Share

Ternoda?

    Bibir Bella menjadi bahan utama untuk menikmati sensasi itu. Semua lekuk tubuhnya disentuh dan tak ada yang terlewatkan. Hingga dengan kasarnya sang pria mengentakkan miliknya pada sang wanita.

“Pelan-pelan!" rintih Bella. Ia meringis.

Ini adalah kali pertamanya bagi Bella melepas mahkota yang selalu dijaganya mati-matian.

Sang pria seakan tak mendengar dan semakin gencar melakukan aksinya. Bella sangat menikmati. Fantasinya kini terwujud. "Akhirnya kamu mau menyentuhku," katanya.

Bella sama sekali tak peduli dengan kesakitan yang diberikan. Semakin cepat sang pria itu menghantamkannya hingga sampailah pada puncak batasnya. Bella yang kelelahan pun tertidur.

***

    Keesokan harinya, Bella bangun pagi sekali agar bisa melihat sang suami. Senyum Bella mengembang saat melihat Chiko masih tertidur lelap di sampingnya.

"Kamu kalau lagi tidur kelihatan kaya lugu, tapi ... tadi malam itu, kamu garang banget! Hihi."

Bella menyingkirkan anak rambut yang menghalangi wajah suaminya. Dengan malu-malu Bella mengecup singkat bibir Chiko dan perbuatannya itu membuat sang suami sedikit bergerak. Jantung Bella berdegup kencang, lalu ia pun segera pergi ke dapur.

"Mama dan Papa belum pulang?" Matanya berkeliaran mencari sosok kehidupan. Ia membuat susu coklat hangat dan sandwich.

Sengaja roti itu dibuat seperti berbentuk hati. Sungguh bahagianya ia saat membuat sarapan untuk suaminya.

"Pasti dia akan menyukainya," gumam Bella.

Hatinya berbunga-bunga, ia berharap Chico akan menyukai makanan yang ia siapkan, sekalipun hanya sarapan pagi yang sederhana. Namun, tiba-tiba Criss datang dan mengambil sandwich itu. Bella pun terkejut. "Eh, itu untuk Kakakmu!" teriaknya.

Bella mencoba meraih makanan yang baru saja ia buat, tapi sayang, Criss yang terlihat sangat kelaparan malah memasukkannya ke dalam mulut. Ia memakannya dalam satu gigitan. Kini mulutnya sudah penuh.

"Berbagilah sedikit," kata Criss sambil mengunyah makanan tersebut dan melenggang pergi keluar rumah.

"Dasar urakan!" gerutu Bella kesal. Ia masih berdiri mematung sambil menggerutu.

Belum habis rasa kesalnya, Jasson datang entah dari arah mana dan langsung menyambar gelas berisi susu coklat.

"Ah, kebetulan, Papa memang sedang ingin minum susu coklat,” ujar Jason sambil menyeruput habis susu coklat buatan menantunya.

Mata Bella terbelalak. "Ya ampun, kenapa semua orang di rumah ini?" batinnya.

"Mmm ... Papa kapan pulang?” tanya Bella sekedar basa- basi. Ia tak mau dicap sebagai seorang menantu yang sombong dan jarang bertegur sapa.

"Papa pulang dari kemarin. Ngomong-ngomong apa kamu tahu Mama pergi ke mana?" tanya Jasson.

"Loh, Mama ‘kan lagi jenguk Bi siapa, sih? Aku lupa.” Bella menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Oh ... Bi Iyem.”

"Ah, iya." Bella baru ingat.

"Kalau begitu, Papa pamit, ya? Kesiangan, nih! Jangan lupa suruh Chiko untuk datang tepat waktu! Ada meeting penting.” Mertua Bella pun pergi.

"Baik, Pa.” Bella mengangguk.

Lalu ia menatap nampannya yang kini sudah kosong. “Aku harus membuatnya kembali,” katanya.

Bella kemudian kembali membuat susu coklat dan roti isi lagi. Setelahnya ia langsung berjalan cepat menuju kamarnya.

Dilihatnya Chiko sudah berpakaian rapi dan sedang memasang dasi. Bella pikir ini adalah waktu yang tepat untuk memberikan sandwich buatannya.

"Selamat pagi, Sayang. Sarapan dulu!" kata Bella sambil menyodorkan nampan dan memasang senyum termanisnya.

Chiko sama sekali tak menatap istrinya. Ia sibuk memasukkan dokumen-dokumen penting ke dalam tas kerjanya. "Enggak," ketusnya sambil berjalan menjauh.

"Makan dulu! Jangan malu-malu mengekspresikan diri di depanku!" Bella menyimpan nampan itu di atas meja. Ia merangkul Chiko dari belakang. "I love you.”

Jantung Bella berdegup kencang. Sebelumnya ia sama sekali tak berani melakukan hal itu.

"Lepaskan!" teriak Chiko yang tak suka. Ia menepis tangan Bella.

Bella menatap heran pada suaminya. "A-apa maksudnya? Ke-kenapa?"

Bella tak mengerti. "Jangan berpura-pura, Sayang!" katanya sambil memeluk suaminya lagi.

"Berpura-pura apa maksudnya?" Chiko berang. Ia selalu menggunakan nada yang tinggi ketika berbicara dengan sang istri.

"Loh, kemarin kamu nyentuh aku dan sekarang kamu masih berpura-pura seolah kamu masih jijik padaku.” Bella heran.

Chiko bergeming. Ia menghentikan aktivitasnya sejenak. Bahkan tas kerjanya pun masih terbuka dan belum sepenuhnya ditutup.

