Kalau cewek baik, penggemarnya ada dimana-mana ya? Haha. Buat ulasan tentang Yura juga boleh banget kok guys.
"Yuda, pagi ini aku nggak ada mata kuliah. Kamu jalan duluan aja ya? Soalnya aku baru ada kelas lagi di jam 2 siang." Pagi-pagi sekali Yura sudah menghubungi Yuda lewat telepon untuk memberi kabar. Karena memang hampir setiap hari mereka selalu jalan bersama menuju kampus. "Oh begitu, Ra. Oke Ra nanti aku jalan duluan ya?" "Kamu nggak apa-apa, 'kan? Apa mending kamu nggak usah ke kampus dulu Yud? Karena kamu juga pasti masih sakit badannya." ucap Yura khawatir. "Nggak apa-apa, Ra. Aku memang harus menghadapi ini. Lagi pula aku tidak melakukan tindakan kriminal apapun." "Hem... oke deh Yud. Nanti kamu jangan lupa kabarin aku ya kalau sudah sampai kampus." "Iya Ra. Nanti Ari juga nungguin aku diluar kampus, buat temenin katanya. Hehehe…" "Ooh... baik banget sih Ari. Hahaha…" "Hahaha iya, Ra. Yaudah kamu lanjut tidur lagi ya? Dah…" Yuda menutup telepon tersebut, kemudian dia mulai beranjak dari tempat tidurnya untuk segera mandi. Dengan sedikit tertatih, dia terus berusaha untuk
Kampus. Yuda dan Ari berjalan menuju fakultas teknik bersama-sama. Mereka mengabaikan semua pandangan yang tertuju kepada mereka. Mencoba menghiraukan orang-orang yang berada di area tersebut. "Awas ada pasangan gay lewat!" "Pegangan tangan aja, kita nggak akan lihat!" "Hahaha…." "Inget dosa woy…!!" "Perempuan bukan untuk kalian permainkan!" Dan masih banyak teriakan lain yang terus diucapkan oleh banyak orang. Umpatan demi umpatan ini selalu terlontar setiap kali mereka berjalan di sekitar. "Heh Ari, sok-sok'an kamu pacarin cewek padahal mah demennya sama laki, 'kan?" "Jangan sampe kena karma lho, Ri!" "Hahaha…" "Lia emang jelek juga sih, makanya yang mau cuma cowok gay!" Buk…!!! Satu pukulan Ari layangkan ke wajah si pria terakhir yang berbicara. "Lia jelek aja nggak mau sama kamu, Jon. Bodoh!" "Sabar-sabar, Ri." Yuda mencoba menenangkan Ari yang sudah tersulut emosi. "Brengsek!" Si pria yang bernama Joni itu pun mendorong Yuda ke samping dan membalas pukulan ke arah
'Seiring berjalannya waktu, pasti akan menemukan jawabannya.' "Kenapa kamu melihatku seperti itu, Yud?" Bima berucap karena melihat tatapan Yuda yang begitu intens melihatnya. "Baik-baik kamu Bim, bisa aja dia lagi naksir sama kamu. Hahaha…" teman Bima kembali meledek Yuda. Bima tidak membalas ucapan temannya itu dan beralih menatap Yuda kembali, yang kini sudah tidak menatapnya. Bima hanya memberikan senyuman jahat saat menatap Yuda. Beberapa menit kemudian, seorang dosen masuk ke dalam kelas dan memulai pelajaran. Kini seisi kelas fokus ke dalam mata kuliah yang sedang berlangsung. …. Jalanan ibukota di siang hari ini tidak begitu ramai. Tidak banyak pula pejalan kaki yang melintas. Mungkin karena ini masih jam kerja, hingga membuat jalanan sedikit sepi. Yura yang memutuskan untuk berangkat siang ke kampus jadi lebih tenang. Di dalam busway yang dia tumpangi juga hanya ada 6 orang. Karena hari ini dia tidak berangkat bersama Yuda, dia pun memutuskan untuk menggunakan busway ke
Bima POV: Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 17:30 sore. Aku dan beberapa teman sekelas bersiap untuk pulang kuliah. Aku membereskan barang bawaan ke dalam ransel. Kemudian berjalan keluar kelas yang kemudian disusul oleh kedua temanku. Dan tidak berapa lama, Yuda dan Ari ikut keluar dari dalam kelas dan berjalan melewatiku dan kedua temanku. "Buru-buru banget, mau pacaran ya? Hahaha!" Temanku berucap dengan kedua tangannya saling menyatu, seakan sedang bergandengan. Aku yang mendengar ucapan itu hanya tersenyum kecil. Mereka berdua tidak menghiraukan ucapan temanku dan terus berjalan menuju pintu keluar fakultas. "Aku merasa heran, orang seperti Yuda masih ditemenin!" "Ya namanya juga pasangan, Dho." Kini satu temanku yang lain ikut bersuara. Temanku yang bernama Ridho tertawa geli mendengarnya. "Apa orangtuanya sudah tahu tentang ini belum ya?" Mendengar ucapan temanku yang bernama Raden membuatku mulai memikirkan hal yang sama. "Sudah mungkin, Den. Dan direstuin gitu aja s
Rumah yang tidak pernah bisa membuatku nyaman. Seakan itu bukanlah rumah, yang seharusnya membuatku merasa aman dan tenang. … Aku sudah sampai di depan rumahku. Mengendarai mobil masuk ke dalam garasi rumah. Ayahku sangat menyukai mobil, oleh sebab itu banyak sekali mobil yang terparkir di garasi. Sangat banyak. Hal yang paling membuatku nyaman berada dirumah adalah pada saat nenekku berkunjung. Dari aku kecil, hanya neneklah yang selalu memprioritaskan aku. Karena nenek pula aku bisa tinggal bersama Ayahku. Orang tua dari Ibu kandungku sudah lama meninggal sejak Ibuku masih remaja. Oleh karena itu, sosok yang paling aku kenal hanya Ibu dari Ayahku. Untuk kakek juga sudah lama meninggal dunia pada saat aku berumur 1 tahun. "Oh sudah pulang? Den Bima sudah makan?" sapa salah satu pelayan dirumahku. "Tidak usah Bi, aku sudah makan tadi." "Baik, Den." ucapnya halus. Pelayan rumahku ini sudah berusia 40 tahun. Dan dia juga yang sudah mengurusku sejak kecil. "Ayah sudah pulang, Bi?
