"Aku tidak akan bisa mencintaimu seperti aku mencintai Sarah," ucap seorang laki-laki yang ada dihadapanku.
Aku tersenyum mendengar pernyataan laki-laki itu, dia pikir aku akan menangis di pojok kamar dan menyesali keputusan orang tuaku."Bang, asal Abang tau aku juga terpaksa menikah denganmu, andai saja Kak Sarah tidak meninggal dan berwasiat jika aku harus mengurus Abang serta Zyona dan Zyan aku tidak akan mau menikah dengan Abang!"Laki-laki itu langsung pergi meninggalkanku sendirian di rumah yang cukup besar ini. Dia Bang Dion, suami dari kakakku yang meninggal dua bulan lalu, sebelum meninggal karena kanker, Kak Sarah berpesan padaku jika aku harus mengurus anak kembar dan suaminya, Abah dan Umi menganggap itu sebagai wasiat agar aku menikah dengan kakak iparku dan jadilah, kakak ipar jadi suami.Bukannya aku tidak mau atau menyesal, aku sangat menyayangi kedua keponakan kembar yang usianya baru lima tahun itu, anak-anak yang masih sangat butuh belaian kasih sayang seorang ibu, oleh karena itu aku mau menikah dengan Bang Dion, tapi dengan Bang Dion sendiri aku memang tidak menyukainya sejak awal sebelum kak Sarah dan dia menikah.
"Tante!" panggil dua orang anak yang langsung menghampiriku.Kupeluk kedua anak kembar itu dan menciuminya bergantian."Tante, mulai sekarang Tante yang akan antar kami kesekolah kan!""Iya, Zyona, kan Bunda udah di surga," ucap Zyan."Tante sekarang gantiin Bunda buat jagain kalian," ucapku."Ayo tante kita berangkat kesekolah!" ajak Zyona dan Zyan menarik tanganku.Kedua malaikat kecil yang ditinggalkan Kak Sarah yang membuatku mau menikah dengan bang Dion, kedua anak kembar yang belum mengerti kemana Bundanya pergi.Sampai di sekolah banyak ibu-ibu yang berbisik-bisik sambil sesekali melirik kearahku. Aku tahu jika mereka pasti tengah membicarakanku yang menikah dengan kakak ipar sendiri."Mbak, nganter Zyona dan Zyan?" tanya seorang ibu-ibu."Iya, Bu," ucapku sambil tersenyum ramah."Bukannya Mbak ini adiknya Alm Ibu Sarah?" tanya ibu itu lagi."Iya, Bu, saya adik dari Bundanya si kembar Zyona dan Zyan," ucapku yang masih tersenyum."Bukannya Mbak sudah menikah dengan pak Dion?" tanya seorang ibu yang lainnya."Iya Bu, sekarang saya istri bang Dion," ucapku masih tersenyum."Berarti Pak Dion turun ranjang ya," ucap ibu itu sambil tertawa."Bukan Bu, Bang Dion itu pelit, jadi dia menikahi aku untuk mengurus kedua anaknya, lumayan kan dapat baby sitter gratis," ucapku ketus.Ucapanku sukses membuat ibu-ibu itu berhenti tertawa dan membicarakanku.Sepertinya mereka sadar sedari tadi aku mendengar obrolan mereka yang mengatakan jika aku ingin harta yang dimiliki bang Dion. ******Hari mulai sore, aku dan si kembar sedang asyik bermain. Menyenangkan sekali melihat si kembar tertawa gembira, seolah tidak terjadi apa-apa. Tiba-tiba si kembar berlari menghampiri seseorang."Ayah!" teriak si kembar bersamaan."Assalamualaikum, Zyona, Zayn," ucap Bang Dion."Waalaikumsalam."Zyona dan Zyan langsung memeluk Ayahnya. Bang Dion pun membalas pelukan si kembar. Terlihat begitu manis pemandangan ini, keluarga kecil itu tampak saling menyayangi.'Kak, kamu lihat itu? Kenapa kamu tega meninggalkan mereka'"Ayah, kok gak salam sama Tante?, biasanya kalo sama Bunda, Ayah selalu salam dan cium pipi Bunda," ucap Zyan."Aku Tante kalian, bukan Bunda jadi gak di cium," ucapku menjelaskan."Tapi kata Tante, Tante yang gantiin Bunda, berarti Ayah juga harus cium Tante," ucap Zyona.Anak-anak itu tidak mengerti pemikiran orang dewasa, yang mereka tahu aku ini pengganti Mamanya.Dengan terpaksa aku mencium tangan Bang Dion dan dia mencium keningku. ********Malam menjelang, aku berada di dalam kamar bersama Bang Dion. Tak ada kata yang kami ucapkan walau kami berdua didalam kamar, bang Dion asyik dengan pekerjaannya, dan aku sibuk dengan ponselku."Tidurlah sudah malam," ucap Bang Dion mengambil bantal yang ada disampingku.Aku segera beranjak dari tempat tidur, mengejar Bang Dion yang keluar dari kamar."Ini kamarmu Bang, aku yang harusnya pergi dari kamar ini," ucapku sambil berlalu.Aku segera pergi menuju kamar si kembar, perlahan-lahan aku membuka pintu karena malam sudah larut dan si kembar sudah terlelap.Kupandangi kedua bocah itu, anak-anak yang manis. Aku melihat ke meja ada foto mereka bersama Kak Sarah, tanpa sadar air mataku menetes.Walau aku terlihat tegar tapi aku begitu sedih, lebih tepatnya marah. Aku marah dengan keadaan ini, aku marah pada Kak Sarah yang seenaknya menyuruhku mengurus keluarganya."Aku tidak sanggup kak," ucapku sambil memeluk foto Kak Sarah.
