Turun Ranjang: Diceraikan Abangnya, Diratukan Adiknya

Turun Ranjang: Diceraikan Abangnya, Diratukan Adiknya

last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-30
Oleh:  Ana Battosai On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
32Bab
377Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Perceraian ini justru membuatku seperti memakan buah simalakama. Setelah bercerai, aku justru harus menikah dengan adik mantanku. Satu rumah pula. Apa aku sedang bermimpi saat panas tinggi?

Lihat lebih banyak

Bab 1

bab 1

Bab. 1

“Jangan menolak lamaranku, Mbak atau aku akan berbuat nekad!”

Lelaki dengan tinggi badan 180 CM dan manik mata cokelat itu menatap tajam. Ia lalu berdiri dan melangkah mendekat. Tatapannya seolah menghipnotis, membuat tubuhku kaku dan sama sekali tidak bisa digerakkan.

“K-kamu jangan bercanda, Evan!” seruku agak sedikit takut. Takut jika lelaki ini berani melancarkan aksinya seperti apa yang barusan ia katakan.

“Mbak sudah cukup kenal seperti apa watakku, bukan?” Kini kedua tangannya memegang pegangan kursi yang aku duduki, mengurungku dengan lengannya yang kekar. Pandangan kami beradu. Ya ... bisa aku rasakan jika Evan sedang tidak bercanda sekarang. 

Aku menutup mata menghindari tatapan matanya yang serasa menusuk pupil. Aku tidak bisa berkutik sekarang, yang ada dalam pikiranku adalah bagaimana memikirkan agar bisa terbebas dari situasi menjijikkan seperti ini.

“Aku tidak menerima penolakan! Mbak, harus mau menikah denganku!” Suaranya kembali menggema masuk ke dalam telingaku. Mataku membola dan menatapnya tajam.

“Van ... a-aku ....”

“Aku tidak menerima penolakan!” serunya penuh ketegasan. Lelaki itu menegakkan badannya, sambil kedua tangannya membuka resleting jaket. Pakaian yang terbuat dari kulit sapi itu dilemparnya sembarangan, lalu setelah itu, ia membuka kancing kemejanya.

“Aku tidak bisa menikah dengan kamu, Van!” seruku lagi. Kami sedang makan siang di sebuah restoran mewah dan Evan memesan sebuah ruangan VVIP yang hanya ada aku dan dirinya.

“Tidak ada yang salah, bukan, jika aku mencintai, Mbak. Toh, Mbak bukan istri kakakku lagi. Jadi, aku bebas, dong nikah sama Mbak!” Evan menghentikan aktivitas membuka kancing baju miliknya, tangannya kini menyentuh pipiku lembut. Matanya menatap sayu, membuatku semakin terhipnotis dan tidak bisa berpaling. Terlebih saat bibir itu menyentuh bibirku secara mendadak, membuatku semakin larut dalam permainan yang memabukkan ini.

Gila! Ini benar-benar gila!

Evan adalah adik dari Denis-mantan suamiku. Kami bertemu kembali setelah dua tahun tidak berjumpa pada saat menghadiri acara rapat di pusat kota Jakarta, dalam peluncuran produk baru yang sedang diadakan oleh perusahaan tempat Evan bekerja. Awalnya aku tidak mengenali Evan yang kini tumbuh menjadi lelaki tampan dengan postur badan yang atletis, kekar dan memesona. Tapi pada akhirnya Evan-lah yang menarikku agar mengingat kembali masa lalu.

Usai acara kantor dan semua meninggalkan acara, Evan menahanku agar tetap tinggal di lobby, ia bersikeras ingin mengantarkan aku pulang. Aku pikir ia akan menerima penolakan dariku, tapi aku salah. Semakin aku menolak, semakin ia keras pada pendiriannya. Dengan terpaksa aku pulang diantar olehnya sampai rumah dan bertemu dengan bapak.

Ingatanku saat bertemu dengan Evan membuatku kembali sadar dan dengan segenap kekuatan mendorong dada itu kencang. Evan terjengkang dengan wajahnya yang terkejut.

“Kita nggak bisa kayak gini. Aku nggak mau nikah sama kamu!”

“Kenapa!” serunya dengan nada membentak. Lelaki itu lantas berdiri dan mencekal lenganku dengan kencang. Aku meringis kesakitan dan berusaha melepaskan cekalan itu. Sia-sia, tubuh kecilku bukan tandingan Evan yang memiliki badan bak binaragawan. Aku terdiam dengan wajah tertunduk, membiarkan Evan melakukan hal sesukanya padaku. Bahkan jika lelaki itu mau membunuhku di tempat ini, biarlah.

“Kenapa Mbak nggak mau nikah sama aku!” serunya lagi, tapi kalo ini nada bicaranya melemah, tidak seperti tadi yang membentak, seolah jantungku mau lepas.

Astaga! 

Ada satu hal yang sedikit aku lupa dari sosok lelaki ini. Meski Evan dan Denis adalah dua lelaki yang berbeda, akan tetapi, mereka tetaplah lelaki yang memiliki sifat egois dan keras kepala.

