih aku kesempatan buat buktikan kalo aku bisa bikin Mbak bahagia.”

“Tapi, Van ....”

“Aku akan menunggu sampai Mbak siap.”

Lelaki itu mengeluarkan benda berbentuk hati lalu diserahkannya padaku.

“Diam-diam aku udah ketemu sama bapak. Beliau setuju kalo kita menikah!”

Aku terkejut. Lelaki tengil ini benar-benar pandai membuat kejutan. Tapi ... apa iya bapak bisa setuju begitu saja?

Setahuku dulu, Evan adalah anak yang baik. Tidak sekali pun ia membuat ulah atau pun mengajak teman wanitanya main ke rumah. Evan adalah lelaki periang, pandai, introver dan apa adanya. Sikapnya yang mudah bergaul membuatnya jadi banyak teman, bahkan tak jarang ia memiliki teman yang usianya lebih dewasa dari Denis. 

Tidak ada yang salah dalam diri Evan. Yang terjadi kali ini hanyalah sebuah keterkejutan dengan pertemuan secara tidak sengaja dan permintaan menikah yang terjadi begitu tiba-tiba. 

Lalu, apa yang harus aku lakukan.

Aku memandangi kotak cincin itu, Evan diam sambil terus memandangi wajahku. Senyum lelaki itu hilang, berganti ekspresi memohon agar diberikan kesempatan.

“Van ... maaf. Aku benar-benar nggak bisa.”

“Mbak. Kasih aku satu kesempatan. Kakakku memang brengsek, tapi itu dia. Bukan aku. Jangan menghakimi aku dengan masa lalumu.”

Tuhan ... kata-kata Evan benar.

“Aku belum siap, Van.”

“Mbak yang belum siap, atau memang Mbak yang nggak mau menikah dengan aku!”

“Van ... mengertilah.”

“Apa yang harus aku mengerti, Mbak. Apa aku salah kalo aku ingin membahagiakan wanita yang aku sayangi. Asal Mbak tahu, hati aku terluka dan sakit saat melihat Mbak pasrah disakiti sama Mas Denis!”

Lidahku kelu. Aku kehabisan kata-kata untuk menolak Evan. Kata-katanya selalu membuatku luluh dan ingin berlari juga berlindung dalam pelukannya.