Aku terus menangis tanpa suara hingga aku tertidur."Fira, Safira!" Seseorang memanggilku.Perlahan aku membuka mata dan terkejut dengan apa yang ada dihadapanku."Jangan lari!""Kak Sarah, Apa aku mimpi?" tanyaku."Anggap saja begitu," ucap kak Sarah.Aku langsung memeluk wanita yang ada di depanku dan menangis."Fira, maafin Kakak, karena sudah membuat kamu sedih dan marah, tapi Kakak yakin kamu mampu merawat anak-anak dan Mas Dion," ucap kak Sarah sambil mengelus pipiku."Tapi Kak, Bang Dion terlalu dingin dan sulit sekali untuk aku bisa akrab dengannya.""Butuh waktu Fir.""Aku tidak menyukainya juga!""Lagi-lagi hanya soal waktu."Kak Sarah tersenyum dan lama kelamaan menghilang."Jaga Zyan dan Zyona untuk kakak," ucap kak Sarah sebelum menghilang.Suara azan Subuh membangunkan tidurku, segera aku bangun dan mengingat kejadian semalam, mimpi atau nyata, entahlah.Buru-buru aku bangunkan kedua keponakan kembarku yang masih terlelap."Zyan, Zyona bangun sayang," ucapku sambil mencium mereka."Sebentar lagi Tante," ucap Zyona."Tante bau iler," ucap Zyan.Aku hanya tersenyum mendengar celoteh pagi kedua keponakanku itu."Ayo, cepat kita salat Subuh dulu," ucapku sambil menarik selimut si kembar."Iya, Tante," ucap si kembar bersamaan.Dengan mata masih tertutup, si kembar berjalan menuju kamar mandi. Aku tersenyum melihat tingkah mereka.Kak Sarah selalu mengajari anak-anaknya untuk disiplin waktu, oleh karena itu si kembar yang usianya baru lima tahun sudah biasa bangun subuh dan salat.Aku segera beranjak ke kamar bang Dion untuk membangunkannya. Namun, dia sudah tidak ada di dalam kamar, mungkin salat Subuh di ma
Aku terbangun dari tidurku dan terkejut karena ternyata aku ada dikamar baBa Dion dan tidur bersamanya.Buru-buru aku bangun dan meninggalkan Bang Dion yang masih terlelap. Waktu menunjukkan pukul tiga dini hari aku segera menuju ke kamar si kembar dan melanjutkan tidurku.Tapi mata ini sulit terpejam kembali, aku memikirkan apa yang terjadi semalam. Tatapan tulus Bang Dion yang menyebut namaku, iya namaku bukan nama kak Sarah.Rasanya sudah lama sekali dia tidak menatapku, terakhir kalinya saat dia dan kak Sarah menikah.Jadi teringat awal pertemuan aku dan kak Sarah dengan bang Dion di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di kota kami.****"Ayo, Kak cepetan aku sudah lapar!" ucapku sambil menarik tangan kak Sarah."Sabar Fir, pelan-pelan jalannya," ucap Kak Sarah. 
Dengan menahan amarah aku mengganti baju, mungkin ucapan bang Dion benar aku jadi bayangan Kak Sarah, tapi semua itu aku lakukan agar si kembar tidak melupakan sosok Bundanya.Segera aku mengenakan pakaian miliki sendiri dan tidak akan pernah memakai baju milik kak Sarah, dengan terburu-buru aku menuju meja makan karena si kembar telah menungguku."Lho, kok Tante ganti baju?" tanya Zyona."Iya, baju yang tadi basah," jawabku."Kok bisa basah?" tanya Zyan."Ada air tumpah," jawabku lagi.Kami menunggu bang Dion untuk sarapan, tapi si kembar tersenyum begitu melihat ayahnya tiba di meja makan."Ayah, kenapa pipinya merah?" tanya Zyan."Paling kayak waktu itu Zyan," jawab Zyona."Waktu itu apa?" tanyaku bingung.
