Suara azan Subuh membangunkan tidurku, segera aku bangun dan mengingat kejadian semalam, mimpi atau nyata, entahlah.
Buru-buru aku bangunkan kedua keponakan kembarku yang masih terlelap.
"Zyan, Zyona bangun sayang," ucapku sambil mencium mereka."Sebentar lagi Tante," ucap Zyona."Tante bau iler," ucap Zyan.Aku hanya tersenyum mendengar celoteh pagi kedua keponakanku itu."Ayo, cepat kita salat Subuh dulu," ucapku sambil menarik selimut si kembar."Iya, Tante," ucap si kembar bersamaan.Dengan mata masih tertutup, si kembar berjalan menuju kamar mandi. Aku tersenyum melihat tingkah mereka.Kak Sarah selalu mengajari anak-anaknya untuk disiplin waktu, oleh karena itu si kembar yang usianya baru lima tahun sudah biasa bangun subuh dan salat.Aku segera beranjak ke kamar bang Dion untuk membangunkannya. Namun, dia sudah tidak ada di dalam kamar, mungkin salat Subuh di masjid.Selesai salat Subuh, aku menyiapkan sarapan, sementara si kembar sibuk menyiapkan peralatan sekolah.Aku sangat bangga dengan cara kak Sarah mendidik kedua anaknya. Mereka sangat penurut dan mandiri, padahal usianya baru lima tahun.Hari ini ada rapat di sekolah si kembar, aku kebingungan memilih baju, karena baju yang aku punya hanya atasan dan celana panjang yang menurutku tidak sopan jika bertemu dengan kepala sekolah nanti.Akhirnya aku kekamar Bang Dion dan mencari baju gamis milik kak Sarah.Aku membuka lemari baju kak Sarah, terlihat sangat banyak gamis yang tergantung di dalam lemari.Mataku tertuju pada sebuah gamis berwarna merah marun, modelnya simpel dan tak banyak payet, langsung kuambil dan pakai gamis itu berserta kerudungnya.Sesekali aku melihat ke cermin dan berputar. Karena ukuran badanku dan badan kak Sarah sama, jadi gamis ini terasa pas dan sangat nyaman. Kupoles wajahku dengan bedak dan kupoles bibir dengan sedikit lipstik.Aku pun siap untuk sarapan dan mengantar si kembar sekolah.Saat aku hendak keluar dari kamar, seseorang langsung memelukku."Sarah, kamu kembali sayang!" ucap Bang Dion."Bukan Sarah bang, aku Safira," ucapku sambil mendorong tubuh Bang Dion.Bang Dion terkejut, senyum yang baru saja terkembang seketika hilang, padahal seingatku semenjak kak Sarah meninggal dunia, Bang Dion tidak pernah tersenyum kepada siapakah kecuali kepada anak-anaknya."Ayo sarapan bersama Bang, anak-anak sudah menunggu!" ajakku.Tanpa bicara bang Dion langsung pergi ke meja makan dan mulai sarapan dengan si kembar tanpa menungguku."Ayah, Tante mana?" tanya Zyona."Ada disini sayang," ucapku menghampiri mereka."Tante cantik banget, mirip bunda!" ucap Zyan."Iya, Tante mirip bunda," ucap Zyona menimpali.Bang Dion tidak melirikku sama sekali, terkadang aku merasa tidak pernah dianggap ada olehnya. Entah kenapa? Aku pun tidak ingin seperti ini, tapi aku mencoba bertahan untuk Zyona dan Zyan.Waktu menunjukkan pukul setengah delapan pagi, Bang Dion pamit untuk berangkat ke tempat kerjanya."Ayah kerja dulu ya!" ucapnya sambil mencium kepala si kembar.Bang Dion pun berlalu meninggalkan kami."Ayaah!" panggil Zyona."Ada apa sayang?" tanya bang Dion."Tante belum Salim dan dicium?" ucap Zyona menunjuk ke arahku."Iya nih, Ayah lupa ya?" tanya Zyan.Dengan terpaksa Bang Dion kembali untuk mencium keningku dan aku mencium punggung tangannya.Dengan terpaksa karena di suruh si Kembar, entah kapan aku ini dianggap istrinya bukan pengasuh Zyona dan Zyan. ********Di sekolah banyak mata yang memandangku, seolah aku ini seseorang yang bersalah, tatapan sinis mereka membuatku sangat tidak nyaman."Pake gamis, Mbak?" tanya seorang ibu."Cantik mbak, mirip Almh Bu Sarah," ucap ibu itu