Home / Romansa / Ujian sebelum Akad / Memilih Katering

Share

Memilih Katering

last update Huling Na-update: 2022-04-27 20:49:51

"Vin ... bisa kita bicara sebentar?" kata Ibel pada Marvin.

Keduanya saat ini sedang ada di Tiara Catering. Marvin dan Ibel sudah datang sejak setengah jam yang lalu. Marvin menjemput Ibel terlebih dahulu. Untungnya, Marvin membawa mobil. Seandainya ia membawa motor, entah bagaimana nasib Ibel.

Tunangan Marvin itu saat ini terlihat pucat. Ia mengaku keliyengan. Saat ditanya Marvin, Ibel mengatakan kalau tensi darahnya turun. Selain itu, ia mengeluhkan mual yang amat sangat dia rasakan.

Ibel menarik Marvin keluar ke arah teras pemilik katering. Terlihat Ibel masih menutup hidungnya dengan tisu. Marvin tak bertanya. Ia hanya menatap Ibel keheranan sejak tadi. Masalahnya, sejak berhadapan dengan masakan yang harus mereka cicipi, Ibel menutup hidungnya dengan tisu.

"Kamu aja yang milih menunya ya?" kata Ibel saat mereka sudah ada di teras.

"Kenapa?"

"Aku nggak tahan sama bau masakannya."

Dahi Marvin mengerut. "Kamu nggak suka sama kateringnya? Kan kamu sendiri yang milih."

Marvin berkata seperti itu lantaran memang Ibel sendiri yang memilih katering ini. Beberapa bulan lalu, usai mereka lamaran, mereka melihat-lihat salah satu pameran wedding di Mall. Saat mereka berdua mampir ke stand pameran Tiara Catering, Ibel langsung jatuh hati pada aneka menu yang disajikan katering ini.

"Iya. Tapi hari ini aku ngerasa kok makanan mereka tajam banget sih bumbunya."

"Oh ya?"

"Iya. Aku langsung mual waktu mencium aromanya tadi."

Marvin menaikan kedua alisnya.

"Penciumanmu kayaknya lagi peka deh."

"Oh ya?"

"Iya," balas Marvin.

"Masa, sih? Masa cuma aku yang ngerasa aroma bawangnya itu nusuk hidung banget? Kamu serius nggak nyium aroma itu memangnya?"

"Nggak."

"Aneh. Aroma bawangnya itu tajam banget lho, Vin. Kurasa Dracula langsung kabur deh kalau ngeliat masakan ini."

Marvin jadi tertawa mendengar perkataan Ibel itu.

"Kamu ada-ada aja."

"Iya. Masakan ini aroma bawangnya itu nusuk banget. Makanya Dracula bakalan kabur begitu ngeliat masakan ini. Dia langsung tahu kalau makanan ini mengandung banyak bawang yang dia takutin."

Kembali Marvin terkekeh. Ia bahkan sampai menggelengkan kepalanya.

"Kamu punya penciuman Superman mungkin."

"Aah ... kamu ada-ada aja deh. Masa aku jadi manusia super?!"

Marvin terkekeh.

"Habisnya, kamu nggak tahan sama aroma masakan sedap yang menggugah selera sih."

"Aku lagi nggak tahan sama aroma bumbu. Bikin mual itu."

"Kamu pagi tadi mual nggak waktu sarapan?"

"Nggak. Aku kan makan bubur. Dibikinin bubur sama ibu."

"Sarapan bubur sama apa?"

"Bubur aja."

"Haahh? Nggak pakai apa-apa lagi?"

Ibel menggelengkan kepalanya.

"Kan aku udah bilang. Penciumanku lagi sensitive. Aku nggak bisa mencium aroma bumbu masakan. Makanya tadi cuma makan bubur aja."

"Kamu udah ke dokter?"

"Udah. Kan aku udah cerita kalau sudah dari dokter."

