Share

Ujung Koridor
Ujung Koridor
Author: Asmrhmirr

Bab 1

Airin Alexa adalah anak kedua dari dua bersaudara dan tentunya ia adalah anak bungsu dan sangat dimanja oleh Ayah, Ibu, maupun Abangnya (Bang Arkan). Tapi walaupun Airin anak yang sangat dimanja, Bang Arkan justru sangat sering menggoda dirinya. Setiap ia melewati kamar Airin, pasti ia selalu saja menggedor-gedor pintu kamar Airin hingga sang empunya marah. Bang Arkan itu memang sangat jahil pada Airin. 

Persahabatan antara Airin dan Diva juga tentu perlu kita soroti. Mengapa tidak? Mereka berdua adalah sahabat sejak SD. Segala sesuatu dilakukan bersama, tidak ada yang terlewat sama sekali. Dan diantara mereka jarang sekali ada perselisihan. Perselisihan mereka hanya seputar barang saja dan tidak pernah sampai 2 hari tidak saling menyapa. Rumah mereka berdua juga tidak jauh, hanya dipisahkan oleh satu rumah saja maka tak heran jika setiap hari Diva selalu menginap dirumahnya Airin. Airin selalu mengajak Diva menginap agar Bang Arkan tidak mengganggunya karna Bang Arkan tidak berani mengusik Airin jika ada Diva. Sejak Diva memasuki usia ke 15 tahun, bang Arkan sudah menaruh hati pada Diva jadi Airin tau cara menjinakkan Abangnya itu agar tidak macam-macam yakni mengancamnya akan memberitahu pada Diva kalau ia suka dan ancaman itu pasti akan berhasil dan membuat Bang Arkan tidak berkutik. 

Malam ini Diva tidak bisa menginap dirumah Airin karna harus belajar untuk persiapan O2SN. Arkan terlihat mondar-mandir di depan pintu kamar adiknya itu, ia ingin bertanya kenapa Diva malam ini tidak menginap tapi ia malu untuk bertanya pada Airin karna takut di ejek. 

Airin bisa tau kalau saat ini Arkan sangat gelisah. Ia kemudian bangkit dan menutup laptop yang ia gunakan nonton pertandingan tenis tadi lalu segera menghampiri Abangnya yang sudah sangat gelisah itu.

"Cari apa bang?" tanya Airin tiba-tiba saat membuka pintu kamarnya hingga membuat Arkan terlonjak kaget. 

"Kaget gua astaga." keluh Arkan sambil mengusap dadanya. Airin hanya cekikikan melihat tingkah Abangnya itu. 

"Selama seminggu Diva ga bakal nginep disini. Jadi, bang Arkan gausah nungguin soalnya dia mau ikut O2SN mending bang Arkan ngechat dia atau gak samperin ke rumahnya buat kasih semangat." goda Airin pada Abangnya namun justru mendapat toyoran pada keningnya. Airin mendengus sebal. 

"Bawel banget lu cil. Contoi noh si Diva, dia bisa ikut lomba-lomba akademik gitu. Lah elu? elu bisanya tenis doang. Di pelajaran justru bego." tegur Abangnya sambil berjalan menuruni tangga dan di susul oleh Airin yang memutar bola matanya malas. Ia paling benci jika dibandingkan dengan Diva. Yah memang Airin akui kalau ia memang tidak lihai di bidang Akademik tapi ia juga punya prestasi 'kan? 

"Ih abang, semua orang itu beda-beda. Ada yang bisa di akademik ada juga yang bisanya di non-akademik. Nah kalau Airin, Airin pinternya di bidang non-akademik jadi bang Arkan harusnya bangga punya adik atlit tenis gini. Diva mana bisa kayak Airin." ucap Airin tak mau kalah. Bang Arkan lalu memutar badannya dan lagi-lagi menoyor kepala Airin. 

"Kalau Diva ga bisa jadi kayak elu, elu bisa gak jadi kayak Diva? Dia tuh udah pinter, lugu, cantik, dan pastinya pendiem. Duh sempurna banget lah." jawab Arkan sambil terus memperhatikan wajah Airin yang sudah berubah jadi kesal karna dibanding-bandingkan. Airin sangat tidak suka jika dibanding-bandingkan yah walaupun itu sama sahabatnya tapi itu sama saja prestasinya tidak di hargai. Abangnya ini memang sangat menyebalkan. 