“Aku sayang sama Mbak Ana. Kasih aku kesempatan untuk membahagiakanmu!”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
32 Chapters
bab 1
Bab. 1 “Jangan menolak lamaranku, Mbak atau aku akan berbuat nekad!” Lelaki dengan tinggi badan 180 CM dan manik mata cokelat itu menatap tajam. Ia lalu berdiri dan melangkah mendekat. Tatapannya seolah menghipnotis, membuat tubuhku kaku dan sama sekali tidak bisa digerakkan. “K-kamu jangan bercanda, Evan!” seruku agak sedikit takut. Takut jika lelaki ini berani melancarkan aksinya seperti apa yang barusan ia katakan. “Mbak sudah cukup kenal seperti apa watakku, bukan?” Kini kedua tangannya memegang pegangan kursi yang aku duduki, mengurungku dengan lengannya yang kekar. Pandangan kami beradu. Ya ... bisa aku rasakan jika Evan sedang tidak bercanda sekarang. Aku menutup mata menghindari tatapan matanya yang serasa menusuk pupil. Aku tidak bisa berkutik sekarang, yang ada dalam pikiranku adalah bagaimana memikirkan agar bisa terbebas dari situasi menjijikkan seperti ini. “Aku tidak menerima penolakan! Mbak, harus mau menikah denganku!” Suaranya kembali menggema masuk ke dalam te
last updateLast Updated : 2024-10-24
Read more
bab 2
Aku mematut diri di depan cermin. Polesan dari MUA yang dipesan Evan benar-benar kualitas jempol. Wajahku yang biasa saja disulap menjadi bidadari kesiangan yang menjadi pusat perhatian para undangan, terutama mantan suamiku, Denis. Seharian kami menjadi pusat perhatian tamu yang datang.Waktu seolah berlari dan menghilangkan rasa trauma, membuatku merasakan tenang dan dengan mudah menjawab ‘iya pada Evan yang memintaku menjadi istrinya. Terlebih saat ia meminta restu pada bapak dan keluarga besarku, semuanya setuju tanpa ada satu pun yang menolak.Aku curiga jika Evan memakai ilmu santet agar rencananya lancar.Astagfirullah! Dosa, Ana. Suudzon itu nggak baik!Aku menundukkan kepala, rasanya seperti Dejavu, seperti saat aku pertama kali menikah. Pikiranku mengembara saat pertama kali Denis mengucapkan kalimat ijab qobul yang disaksikan semua orang. Tapi naasnya pernikahan itu hanya bertahan dua tahun dan berakhir di meja perceraian. Satu-satunya alasan yang tidak bisa aku terima sam
last updateLast Updated : 2024-10-24
Read more
bab 3
Berendam dalam bathub dengan air hangat membuat tubuhku sedikit relax, tidak peduli jika malam sudah sedikit larut dan memang tidak baik mandi malam yang akan mengakibatkan rematik jika terlalu sering. Tapi apa boleh buat, ini demi bisa tidur nyenyak malam ini.Aku sengaja mengganti pakaian di kamar mandi, rasanya belum terbiasa jika harus di depan lelaki meski dia sudah sah dan berhak mendapatkan atas apa yang ada pada diriku. Tapi rasanya masih saja janggal.Aku keluar kamar mandi setelah mengganti baju tidur baru yang sengaja aku beli sebelum pernikahan. Aku bawa sendiri dari rumah, buat berjaga-jaga jika Evan nantinya malah menawariku baju tidur seksi yang kurang bahan. Bisa-bisa nanti aku masuk angin. Baju yang kukenakan sekarang mirip seperti daster berlengan, tapi ini sedikit lebih modern dengan bagian depan berenda dan panjang selutut.Di sana, aku melihat Evan tengah berbaring di sofa dengan mata terpejam. Kumis tipis dan janggut yang sedikit lebat itu semakin menonjolkan si
last updateLast Updated : 2024-10-24
Read more
bab 4
Momen pelukan yang tidak direncanakan tadi membuatku tidak bisa tidur. Masih terasa hangatnya tubuh Evan saat berada dalam jarak yang begitu dekat dengan dada ini. Astaga, kok bisa deg-degan ini nggak ilang, sih. Hidungku pun masih mencium aroma wangi sabun dari tubuh Evan.Jantungku berdebar kencang seperti genderang yang mau perang!Aaagghh ... aku menggigit ujung bedcover yang menutupi badan sampai batas leher. Aku menoleh ke arah sofa yang terletak di sebelah kiri dekat dengan jendela, Evan yang mengenakan pakaian tidur lengan pendek dan celana panjang sudah terlelap di sana. Selimut yang kupakaikan padanya tadi kembali terlipat di ujung sofa.Aku memiringkan tubuh, menatap lekat ke arah suamiku yang masih menahan nafsunya untuk tidak menyentuhku. Harus aku akui, dia baik. Hati ini pun luluh dengan sikapnya yang lembut. Tutur katanya yang pelan, membuatku merasa diperlakukan seperti seorang wanita yang paling berharga.“I love you, Mbak!” Aku mendengar Evan bersuara, tapi tubuhnya
last updateLast Updated : 2024-10-24
Read more
bab 5
Denis wiratama dan Evan wiratama, dua bersaudara yang memiliki perwatakan berbeda bak langit dan bumi. Denis bak bumi yang keras, sementara Evan bak langit yang siap membawaku terbang. Dan kini sudah saatnya untukku terbang bersama cinta baru yang akan membuatku tertawa.Awal pernikahanku dengan Denis dan Evan, sungguh jauh berbeda. Bersama Denis, aku harus patuh dan menjadi istri yang penurut. Apa pun kata-katanya tidak bisa dibantah. Aku dijadikan istri yang siap melayaninya di rumah, hanya di rumah. Tidak untuk di luar rumah, bahkan untuk dikenalkan ada temannya pun hanya bisa dihitung dengan jari. Bersama Evan, aku bisa merasakan menjadi wanita paling bahagia. Bahkan tidak sedetik pun ia membiarkan aku melamun, ada saja tingkah konyolnya yang akan membuatku tertawa. Atau lebih tepatnya, menjengkelkan. Lelaki itu ada saja idenya untuk menggangguku.Dasar bocah tengil!Hari ini kami masih di hotel, usai sarapan tadi kami menghabiskan waktu bersama di kamar. Rebahan manja, tentunya