"Maksudku, apa dokter nggak bilang sesuatu yang berkaitan sama mualmu gitu? Masalahnya penciumanmu jadi ikutan peka begini,"

"Nggak. Cuma bilang asam lambung lagi tinggi. Mungkin karena capek atau stres aja,"

"Stres?"

"Iya. Persiapan menuju pernikahan ini sedikit banyak bikin aku kepikiran."

Marvin menghembuskan nafas panjang. Ia tak menyangka kalau Ibel jadi stres gara-gara kepikiran persiapan menuju pernikahan ini.

"Badan kamu demam nggak?" tanya Marvin. Kali ini, ia maju mendekati Ibel. Tangannya mengarah ke dahi Ibel. Ia berusaha mengecek suhu badan Ibel untuk beberapa saat.

"Nggak. Suhu badanku normal. Cuma aku mual."

"Tapi kamu bilang keliyengan. Penciumanmu juga jadi peka. Jangan-jangan ada penyakit serius yang nggak kamu ketahui."

"Iihh ... amit-amit. Biasa aja ini. Orang kalau maagnya kambuh biasanya juga diikuti sama tensi darah yang turun. Makanya aku keliyengan. Biasanya juga gitu kok."

"Beneran ini cuma karena asam lambungmu yang lagi naik aja?" tanya Marvin khawatir.

"Iya. Aku kan penderita sakit maag akut. Pernah juga kan aku menjalani pemeriksaan endoskopi karena asam lambung yang tinggi gini," jawab Ibel berusaha meyakinkan.

"Oh ya?"

 Ibel mengangguk kuat.

"Iya. Serius deh,"

"Kapan itu?"

"Waktu kuliah,"

"Ooh."

Marvin hanya mengangguk saja. Kuliah adalah masa di mana ia tak tahu sama sekali tentang Ibel. Bahkan jika boleh jujur, hingga kini pun Marvin masih banyak tak tahunya soal Ibel. Ia berpikir, ia akan belajar lebih banyak mengenal Ibel sambil jalan saja.

"Aku di sini aja ya, Vin. Terserah deh soal menu. Kamu silahkan pilih menu apa yang kamu suka. Ntar aku nurut saja."

Marvin mencebikan mulutnya sejenak sebelum berkata-kata.

"Oke," sahut Marvin pendek.

Ibel melempar senyuman tipis ke arah Marvin.

"Kamu nunggu di sana aja nggak apa-apa kok," kata Marvin sambil menunjuk ke resto yang ada di sebelah Tiara Catering.

Pemilik Tiara Catering juga pemilik resto yang ada di sebelah tempat ini. Jadi, parkir mobil tadi satu tempat.

"Aku mual. Nggak pengen makan. "

"Minum teh anget aja. Siapa tahu membantu mengatasi mual. Lagian, di sini kamu nggak tahan sama aroma masakan. Ini katering kayaknya bagian belakangnya jadi satu sama dapur resto sebelah deh. Makanya, bau masakan kenceng banget."

Ibel melongokan pandangannya ke arah belakang  ruangan teras. Sepertinya, apa yang dikatakan Marvin benar.

"Iya deh. Aku ke sana aja," katanya setuju.

Marvin mengangguk. Ibel berjalan ke resto yang letaknya tepat di sebelah katering.

Usai Ibel berlalu, Marvin kembali masuk  di mana ia tadi mencicipi contoh masakan yang hendak ia pesan untuk resepsi nanti.

Marvin kembali menemui ibu yang melayaninya tadi. Bukan pemilik katering. Hanya karyawan. Seorang ibu berumur nyaris paruh baya, dengan rambut pendek bergelombang itu tersenyum ke arahnya.

"Mbaknya ke mana Mas?"

"Oh, itu ... saya suruh ke sebelah untuk minum teh anget. Biar mualnya berkurang."

Si ibu manggut-manggut. Mulutnya mencebik sesaat sebelum berkata-kata.