lagi."Iyalah Bu, saya ini 'kan adiknya," ucapku sambil tersenyum."Mungkin karena mirip ya mbak, jadi pak Dion tidak merasa kehilangan," ucap ibu itu yang membuatku berpikir.Aku dan kak Sarah memang mirip dan kadang disebut sebagai anak kembar, jarak usia kamipun tidak jauh hanya berbeda sekitar empat tahun, mungkin karena kami mirip jadi Bang Dion belum bisa menerima kehadiranku sebagai istri pengganti untuknya.Rapat sekolah akan dimulai, kami para wali murid dikumpulkan di dalam kelas yang kosong, disana aku jadi pusat perhatian ibu-ibu wali murid lainnya. Mereka membicarakan aku dengan suara keras sehingga aku mendengarnya."Itu ibu baru si kembar Zyona dan Zyan?" tanya seorang ibu sambil menunjuk ke arahku."Iya, mirip banget ya jeng, sama ibu Sarah," jawab ibu lainnya."Pantes saja pak Dion langsung menikahinya, biar gak merasa kehilangan," ucap ibu lainnya lagi."Iya, enak banget ya."Aku hanya tersenyum mendengar obrolan mereka, dari luar memang kelihatannya begitu, tapi dalamnya tidak begitu, aku sama sekali tidak dianggap oleh Bang Dion dan aku pun tidak pernah mengharapkan dianggap sebagai seorang istri olehnya. ********Malam mulai larut tapi bang Dion belum juga pulang, padahal biasanya sore hari dia sudah tiba di rumah. Bagaimanapun aku ini istrinya jadi ada perasaan sedikit cemas untuknya.Sebuah mobil berhenti di depan rumah, aku langsung membuka pintu berharap itu Bang Dion dan benar saja saat pintu kubuka bang Dion tengah terhuyung berjalan kearah pintu."Bang kamu kenapa?" tanyaku sambil membantunya berjalan."Sarah, biasanya kamu marah jika aku mabuk," ucap Bang Dion.Bau alkohol begitu menyengat dari mulut bang Dion, dia mabuk akibat terlalu banyak minum.Inikah wajah asli suamiku?Aku membantunya untuk kekamar dan membantunya melepaskan pakaiannya yang sangat bau tidak jelas, bau rokok dan alkohol serta wangi parfum wanita, sepertinya dia habis dari diskotik.Kubaringkan perlahan tubuh Bang Dion diatas ranjang, perlahan kubuka kemejanya. Setelah selesai aku tinggalkan dia. Namun, dia menarik tanganku hingga aku jatuh menimpa tubuhnya.Dia menatapku lama sambil tersenyum, terlihat jelas senyuman itu sangat tulus."Sa--Sa ... Safira," ucap bang Dion menyebut namaku.Air mataku menetes mendengar apa yang dikatakan bang Dion, untuk pertama kalinya dia menyebutkan namaku setelah kami menikah.Setelah mengucap salam aku langsung masuk ke dalam rumah tidak mencium tangan Bunda seperti biasanya. Beliau yang tengah duduk di teras pasti bingung melihatku. Aku sedang marah padanya. Akhir-akhir ini beliau pilih kasih. Sekarang aku merasa di anak tirikan. Ralat, aku memang anak tiri. Namun, perlakuan bunda membuatku merasa sebagai anak kandung.Masuk ke dalam kamar dan berganti baju. Duduk di pinggir ranjang sambil bermain game di ponsel. Pintu kamar terbuka, aku melirik malas melihat siapa yang masuk."Kamu kenapa, Zyan?" tanya Zyona, kembaranku."Gak apa-apa, lagi bete aja," jawabku asal."Bete sama Bunda?" tanyanya lagi."Hu'um," jawabku yang masih fokus pada game."Alasannya?" tanya Zyona lagi.Aku tidak menjawab pertanyaan Zyona. Aku pun tidak mengerti kenapa marah d
Bunda," ucapku seraya memeluk bunda yang sedang duduk di teras."Kamu itu bukannya salam malah langsung peluk, ada masalah di sekolah?" tanya bunda.Beliau memang begitu mengerti dengan anak-anaknya. Bukan hanya sekedar sebagai seorang ibu, beliau juga adalah sahabatku. Aku tidak pernah menyembunyikan sesuatu darinya. Sekalipun aku sembunyikan beliau selalu bisa menebaknya."Bunda, aku tuh sebel banget sama temen di sekolah yang selalu gangguin," rengekku."Bully?" tanya bunda."Bukan, dia tuh kayak caper sama aku," ucapku sambil manyun.Bunda hanya tersenyum dan membelai lembut kepalaku. Beliau selalu melakukan hal itu saat aku sedang marah. Sebenarnya beliau bukan ibu kandungku. Beliau adalah Tante yang artinya adik dari ibu yang melahirkanku. Saat usiaku lima tahun ibuku meninggal dan ayah Menikah dengan Ta
