kiri dikit, Yah," ucap Zyona."Kanan, Yah," ucap Zyan."Yang benar yang mana sih kalian ini?" tanya Bang Dion."Itu sudah benar, Bang," ucapku yang sedari tadi melihat mereka.Bang Dion segera turun dari tangga yang sedari tadi aku pegangi. Untung saja si kembar kecil sedang tertidur jadi aku bisa membantu suami memasang foto keluarga kami. Terlihat dalam gambar aku tengah menggendong Abiandra dan Bang Dion menggendong Abisatya. Sementara Zyona dan Zyan berdiri di depan kami. Foto keluarga yang bahagia.Abiandra dan Abisatya, nama bayi kembar kami yang sekarang berusia Sembilan bulan. Bang Dion yang mencarikan nama-nama indah itu.Kupandangi foto keluarga kami yang bersebelahan dengan foto keluarga sebelumnya. Di mana belum ada aku dan si kembar kecil. Di sana hanya ada kak Sarah, Bang Dion, Zyona serta Zyan.
Bunda," ucapku seraya memeluk bunda yang sedang duduk di teras."Kamu itu bukannya salam malah langsung peluk, ada masalah di sekolah?" tanya bunda.Beliau memang begitu mengerti dengan anak-anaknya. Bukan hanya sekedar sebagai seorang ibu, beliau juga adalah sahabatku. Aku tidak pernah menyembunyikan sesuatu darinya. Sekalipun aku sembunyikan beliau selalu bisa menebaknya."Bunda, aku tuh sebel banget sama temen di sekolah yang selalu gangguin," rengekku."Bully?" tanya bunda."Bukan, dia tuh kayak caper sama aku," ucapku sambil manyun.Bunda hanya tersenyum dan membelai lembut kepalaku. Beliau selalu melakukan hal itu saat aku sedang marah. Sebenarnya beliau bukan ibu kandungku. Beliau adalah Tante yang artinya adik dari ibu yang melahirkanku. Saat usiaku lima tahun ibuku meninggal dan ayah Menikah dengan Ta
Setelah mengucap salam aku langsung masuk ke dalam rumah tidak mencium tangan Bunda seperti biasanya. Beliau yang tengah duduk di teras pasti bingung melihatku. Aku sedang marah padanya. Akhir-akhir ini beliau pilih kasih. Sekarang aku merasa di anak tirikan. Ralat, aku memang anak tiri. Namun, perlakuan bunda membuatku merasa sebagai anak kandung.Masuk ke dalam kamar dan berganti baju. Duduk di pinggir ranjang sambil bermain game di ponsel. Pintu kamar terbuka, aku melirik malas melihat siapa yang masuk."Kamu kenapa, Zyan?" tanya Zyona, kembaranku."Gak apa-apa, lagi bete aja," jawabku asal."Bete sama Bunda?" tanyanya lagi."Hu'um," jawabku yang masih fokus pada game."Alasannya?" tanya Zyona lagi.Aku tidak menjawab pertanyaan Zyona. Aku pun tidak mengerti kenapa marah d
BAB 1"Aku tidak akan bisa mencintaimu seperti aku mencintai Sarah," ucap seorang laki-laki yang ada dihadapanku.Aku tersenyum mendengar pernyataan laki-laki itu, dia pikir aku akan menangis di pojok kamar dan menyesali keputusan orang tuaku."Bang, asal Abang tau aku juga terpaksa menikah denganmu, andai saja Kak Sarah tidak meninggal dan berwasiat jika aku harus mengurus Abang serta Zyona dan Zyan aku tidak akan mau menikah dengan Abang!"Laki-laki itu langsung pergi meninggalkanku sendirian di rumah yang cukup besar ini. Dia Bang Dion, suami dari kakakku yang meninggal dua bulan lalu, sebelum meninggal karena kanker, Kak Sarah berpesan padaku jika aku harus mengurus anak kembar dan suaminya, Abah dan Umi menganggap itu sebagai wasiat agar aku menikah dengan kakak iparku dan jadilah, kakak ipar jadi suami.Bukannya aku tidak mau atau menyesal, aku sangat menyayangi kedua keponakan kembar yang usianya baru li
