Share

04 - Ketertarikan?

Sarla sudah keluar dari kamar tidur yang ditempati sejak satu jam lalu. Hampir tiga puluh menit waktu dihabiskan menelusuri lantai demi lantai dalam mansion luas milik pria bernama Wilzton Davis.

Kini, Sarla telah berada di bagian teratas kediaman pria itu. Hanya dikelilingi atap dan juga kebun kecil, namun asri. Angin berembus semilir, memberikan sedikit kesejukan ditengah cuaca yang panas.

Sarla tidak bisa menampik kekaguman akan desain interior dan bangunan. Begitu elegan serta mewah, walau bergaya minimalis. Halaman luas dipenuhi tanaman-tanaman bunga dan pepohonan rindang menambah kesan yang indah. Seharusnya mampu memberikan ketenangan serta juga kenyamanan.

Kenyataannya, Sarla semakin dilanda kegelisahan. Dan ia terus memikirkan bagaimana nasibnya yang tambah membingungkan. Jalan keluar belum bisa juga ditemukan. Pikiran masih terus buntu. Tidak bisa menemukan cara membebaskan dirinya dari Wilzton dan hukuman diberikan oleh kedua orangtuanya. Benar-benar tak muncul ide apik. Ia seperti kehilangan kecerdasannya juga mendadak. Bahkan, solusi yang tidak baik tak bisa terpikirkan.

"Dad, Mom." Sarla menggumam dengan nada lirih. Volume suara pun kecil. Seperti sedang berbisik.

"Maafkan aku." Sarla kembali berujar tak nyaman. Ia arahkan pandangan ke arah langit biru.

"Apakah aku masih pantas dimaafkan atas semua kenakalan dan kesalahan yang aku lakukan pada Mom dan Dad? Aku memang sudah keterlaluan."

Air mata semakin deras keluar oleh dorongan rasa sedihnya di dalam dada. Membasahi pipi-pipinya. Bayangan sosok ayah dan sang ibu pun muncul di benaknya. Menyebabkan penyesalan terus mampu mengikis ketenangannya. Ingin sekali menelepon. Namun, Wilzton tidak akan memberi izin.

"Maafkan aku, Mom, Dad. Aku tahu aku sudah jadi anak yang hanya bisa mengecewakan saja. Ak--"

"Rupanya kau ada di sini, Miss Sarla? Aku pikir kau sudah kabur dari rumahku dan tersesat di jalan tanpa tahu tujuan. Tapi, ternyata kau tidak pergi."

Sarla berupaya begitu cepat menggerakkan semua jari-jarinya untuk menghapus jejak air mata. Tidak sampai ingin diketahui Wilzton. Pria itu pasti akan mengejeknya. Melontarkan kalimat-kalimat yang lebih pedas dan kasar lagi ditujukan kepadanya. Ia muak dan tak bisa menerima ucapan pria itu.

"Aku juga sempat berpikir kau akan melakukan hal yang buruk. Untung saja kau tidak bodoh, ya."

Sarla membalikkan badan dan langsung terpusat pandangan ke mata Wilzton. "Apakah yang sedang kau maksudkan dengan melakukan hal buruk?"

"Apa kau kira aku akan bunuh diri?" lanjut Sarla dengan nada suaranya yang lebih dingin.

"Hm, bisa saja bukan? Aku sudah menduga tadi jika kau meloncat dari sini ke bawah. Ternyata tidak kau lakukan. Baiklah, aku harus berterima kasih."

Wilzton menyeringai seraya berjalan ke arah Sarla. Tatapan wanita itu seolah menarik dirinya bagai magnet untuk mendekat. Semakin ditantang, maka ia akan dengan senang hati melayani. Menarik saja terlibat perselisihan. Sudah lama tak dirasakan ada wanita yang memandangnya dalam sorot muak. 

"Aku masih menghargai nyawaku. Bunuh diri tidak pernah terlintas di pikiranku selama ini. Sekalipun, aku sudah melakukan banyak kesalahan."

Wilzton pun berdecak kembali. Ia sudah berdiri di depan Sarla. Jarak mereka cukup dekat. "Bagus, Miss Sarla. Logikamu masih berfungsi baik."

"Kau harus menghindari melakukan segala sesuatu yang bodoh," imbuh Wilzton, nada meremehkan.

"Termasuk tidur denganmu."

Kekehan mengejek diloloskan keras. Tangannya pun riuh ditepuk-tepukan. "Benarkah begitu, Miss Sarla? Sepertinya kau sangat yakin kau tidak akan pernah mendapatkan kepuasan bercinta denganku," jawabnya masih dengan santai saja.

"Tidak akan pernah. Kau belum menyentuhku. Apa yang kau katakan hanya untuk menakutiku. Cihh. Caramu sangat murahan, Mr. Davis. Kau tidak akan pernah bisa mendapatkanku sebagai teman tidur. Sekalipun, kau menguasaiku sekarang," ujar Sarla penuh keyakinan. Tidak ada keraguan.

Kemudian, kaki-kakinya dilangkah mundur ketika sadar jika Wilzton berniat memangkaskan bentangan jarak di antara mereka. Ia tidak suka. Pria itu pasti akan melakukan kontak fisik kepada dirinya. Membuat rasa jijik semakin bertambah.

Usaha tidak membuahkan hasil seperti diinginkan. Pinggangnya sudah terlebih dahulu dapat dipegang oleh Wilzton. Dilakukan tarikan yang begitu cepat. Tidak dapat dilakukan perlawanan. Bagian depan badannya pun menubruk dada bidang Wilzton.

"Kita buktikan sampai kapan kau akan bisa tahan tidak bercinta selama menjalani hukuman di sini. Aku tahu kau tipe wanita yang punya gairah tinggi. Kau hanya munafik untuk mengakui saja."

Wilzton semakin mendekatkan wajah ke telinga kiri Sarla. "Kita belum membicarakan soal kesepakatan kerja. Akan aku pastikan kau mendapatkan syarat berat untuk bisa aku berikan uang, Miss Sarla."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status