Ibuku? Aku sudah lama tidak pernah bertemu dengannya lagi, setelah dia membuangku. "Temui dia di tempat lain." Ayahku berjalan mendekat ke arahku. "Memeliharamu saja sudah sangat menyusahkan, apalagi harus membiarkan peliharaan lain datang ke tempatku." Ayahku pergi meninggalkan aku yang menahan amarah akan ucapannya tadi. 'Kematian adalah kado terindah untukmu. Ayah.' …. Kini aku berada di dalam kamarku lagi. Pikiranku masih terus memikirkan ucapan Ayahku. "… Ibumu ingin bertemu." Kenapa saat ini dia ingin melihatku? Apa ada hal yang ingin dia manfaatkan dariku? Setahuku, pekerjaan Ibu adalah seorang desainer. Dan bisa dikatakan cukup sukses di kalangan para desainer lainnya. Lalu untuk apa kita bertemu? Masih teringat dengan jelas betapa dia tidak menginginkanku. Dia berusaha untuk membuatku pergi jauh darinya. Itu terlihat dari bagaimana dia meninggalkan aku seorang diri dirumahnya. Dia tidak membuatkan aku makan atau bahkan menyiapkan perlengkapan sekolahku. Sungguh meny
Aulia POV: Sebentar lagi akan memasuki ujian semester, oleh karena itu diriku lebih fokus pada kuliah saat ini. Aku sudah mulai memasuki semester akhir, yang di mana akan disibukkan untuk membuat bahan skripsi. Sungguh tak terasa waktu berjalan begitu cepatnya. Kesibukan ini sejenak membuatku lupa akan masalah yang dihadapi oleh kedua teman kecilku. Aku selalu ingin mencari tahu lebih dalam tentang masalah ini, akan tetapi ya…kesibukan membuatku sulit memberi waktu untuk hal lain. Terakhir yang aku tahu, saat mencari informasi tentang temanku adalah soal Yuda yang ternyata tidak menghapus postingan yang pernah dia buat di F*. Sungguh membuatku kesal dan kecewa. Kenapa dia tidak menghapus dan bahkan membohongiku? "Aulia, kamu nggak makan?" sapa salah satu teman dekatku di kampus yang bernama Astrid. "Iya, serius banget belajarnya Li!" "Aku yakin kamu pasti bisa ngerjain tugas ujian besok kok Lia, hehe." Kali ini temanku yang lain yaitu Icha dan Riska ikut berkomentar. Ya, meman
"Teruslah tersenyum, Ra." batin Yuda berucap. Dia pun melanjutkan menyesap es tebu sambil sesekali melihat Yura lagi. …. "Hah kenyang…" desah Yura sambil mengelus perutnya. "Ya tentu kenyang Ra. Kamu udah makan banyak banget tadi!" jawab Yuda tertawa. "Abis jarang-jarang banyak tukang jualan kayak tadi Yud. Makanya aku jadi mau semuanya. Hahaha." 'Tidak apa-apa Ra, yang penting kamu bahagia.' Yuda tersenyum dengan isi hatinya. "Ya udah, ayo pulang Yud. Udah jam 8 ternyata!" Yura melihat jam di pergelangan tangannya. "Kamu udah siap pulang nih ya?" ledek Yuda dengan mengangkat satu alisnya. "Iya Yuda…" Yura segera menaiki sepeda Yuda, dan Yuda mulai mengayuh sepedanya lagi menuju rumah. Sesampainya dirumah Yura. Yuda bertemu dengan Ayah Yura yang hendak membuang sampah. Tidak hanya jalanan saja yang ramai, tapi rumah makan milik Yura juga cukup ramai pengunjung hari ini. Dan memang setiap Jum'at malam sampai Minggu tempat makan Yura selalu ramai. Selain harga yang terjangkau