"Maaf ... apa mbaknya sedang 'isi'?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Ujian sebelum Akad   Sepenuh Hati

    Marvin kembali berteduh di masjid tempat ia bertemu dengan Pak Arif Wicaksono dulu. Tadi ia berniat segera pulang karena mau mampir ke tempat Ricky untuk mengembalikan STNK motornya. Kemarin waktu ke pemancingan, Ricky menitipkan STNKnya ke tas selempang Marvin. Pulangnya, ia lupa untuk mengambilnya. Pagi tadi sebelum Marvin berangkat kerja, Ricky menelepon. Ia meminta Marvin mampir ke studionya sepulang kerja untuk mengantarkan STNK tersebut. Marvin menyanggupinya.Di tengah jalan, mendung berubah menjadi hujan. Tak ingin basah kuyup dan meminimalisir resiko kecelakaan, Marvin akhirnya memilih berhenti di masjid untuk berteduh sambil menunggu Maghrib tiba. Marvin usai mengerjakan salat tahiyatul masjid saat Pak Arif datang menyapanya. Di luar sana hujan semakin deras mengguyur bumi disertai angin. Sesekali kilat menyambar. "Terjebak hujan lagi nih rupanya mas Marvin," sapa Pak Arif ramah.Marvin tersenyum lebar seraya mengangguk mendengar sapaan itu. "Iya nih, Pak. Sepertinya hu

  • Ujian sebelum Akad   Terserah

    Marvin dan Ricky sedang ada di tempat pemancingan. Ini hari libur. Karena tak ada orderan foto hari ini, Ricky mengajak Marvin memancing untuk melepaskan penat. Pagi tadi usai sarapan, ia menjemput Marvin di rumahnya. Marvin malas membawa kendaraan sendiri, akhirnya ia dibonceng Ricky dengan motornya ke tempat pemancingan ikan."Punya nyali juga tuh anak si konglomerat menemuimu," kata Ricky saat keduanya sudah duduk santai sambil menunggu kail mereka digigit ikan. "Lagi butuh. Makanya berani," sahut Marvin singkat."Ah, iya juga, dia kan menemuimu di kantor ya? Makanya berani. Aman. Nggak mungkin kamu akan mengamuk di kantor. Kalau ngajak ketemuan di luar belum tentu dia berani,""Siapa juga yang sudi menemuinya. Mendengar namanya aja darahku langsung naik ke ubun-ubun,"Ricky terkekeh mendengar perkataan Marvin. "Aku pengen ngakak waktu kamu cerita, si Kienan bilang, demi masa lalu yang kamu pernah mencintai Ibel dengan tulus, tolong terima dia. Cuiiihhh! Apaan tuh?" ujar Ricky

  • Ujian sebelum Akad    Tamu

    Marvin baru saja meletakan tas kerjanya saat office boy memberitahu jika ia ada tamu. Tamu tersebut sedang menunggunya di ruang tim marketing yang biasanya dipakai untuk menerima klien. "Baru jam 08.05 WIB. Pagi amat ini tamu datangnya," kata Marvin dalam hati sembari melirik jam dinding yang ada di ruangannya. Marvin menghembuskan nafas panjang sebelum akhirnya berjalan ke ruang tim marketing untuk menemui klien tersebut. Mata Marvin langsung terbeliak saat melihat tamu yang menunggunya di ruang marketing. "Selamat pagi Pak Marvin," kata sang tamu sambil mengulas senyum dan mengulurkan tangannya. "Selamat pagi juga Pak Kienan," sahut Marvin sambil menerima uluran jabat tangan itu. Marvin memaksakan diri untuk tetap bisa tersenyum ramah meski hatinya panas. Tak bisa dipungkiri, kemunculannya menimbulkan kemarahan yang sudah susah payah berhasil ia redakan beberapa hari ini. Marvin menghembuskan napas panjang sembari bertanya-tanya dalam hati apa maksud kedatangan Kienan.