kiri dikit, Yah," ucap Zyona."Kanan, Yah," ucap Zyan."Yang benar yang mana sih kalian ini?" tanya Bang Dion."Itu sudah benar, Bang," ucapku yang sedari tadi melihat mereka.Bang Dion segera turun dari tangga yang sedari tadi aku pegangi. Untung saja si kembar kecil sedang tertidur jadi aku bisa membantu suami memasang foto keluarga kami. Terlihat dalam gambar aku tengah menggendong Abiandra dan Bang Dion menggendong Abisatya. Sementara Zyona dan Zyan berdiri di depan kami. Foto keluarga yang bahagia.Abiandra dan Abisatya, nama bayi kembar kami yang sekarang berusia Sembilan bulan. Bang Dion yang mencarikan nama-nama indah itu.Kupandangi foto keluarga kami yang bersebelahan dengan foto keluarga sebelumnya. Di mana belum ada aku dan si kembar kecil. Di sana hanya ada kak Sarah, Bang Dion, Zyona serta Zyan.
Rumah di dekorasi sedemikian rupa untuk acara pengajian tujuh bulanan kehamilanku. Walaupun baru tujuh bulan, tapi perutku sudah sangat besar. Maklum saja bayi yang aku kandung ada dua orang."Ade bayi, lagi apa?" tanya Zyona mengelus perutku.Bayiku menendang dan itu dirasakan oleh Zyona, Anak itu tertawa girang."Gerak-gerak, Bunda," ucapnya sambil mencium lembut."Zyan, ayo ke sini!" teriaknya begitu melihat saudara kembarnya melintas.Kedua anak berwajah serupa ini memelukku, kepalanya tepat berada di perut. Mereka mendengarkan suara adik-adiknya yang masih berada di rahimku."Ada suaranya?" tanyaku.Zyona dan Zyan hanya senyam-senyum. Sepertinya mereka mendengar suara perutku yang keroncongan karena belum sempat makan. Umi menghampiriku dengan membawa sepiring nasi lengkap den
Melihatmu bahagia, aku juga bahagia, Fir," ucapku melihat wanita cantik yang tengah duduk tidak jauh dari tempatku.Dia hanya tersenyum mendengar apa yang aku ucapkan barusan. Wajahnya pucat, tapi entah kenapa terlihat sangat cantik dan berbeda. Mungkin pengaruh kondisinya sekarang. Dia tengah hamil. Seandainya, ah aku tidak mau berandai-andai. Ini takdir dan harus kujalani. Seperti ucapanku barusan bahagia melihatnya bahagia. Cinta itu tidak harus memiliki."Makasih, Haikal," ucap Safira."Untuk apa?" tanyaku bingung."Untuk semuanya. Kamu sudah membantu banyak hal hingga aku menjadi seperti sekarang.""Tidak, Fir. Itu semua karena kamu menyadari perasaanmu sendiri. Aku merasa kurang ajar saat bicara kalau aku masih mengharapkanmu waktu itu.""Tidak apa, di situ aku mulai sadar akan perasaanku terhadap bang D
Si kembar dan bang Dion terlihat begitu senang karena janinku kembar. Tak sabar rasanya membagi kabar bahagia ini kepada Abah dan Umi. Setelah dari dokter kandungan kami langsung menuju rumah mereka.Sepanjang perjalanan si kembar terus berbicara kalau adik-adik mereka akan diajak bermain sesuai jenis kelamin mereka. Padahal dokter belum bisa menebak jenis kelamin bayi dalam kandunganku."Adik yang cowok akan aku ajak bermain tembak-tembakan," ucap Zyan antusias."Main bola juga," timpal bang Dion."Yang cewek akan aku pakaikan jepitan dan gaun. Terus main putri-putrian," ucap Zyona.Mereka semua berharap bayi ini kembar sepasang seperti Zyan dan Zyona. Tidak memikirkan perasaanku saat ini yang tengah bingung harus bagaimana. Bisakah nanti berbagi kasih sayang dengan ke empat orang anak? Aku takut tidak bisa berbuat adil.