Suara azan Subuh membangunkan tidurku, segera aku bangun dan mengingat kejadian semalam, mimpi atau nyata, entahlah.Buru-buru aku bangunkan kedua keponakan kembarku yang masih terlelap."Zyan, Zyona bangun sayang," ucapku sambil mencium mereka."Sebentar lagi Tante," ucap Zyona."Tante bau iler," ucap Zyan.Aku hanya tersenyum mendengar celoteh pagi kedua keponakanku itu."Ayo, cepat kita salat Subuh dulu," ucapku sambil menarik selimut si kembar."Iya, Tante," ucap si kembar bersamaan.Dengan mata masih tertutup, si kembar berjalan menuju kamar mandi. Aku tersenyum melihat tingkah mereka.Kak Sarah selalu mengajari anak-anaknya untuk disiplin waktu, oleh karena itu si kembar yang usianya baru lima tahun sudah biasa bangun subuh dan salat.Aku segera beranjak ke kamar bang Dion untuk membangunkannya. Namun, dia sudah tidak ada di dalam kamar, mungkin salat Subuh di ma
Aku terbangun dari tidurku dan terkejut karena ternyata aku ada dikamar baBa Dion dan tidur bersamanya.Buru-buru aku bangun dan meninggalkan Bang Dion yang masih terlelap. Waktu menunjukkan pukul tiga dini hari aku segera menuju ke kamar si kembar dan melanjutkan tidurku.Tapi mata ini sulit terpejam kembali, aku memikirkan apa yang terjadi semalam. Tatapan tulus Bang Dion yang menyebut namaku, iya namaku bukan nama kak Sarah.Rasanya sudah lama sekali dia tidak menatapku, terakhir kalinya saat dia dan kak Sarah menikah.Jadi teringat awal pertemuan aku dan kak Sarah dengan bang Dion di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di kota kami.****"Ayo, Kak cepetan aku sudah lapar!" ucapku sambil menarik tangan kak Sarah."Sabar Fir, pelan-pelan jalannya," ucap Kak Sarah. 
Dengan menahan amarah aku mengganti baju, mungkin ucapan bang Dion benar aku jadi bayangan Kak Sarah, tapi semua itu aku lakukan agar si kembar tidak melupakan sosok Bundanya.Segera aku mengenakan pakaian miliki sendiri dan tidak akan pernah memakai baju milik kak Sarah, dengan terburu-buru aku menuju meja makan karena si kembar telah menungguku."Lho, kok Tante ganti baju?" tanya Zyona."Iya, baju yang tadi basah," jawabku."Kok bisa basah?" tanya Zyan."Ada air tumpah," jawabku lagi.Kami menunggu bang Dion untuk sarapan, tapi si kembar tersenyum begitu melihat ayahnya tiba di meja makan."Ayah, kenapa pipinya merah?" tanya Zyan."Paling kayak waktu itu Zyan," jawab Zyona."Waktu itu apa?" tanyaku bingung.
POV Dion."Aku tidak bisa mencintaimu seperti aku mencintai Sarah!" ucapku."Bang, asal Abang tau aku juga terpaksa menikah dengan Abang, seandainya kak Sarah meninggal dan tidak memberi wasiat agar aku menjaga Abang serta Zyona dan Zyan, aku tidak akan mau menikah dengan Abang!" ucap Safira marah.Aku berlalu meninggalkan Safira.Aku tidak bisa mencintai Safira seperti aku mencintai Sarah kakaknya, karena selama ini aku tidak pernah mencintai Sarah walau dia menjadi istriku dan melahirkan dua orang anak kembar yang lucu.Entah kenapa aku bisa menikahinya, ini berawal dari sebuah kesalahan pahaman, aku pikir seiring berjalannya waktu aku akan memiliki perasaan lebih untuknya. Namun setelah bertahun-tahun rasa itu tak kunjung datang.Teringat saat aku bertemu untuk pertama kalinya dengan Sarah dan Safira, dua g