"Tunggu dulu ... aku enggak akan pernah nyentuh kamu karena cintaku hanya milik Angel," kata Chiko sambil melepas rangkulan tangan Bella yang melingkar di perutnya.

Bella kecewa. "Selalu saja namanya yang kamu sebut. Kenapa? Apa yang kurang dariku sampai kamu enggak memberiku kesempatan. Bahkan enggak memberiku setitik celah di hatimu yang sempit itu.” Ia menangis. Penolakan itu terlalu kejam baginya.

"Akuilah! Kamu ngambil kesempatan dalam kesempitan,” ucap Bella dengan nada rendah.

Chiko malah mendekatkan wajahnya. Mata Bella terbelalak. Raut wajah Chiko seperti sedang sangat marah.

"Demi apapun, aku sama sekali enggak nyentuh kamu. Bahkan aku pulang jam dua pagi," kata Chiko seraya membuang wajah dan melipat tangan di dada.

"Jam dua?" ulang Bella sambil mengerutkan dahinya.

"Kenapa kamu pulang jam dua? Apa kamu tidur sama si Angel itu?" tanyanya lagi.

"Kalau iya, emangnya kenapa? Kamu aja bisa tidur dengan orang lain,” sindir Chiko.

"Apa maksudmu? Aku sangat yakin jika kamu yang menyentuhku tadi malam.” Bella bersikukuh.

"Jangan mengkhayal!" Chiko mendekatkan wajahnya lagi dan menyentil kening Bella. Ia lalu pergi tanpa menyentuh sarapan yang dibuat istrinya.

Saat pintu ditutup, Bella ambruk ke lantai. Matanya membulat sempurna dengan tangan yang gemetar menyentuh bagian bawahnya. "Lalu ... jika bukan Chiko, siapa yang udah merenggut keperawananku kemarin malam?”

Bella memegang kepalanya yang mulai terasa berat. Ia menengadah dan melihat lampu yang masih menyala.

“Aaa ...!” teriaknya.

“Itu begitu nyata. Sentuhan itu ....”

Tak terasa bulir air mata mengalir begitu saja. Bella menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.

Wajah Bella tampak gusar dengan ketakutan yang melanda. Ia pun berdiri dan menatap cermin. Terlihatlah dirinya dari ujung rambut sampai kaki. Ia menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri sambil meremas rambutnya sendiri.

"Tidak! Tidak mungkin! Aku ... kotor." Bella meneteskan air matanya, dadanya terasa sesak. Ia merasa hancur.

"Siapa yang melakukannya?" Bella berpikir keras. “Di rumah ini hanya ada tiga pria, Chiko, Criss dan Papa.”

Kepala Bella semakin sakit. "Aku memang bodoh. Kenapa aku sampai ketiduran," ucapnya sambil memukul-mukul kepalanya.

“Lalu ... apa yang harus aku lakukan? Chiko akan semakin jijik padaku.”

    Beberapa menit kemudian, Bella pun pergi ke kamar mandi. Ia membersihkan diri. Membasuh sisa-sisa cairan cinta yang masih melekat di tubuhnya. Dadanya terasa sesak jika mengingat kejadian yang dialaminya.

“Itu seperti mimpi, tapi rasa sakitnya nyata,” katanya sambil terus menggosok tubuh dengan sabun, berharap tubuhnya kembali bersih. Namun sayang beribu sayang, sabun tak dapat membersihkan noda itu. Tangisnya pecah bersamaan dengan guyuran air yang keluar dari shower.

Tap! Tap! Tap!

    Derap langkah kaki terdengar lagi saat Bella sedang mandi. Bella yang sadar segera mengenakan handuk kimononya.

"Siapa? Aneh, selalu ada suara langkah kaki setiap aku mandi.” Bella tak menyelesaikan kegiatannya. Ia merasa sangat ketakutan dan lebih memilih keluar dari kamar, duduk di ruang tamu.

    Rumah memang sepi karena semua orang pergi. Bella mengambil ponsel dan menelepon suaminya. Namun, tak ada respons.

"Mana mungkin dia akan menerima teleponku.” Bella meremas handuk kimononya.

Ia merasa kebingungan sekaligus juga ketakutan sekarang. Perlahan ia mengusap air matanya. Ia bangkit dari kursi dan bermaksud untuk pergi ke kamar. Ia memutuskan untuk pulang saja ke rumah orang tuanya. Namun, saat ia berjalan menuju tangga, tiba-tiba ada yang meraih tangannya.

"Papa?" Mata Bella terbelalak. Jasson menatapnya dengan pandangan penuh nafsu, lelaki itu menyeringai dan menatap menantunya dari atas sampai bawah.

"Bu-bukannya hari ini Papah ada meeting penting?" Bella mencoba terlihat tegar dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.

Jasson tersenyum dan melepas genggaman tangannya. "Ada yang ketinggalan, Bell," kata Jasson.

"Mmm ... apa itu? Biar Bella yang carikan.” Bella menawarkan diri.

"Apa enggak ngerepotin?”

“Ah, enggak kok, Pa.”

“Kalau gitu ... coba tolong cariin map warna biru di kamar Papa!" suruh Jasson.

"Oh, warna biru, ya? Oke, Pa." Bella berjalan ke arah kamar mertuanya. Akan tetapi, saat ia berbalik wajahnya berubah pucat, Jasson sudah berada tepat di bibir pintu.

"Eh, Papa? Padahal tunggu aja di bawah! Biar Bella sendiri yang ambilin," ucap Bella sambil mengambil map yang terletak di atas tempat tidur. Ia berusaha untuk bersikap tenang. Tapi, tiba -tiba saja ….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status