POV Dion."Aku tidak bisa mencintaimu seperti aku mencintai Sarah!" ucapku."Bang, asal Abang tau aku juga terpaksa menikah dengan Abang, seandainya kak Sarah meninggal dan tidak memberi wasiat agar aku menjaga Abang serta Zyona dan Zyan, aku tidak akan mau menikah dengan Abang!" ucap Safira marah.Aku berlalu meninggalkan Safira.Aku tidak bisa mencintai Safira seperti aku mencintai Sarah kakaknya, karena selama ini aku tidak pernah mencintai Sarah walau dia menjadi istriku dan melahirkan dua orang anak kembar yang lucu.Entah kenapa aku bisa menikahinya, ini berawal dari sebuah kesalahan pahaman, aku pikir seiring berjalannya waktu aku akan memiliki perasaan lebih untuknya. Namun setelah bertahun-tahun rasa itu tak kunjung datang.Teringat saat aku bertemu untuk pertama kalinya dengan Sarah dan Safira, dua g
Hari masih pagi, kebetulan si kembar sedang libur sekolah, mereka merengek ingin bermain dengan Abah dan Umi.Aku pun menyetujui keinginan mereka, lagi pula aku juga rindu dengan kedua orangtuaku.Dengan diantar oleh bang Dion kami menuju rumah orangtuaku.Setelah satu jam perjalanan kami sampai di rumah Abah. Terlihat Abah tengah menikmati secangkir kopi di teras depan rumah."Assalamualaikum Abah," ucapku."Waalaikumsalam," jawab Abah.Si kembar langsung berlari dan berebut untuk salam dengan kakeknya."Kalian tidak sekolah?" tanya Abah."Enggak kek, gurunya rapat," ucap Zyona."Umi di mana Bah?" tanyaku."Disini," ucap Umi yang baru saja keluar dari dalam rumah.Langsung kupeluk erat Umi, rindu sekal
Catatan Sarah.Hari ini aku senang sekali karena tadi pagi aku telah melangsungkan akad nikah dengan Dion, lelaki yang sangat aku cintai.Tapi ada yang aneh dengannya, sejak pagi tadi dia tidak menatapku, mungkin karena dia terlalu gugup dan malu.Bahagia sekali rasanya, jantung ini terus berdebar-debar karena takut akan malam pertama nanti harus bagaimana?Semalam Dion belum menyentuhku, mungkin dia capek dan lelah karena seharian kami berdiri di pelaminan sambil menyalami tamu, aku masih belum percaya jika sekarang aku menjadi istrinya Dion. ******Sudah seminggu aku menjadi istrinya Dion, tapi dia belum juga menyentuhku. Jangankan menyentuhku, menciumku saja dia belum pernah, padahal kami sudah halal.Terkadang kulihat dia sedang bengong sendiri, kurasa Dion belum percaya jika aku ini su
Aku masih menangis sambil memeluk buku harian milik kak Sarah, ternyata hidupnya yang selama ini terlihat bahagia tidak seperti itu.Kak Sarah selama ini menutupi semua masalahnya.Air mataku seolah tidak mau berhenti, sesedih ini kah hidupmu kak?, Pantas saja kamu memilih meninggalkan dunia ini! ucapku dalam hati.Kepalaku penuh dengan pertanyaan, kenapa bang Dion menikah dengan kak Sarah jika dia tidak mencintainya?. Kenapa Kak Sarah menyuruhku menikah dengan bang Dion? dan siapa perempuan yang dicintai oleh bang Dion?Ingin sekali aku bertanya pada bang Dion, tapi saat aku menemuinya di dalam kamar dia sudah tertidur pulas.Akhirnya aku memilih membereskan pakaian milik Kak Sarah yang akan aku sumbangkan besok."Sarah, maaf!" ucap bang Dion.Lagi-lagi bang Dion mengigau, dia meminta maaf kepada K
Malam sudah sangat larut, bang Dion belum juga pulang, kemana perginya dia?, Apa mungkin dia ke tempat kerjanya, tapi sudah Selarut ini rumah makan miliknya pasti sudah tutup.Dengan mata yang sudah sangat mengantuk aku menunggu di ruang tamu karena bang Dion tidak membawa kunci rumah.Sayup-sayup terdengar suara mobil berhenti di depan rumah, buru-buru aku membuka pintu dan terkejut dengan apa yang aku lihat. Bang Dion mabuk berat dan dipapah oleh seorang wanita. Wanita itu terkejut melihatku di depan pintu."Astaga!, Bukannya istri mas Dion sudah meninggal?" tanya wanita itu.Aku hanya bisa terdiam menahan marah, jangan-jangan dia adalah wanita yang disebut di buku harian kak Sarah, jangan-jangan dia wanita yang dicintai bang Dion."Mbak siapanya mas Dion ya?, Setau saya istrinya sudah meninggal!" tanya wanita itu.