  • Ujian sebelum Akad   Usul

    Marvin usai mandi dan berganti pakaian. Sekitar setengah jam yang lalu ia repot di kebun belakang rumah. Ia membakar undangan pernikahan dan foto-foto prewednya di dalam tong sampah. Ia tak ingin melihat benda-benda itu lagi di rumahnya. Setelah membakar undangan dan foto-foto itulah ia mandi karena merasa badannya bau asap. Marvin meraih ponselnya untuk mengechek adakah telepon atau pesan yang masuk. Begitu melihat tak ada telepon dan pesan yang masuk, ia rebahan di atas kasurnya sembari menautkan kedua tangannya di belakang kepala sebagai bantalan. Sambil menatap langit-langit kamarnya, Marvin mencoba merenungi apa yang telah terjadi sejauh ini."Ya udahlah mah, anggap aja sedekah. Ikhlaskan aja yang udah terlanjur dibayarkan ke para vendor itu," ujar papanya Marvin. Marvin diam mendengarkan dari kamarnya. Saat masuk kamarnya usai dari kamar mandi tadi, ia memang melihat kedua orang tuanya dan Merva sedang berada di ruang tengah. Jadi percakapan mereka terdengar dari kamarnya M

  • Ujian sebelum Akad   Sesal

    "Enak aja!" tukas mamanya Marvin. Papanya Marvin segera menepuk tangan istrinya untuk menyuruhnya berhenti berkomentar. Mamanya Marvin diam tapi wajahnya cemberut kesal."Kan belum 3 bulan. Masih ada kemungkinan keguguran. Jadi tolong pikirkan ulang," imbuhnya ayahnya Ibel."Paakk...Ini bukan soal hamilnya Ibel aja. Ini soal kesetiaan. Anaknya bapak sudah tak jujur. Berani selingkuh. Untungnya masih tunangan. Coba kalau sudah menikah terus dia melakukan perselingkuhan seperti ini. Mau ditaruh mana muka kami pak?!" pekik marah mamanya Marvin.Marvin, papanya dan Merva hanya bisa menghembuskan nafas panjang. Meski kesal karena mamanya Marvin terus menyela percakapan, tapi kali ini mereka bisa memaklumi kemarahannya."Ibu....Saya...Tidak bisa menolong ibu kali ini. Saya minta maaf," ujar Marvin.Terdengar tangis dari ibunya Ibel. Melihat istrinya masih menangis, ayahnya Ibel yang sementara berbicara."Kemarin hari....Sewaktu Ibel memberitahu kalau nak Marvin membatalkan pernikahan saja k

  • Ujian sebelum Akad   Tangis

    "Mas, buruan masuk rumah!" perintah Merva saat Marvin baru saja memasukan motornya."Hampir aja aku nelepon mas Marvin," imbuhnya."Ada apa sih, Mer?" tanya Marvin heran."Ada orang tuanya mbak Ibel," "Haaahhh?! Kenapa mereka ke sini?""Nyari mas Marvin. Nangis-nangis tuh. Tapi mamah malah marah-marah," "Haaahhh?!""Udah buruan masuk mas!"Tanpa melepas jaketnya Marvin bergegas memasuki ruang tamu. Merva berjalan di belakang kakaknya. Saat Marvin makin mendekati pintu masuk ruang tamu, terdengar mamanya Marvin berbicara dengan suara keras. Sedangkan papanya Marvin berusaha menenangkan istrinya tersebut."Udah dong mah! Jangan marah-marah gini! Bisa darah tinggi nanti!" ujar papanya Marvin seraya memegangi istrinya itu. "Mamah kesel pah. Apa dia pikir, mereka aja yang malu. Kita lebih malu lagi. Mamah aja sampai sekarang masih bingung mau ngomong apa ke saudara-saudara tentang pembatalan ini,""Sssstttt...Sudah. Sudah. Itu Marvin sudah datang. Biar dia yang menyelesaikan. Vin, urus

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status