last updateLast Updated : 2024-10-24
Read more
bab 6
Jika ada yang menganggap Evan laki-laki bodoh, dia memang begitu. Merasa dirinya bodoh di hadapan perempuan yang amat dicintainya. Bersedia mengalah, demi terjaganya hubungan baiknya bersama pasangan. Seperti halnya pagi ini, dia masih mau menerima seperti apa keadaan layaknya orang yang memiliki status teman. Bukan pengantin baru yang seharusnya penuh kemesraan. Evan tidak membantah apalagi protes, dia menuruti semua keinginanku. Dia akan meminta ijin jika ingin menyentuhku, dan tidak menyentuh ketika aku larang.Usai mandi dan berganti pakaian, Evan membawaku ke pusat perbelanjaan di kota Jakarta. Kami memasuki Mall dengan bergandengan tangan dengan penuh mesra. Aku tidak lagi memberontak apalagi membantah keinginannya memperlakukan aku seperti apa. Aku sudah pasrah, toh disakiti akan sama rasanya meski dengan lelaki berbeda. Jadi apa pun yang akan terjadi selanjutnya, aku akan menghadapi dengan bijak. Harusnya seperti itu, bukan?Mataku terasa bersinar kala memandangi toko-toko pa
last updateLast Updated : 2024-11-14
Read more
bab 7
“Emang kamu bisa milih makeup buat aku?” tanyaku hati-hati. Takut juga melihat ekspresi dia seperti tadi. Takut tersinggung, malah gagal shopping. Kan nggak asik.“Bisa, Kok. Aku kan sering diajak Mama beli makeup. Eh, maksudnya nemenin Mama kalo dia mau shopping.” Evan berucap sambil tangannya memilih bedak brand lokal. Tangannya dengan terampil membuka bungkus bedak itu, lalu menyapukan di punggung tangan.“Bagus, kok, Mbak. Ini cocok buat kulit Mbak yang normal dan sedikit kering. Kalo Mbak pake ini, cocok dan pasti makin cantik.”Aku mendelik kesal. Bisa-bisanya dia di saat begini menggombal. Tapi jika dilihat dari raut wajahnya, Evan berkata jujur dan sedang tidak mengambil kesempatan untuk menggodaku.“Jadi ini bagus buat aku?” tanyaku memastikan sambil mengambil bedak yang masih segel.“Iya, percaya, deh.” Evan tersenyum manis. Entah datang dorongan dari mana, aku pun membalas senyumannya itu.“Cantik!” serunya sambil berjalan melewatiku.Aku merasakan wajahku panas dipuji begi
last updateLast Updated : 2024-11-14
Read more
bab 8
Aku memilih langsung pulang meski Evan memaksa untuk makan di luar. Rasa lapar menguap begitu saja saat memikirkan adegan mesra tadi, meski sebenarnya aku pun tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Entah ucapan Evan yang jujur, atau memang dia hanya sedang menutupi kesalahannya saja. Entah lah, sejak Denis mengkhianati kepercayaanku, aku sulit untuk percaya lagi. Terlebih percaya pada cinta.Tas berisi make up kulempar ke kasur. Isinya berserakan di sana. Bodo amat, aku kesal. Sepanjang perjalanan aku diam. Entah apakah ini rasa cemburu atau marah atau kesal. Aku tidak mau ambil pusing. Terserah bagaimana hidupku jadinya.“Mbak nggak percaya sama omongan aku?” tanya Evan saat melihatku masih saja diam dan mengacuhkan ucapannya, terus berjalan ke kamar mandi. Tapi langkahku terhenti saat tangannya mencekal lengan.“Apa!” bentakku. Entah kenapa aku bisa selabil ini. Yang aku rasakan saat ini hanya marah dan kesal. Ingin berteriak kencang agar rasa sesak di dadaku ini hilang.Tuhan, ken
last updateLast Updated : 2024-11-14
Read more
bab 9
Ketika hati sudah memutuskan siap untuk menikah, sudah seharusnya tahu apa yang akan terjadi. Bagaimana pun takdirnya, jalani dengan ikhlas. Lalu, ketika ada sebuah kesalahpahaman, runding kan dengan pasangan untuk mencari jalan keluar terbaik agar tidak terjadi perpecahan apalagi sampai terjadinya sebuah perceraian. Redam ego yang ada pada diri sendiri, niscaya semuanya akan kembali berseri.Aku bahkan masih tidak percaya ketika Evan mampu meredam emosi yang tadi sempat naik. Lelaki itu dengan santai juga lembut menenangkan amarahku yang sedang bergejolak. Dan kini, kami sedang duduk bersisian, kepalaku bersandar mesra di bahunya. Entah ada dorongan dari mana datangnya, hati kecilku sedang ingin manja pada suamiku. Iya, suamiku. Aku sudah mulai mengakui Evan sebagai suami. Laki-laki yang pantas mendapatkan segalanya dariku.Setengah berbisik, Evan mengajakku untuk salat. Katanya salat bisa meredam emosi yang ada di hati. Aku percaya itu, karena guru di sekolah pun mengatakan jika sed
last updateLast Updated : 2024-11-15
Read more
bab 10
Posisi tidur kami miring, tapi saling berhadapan. Mata kami beradu dalam jarak yang sangat dekat, membuat suasana menjadi canggung. Ditambah cahaya lampu yang sengaja dibuat remang-remang membuat suasananya terasa aneh. Aku merasa merinding saat tangan Evan membelai kepala juga pipi, lalu jemarinya mengusap bibir.“Mbak, cantik!” puji Evan sambil tersenyum. Aku hanya bisa membalas senyumannya tanpa bisa membalas pujiannya. Biasanya aku akan memaki Evan jika dia berani menggombal, tapi sekarang, aku justru menikmati kata-kata manisnya.“Istriku yang cantik!” Evan kembali memuji dengan suara yang terdengar parau. Sepertinya ia hanyut dalam suasana mesra ini. Dan harus aku akui, aku pun sama.“Suamiku juga ganteng!” Aku membalas pujiannya. Sikap dan perlakuan Evan membuatku kehilangan kata-kata kasar yang biasa aku lontarkan jika ia sedang menggombal.Evan hanya tersenyum mendengar aku memujinya. Tangan Evan masih saja aktif membelai area kepala dan wajahku, membuat syaraf di tubuhku lem
last updateLast Updated : 2024-11-15
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status