"Au ah." Airin kemudian berlalu dan menuruni tangga lebih dulu ketimbang Arkan. Arkan tertawa, hari ini ia berhasil membuat adiknya cemberut lagi dan itu merupakan kebahagiaan tersendiri baginya. 

Airin masuk ke dalam dapur dan membuka kulkas untuk minum air. Ia menghela nafas kasar. Abangnya sangat menyebalkan.

"Airin sayang, kok minumnya air es sih? Udah malem lagi. Ga baik untuk kesehatan sayang." tiba-tiba Mamahnya muncul dari balik pintu dan menegur Airin. Kegiatannya untuk minum air es terpaksa ia urungkan. Ia tidak mau Mamahnya itu mengomel jadi ia terpaksa menurut saja. 

"Lagi kesel dia mah." sahut Arkan dari arah ruang Tv. Mamahnya hanya tersenyum.

"Bang Arkan ngeselin mah. Airin masa dibanding-bandingin sama Diva. Padahal kan, Airin juga lumayan kok di bidang akademik." adu Airin pada Mamahnya sambil memasang wajah cemberut. 

"Abang kamu kan emang suka jahilin kamu. Kalau kamu gak cemberut seharian hidupnya kayak gak tenang. Udah jangan dipikirin yah," ucap Mamahnya lembut sambil mengusap puncak kepala Airin. Airin memang sangat manja. 

"Haduh-haduh tukang ngadu." ejek Abangnya lagi. 

"Ihhh Mah, denger tuh Abang." adu Airin lagi, "Udah ah, Airin mau ke kamar. Mending nonton tenis daripada lama-lama disini tar yang ada kuping Airin panas." tambah Airin lagi seraya kembali menuju kamarnya tapi tidak sampai disitu Bang Arkan lagi-lagi mengikutinya. 

"Airin," panggil Arkan, "Tolong kasih semangat dong sama Diva. Dia kan lagi..." 

"Ucapin aja sendiri ngapain minta tolong sama Airin. Udah ah sana, Airin mau nonton. Jangan ganggu, awas aja yah," potong Airin cepat lalu berlari kecil menuju kamarnya agar segera terbebas dari Abangnya yang menyebalkan itu. Arkan hanya mengusap wajahnya kasar, ia gagal lagi memberi semangat pada Diva. Mana berani ia mengechat atau menelpon Diva jika dihadapkan soal Diva, Arkan mana berani. Nyalinya seketika menjadi ciut. Memang lemah. 

Airin merasa jauh lebih tenang sekarang, akhirnya Abangnya yang jahil itu tidak mengusiknya lagi. Ia bisa bebas menonton pertandingan tenis. Tapi ucapan Arkan seketika itu juga membuat Airin merasa tidak tenang. Ia kemudian menutup laptopnya lagi dan menghentikan kegiatan nonton tenisnya 

"Apa gue emang bego yah? Tapi gue lumayan juga kok di bidang akademik yah walaupun gak dapet peringkat tapi paling enggak kan gue juga punya prestasi. Diva mana bisa jadi atlit tenis terus menang lomba. Tapi gua juga mana bisa sepinter Diva. Ah bang Arkan nyebelin banget sih!" ucap Airin sambil terus menatap langit-langit kamarnya. Airin segera mengambil ponsel miliknya yang terletak di meja nakas dan mulai mengirim pesan pada Diva agar ia semangat. 

Send to Diva Bestie :

  Kata Bang Arkan, semangat belajarnya yah. 

Airin kemudian mengirim pesan tersebut pada Diva lalu melanjutkan kegiatannya menonton pertandingan tenis. Yah walaupun tadi Airin mengaku tidak mau membantu Abangnya untuk memberi semangat pada Diva tapi setelah ia fikir-fikir itu juga akan membantu Abangnya untuk lebih dekat pada Diva 'kan? Mana tau Diva juga suka pada Abangnya jadi cinta Abangnya kan tidak bertepuk sebelah tangan. Yah hitung-hitung bantu Abang walaupun Abangnya suka jahil. 

From Diva Bestie :

   Bilang sama Bang Arkan, thanks yah. 

Airin hanya melirik ponsel miliknya tapi tidak membukanya ia tetap fokus menonton.

******

Bab 1 udah langsung suka gak hem?

Jngan lupa buat tambahin ke rak yahh. Dukung terus dong biar author semangat nulisnya. 

Happy Reading yah. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status