Aku menggigit bibir bawah, alasan apa yang akan aku berikan padanya supaya Evan mau melepaskan aku dan tidak mengejarku lagi. Aku lelah berlari dan ingin hidup seperti dulu, sebelum bertemu dengan Evan.

“Mbak nggak mau nikah sama aku, karena aku adik Mas Denis?” Aku mengangkat wajah, menerima tatapan mata Evan yang semakin sendu, membuatku merasa bersalah.

“B-bukan!”

“Lalu?”

“Karena kamu masih kecil!”

Astaga! Kenapa malah ngomongin itu!

“Mbak pikir aku anak kecil?”

“Kamu adik Denis, tentu masih kecil. Umur kamu aja di bawah aku,” ucapku dengan nada meledek. Perlahan Evan melepaskan cekalannya, bibir lelaki itu menyunggingkan senyuman sinis yang tidak bisa aku artikan.

“Mbak bilang aku anak kecil,” ucapnya sambil terus menatapku. Kali ini tatapannya berubah menyeramkan, persis lelaki mesum yang ingin melecehkan wanita. Eh.

“Aku anak kecil yang bisa bikin Mbak punya anak kecil!”

Evan berdiri tegap, tangannya membuka ikat pinggang dan tanpa ragu melepas kancing celananya. Resletingnya pun tak segan ia turunkan. Aku menutup mata, wajahku terasa panas menyaksikan adegan ini.

Ah, aku masih normal rupanya. Eh!

“Van, stop. Van. Aku cuma bercanda!” Aku berucap dengan kedua tangan menutup wajah. Lalu terdengar Evan tertawa terbahak-bahak.

Ck. Dasar bocah ingusan. Bisa-bisanya ia melakukan hal semesum ini padaku!

“Buka matamu, Mbak!” serunya.

Aku mengintip dari celah jari, benar saja, Evan sudah kembali duduk di hadapanku dan berpakaian seperti semula.

“Maaf, Van. Aku benar-benar belum ingin menikah.”

“Mbak masih trauma?” tanyanya pelan. Aku mengangguk. Kata-katanya benar, aku masih betah menyendiri karena rasa trauma dan luka di masa lalu bekas perbuatan Denis. Membuatku enggan berdekatan atau menjalin hubungan dengan lelaki manapun.

“Apa Mbak pikir, aku seperti Mas Denis?” Suara Evan merendah, tidak seperti tadi yang berapi-api, bahkan mengancam akan memperkosa. Sikapnya kali ini berhasil membuatku tenang dan nyaman untuk mengobrol.

“Aku tahu kamu tidak seperti Denis dan aku mohon kamu juga paham keadaan aku.”

“Aku janji akan bikin Mbak bahagia.”

“Denis pun dulu pernah mengucapkan kalimat itu. Tapi nyatanya, nol besar, Van.”

“Kasih aku kesempatan buat buktikan kalo aku bisa bikin Mbak bahagia.”

“Tapi, Van ....”

“Aku akan menunggu sampai Mbak siap.”

Lelaki itu mengeluarkan benda berbentuk hati lalu diserahkannya padaku.

“Diam-diam aku udah ketemu sama bapak. Beliau setuju kalo kita menikah!”

Aku terkejut. Lelaki tengil ini benar-benar pandai membuat kejutan. Tapi ... apa iya bapak bisa setuju begitu saja?

Setahuku dulu, Evan adalah anak yang baik. Tidak sekali pun ia membuat ulah atau pun mengajak teman wanitanya main ke rumah. Evan adalah lelaki periang, pandai, introver dan apa adanya. Sikapnya yang mudah bergaul membuatnya jadi banyak teman, bahkan tak jarang ia memiliki teman yang usianya lebih dewasa dari Denis. 

Tidak ada yang salah dalam diri Evan. Yang terjadi kali ini hanyalah sebuah keterkejutan dengan pertemuan secara tidak sengaja dan permintaan menikah yang terjadi begitu tiba-tiba. 

Lalu, apa yang harus aku lakukan.

Aku memandangi kotak cincin itu, Evan diam sambil terus memandangi wajahku. Senyum lelaki itu hilang, berganti ekspresi memohon agar diberikan kesempatan.

“Van ... maaf. Aku benar-benar nggak bisa.”

“Mbak. Kasih aku satu kesempatan. Kakakku memang brengsek, tapi itu dia. Bukan aku. Jangan menghakimi aku dengan masa lalumu.”

Tuhan ... kata-kata Evan benar.

“Aku belum siap, Van.”

“Mbak yang belum siap, atau memang Mbak yang nggak mau menikah dengan aku!”

“Van ... mengertilah.”

“Apa yang harus aku mengerti, Mbak. Apa aku salah kalo aku ingin membahagiakan wanita yang aku sayangi. Asal Mbak tahu, hati aku terluka dan sakit saat melihat Mbak pasrah disakiti sama Mas Denis!”

Lidahku kelu. Aku kehabisan kata-kata untuk menolak Evan. Kata-katanya selalu membuatku luluh dan ingin berlari juga berlindung dalam pelukannya.

“Aku sayang sama Mbak Ana. Kasih aku kesempatan untuk membahagiakanmu!”

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
32 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status