“Omaaa...”
Alya memandang oma seakan meminta penjelasan.
“Oma apa-apan sih?”
Kali ini Langit yang bersuara. Sedangkan Dyana tak berkata apa-apa hanya menoleh ke arah Langit. Dengan muak merah padam tanda menahan marah ia memandang kekasihnya itu untuk meminta penjelasan. Sementara Danie, mbok Darmi dan pak Darto saling berpandangan karena apa yang dikatakan oma benar-benar mengejutkan mereka semua.
“Kenapa? Semua kaget ya mendengar apa yang oma katakan?”
Kata oma enteng seperti tak ada beban.
“Maaf kalau kalian kaget, terutama kamu ya Dyana”
Kata oma dengan senyum jahatnya.
“Oma sudah mendiskusikannya dengan Langit dan Alya dan mereka tak keberatan atas perjodohan ini, ya kan Alya, Langit?”
Sangking
29.PENJELASAN OMA ROSIELangit menginjak rem dan mobil berhenti di sebuah taman tempat bunda Widya mengajak anak-anaknya bermain saat Langit dan Tasya masih kecil. Langit menghela nafas dengan kasar tanda emosinya belum terlalu stabil. Beberapa kali ia mengusap wajah untuk menghilangkan rasa kesalnya atas apa yang terjadi hari ini. Lalu ia melirik Dyana yang duduk di sampingnya tanpa suara. Gadis itu hanya diam, tak ada lagi luapan kemarahan seperti yang ia tunjukan di jalan tadi. Sungguh Dyana terlihat sangat cantik dalam keadaan seperti ini. Sifatnya yang seperti inilah yang dulu membuat Langit jatuh cinta padanya. Sifat yang hampir sama dengan dia... ah, Langit tak mau mengingatnya lagi. Langit mungkin mencintai Dyana tapi tak pernah bisa untuk setia. Karena dendam masa lalunya pada seseorang membuatnya menjadi angkuh dan arrogan.“Ehm...”Langit mencoba menarik perhatian Dyana yang tampak enggan bersuara dan b
Bangsal rumah sakit telah sepi karena waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Hanya satu dua orang lalu lalang di putaran bangsal. Di sudut lorong rumah sakit seorang gadis muda duduk di lantai sambil menangis tersedu. Suaranya terdengar serak, matanya bengkak pertanda terlalu banyak menangis. Gadis itu terlihat memegang tas lusuh di pangkuannya. Tas lusuh yang sebenarnya tak layak pakai lagi karena sudah terlihat sobek di beberapa sisi dan tali tas yang sudah tersambung dengan peniti. Gadis itu terus menangis, menangisi nasib yang selalu mempermainkan hidupnya. Masih kurangkah penderitaannya selama ini? Alya Purnama, nama gadis itu, Ayahnya meninggal saat Alya berumur delapan tahun dan si bungsu Nadine belum genap setahun. Sang ayah yang meninggal akibat penyakit paru-paru basah yang ia derita. Penyakit yang sebenarnya sudah lama bercokol di tubuhnya tapi tak dirasakan karena sibuk mencari nafkah untuk istri dan kedua anaknya. Kepergian ayah yang meningg
“Bu Aline, saya tidak melihat anda masuk tadi. Apa anda lupa mengetuk pintu?”Ada nada tak suka dari intonasi suara dokter Ridwan saat menyapa wanita itu.“Ooh, maaf dok, tadi pintu ruangan dokter terbuka jadi saya masuk saja.”Ujar wanita itu dengan gaya yang elegan.“Saya juga mendengar apa yang dokter dan gadis ini bicarakan dan saya siap memberikan jalan keluar.”Ujarnya seraya berjalan ke arah Alya dan dokter Ridwan.“Jalan keluar?” Dokter Ridwan bertanya.“Ya, saya yang akan membayar semua biaya rumah sakit adik gadis ini.”“Maksud ibu Aline apa?” Dokter Ridwan bersuara.Masih dengan posisi berdiri, wanita itu menjawab pertanyaan dokter Ridwan.“Saya akan membiayai seluruh pengobatan adik gadis manis ini bila ia mau berbisnis dengan sa
Alya bergegas keluar dari ruangan dokter Ridwan. Dia berjalan setengah berlari menuju sebuah ruangan di ujung bangsal rumah sakit. Sesampainya di ujung lorong rumah sakit matanya menoleh ke kiri, semakin mendekat ke sebuah ruangan bercat hijau muda. Kakinya melepas sendal yang ia kenakan dan masuk ke ruangan itu. Ruangan inilah yang bisa membuatnya tenang. Disinilah ia bisa menangis sejadi - jadinya tanpa malu dilihat orang. Di ruangan inilah tempat ia bersimpuh memohon petunjuk sang Khalik akan semua masalah yang tengah ia hadapi. Sejak Nadine dirawat di rumah sakit ini, Alya menjadi akrab dengan ruangan ini. Ya, hanya mushola rumah sakit ini tempat Alya menangis dan bedoa untuk jalan keluar dari masalah yang sedang ia hadapi.Alya terduduk di lantai mushola. Bulir bening itu mulai luruh dengan deras ke pipi gadis berusia sembilan belas tahun itu. Hatinya perih mendengar penawaran yang keluar dari mulut wanita itu. Sebegitu rendahnya kah dirinya sampai ia harus
Ojek yang membawanya Alya berhenti di sebuah perumahan mewah di pusat kota Jakarta. Alya turun dan membayar ongkos ojek seraya mengucapkan terima kasih pada abang ojeknya. Perlahan gadis berambut panjang itu berjalan mendekati pagar, ooh bukan pagar...tepatnya pintu gerbang rumah mewah ini.Jalan Kenari Nomor delapan belas, gadis itu mengeja alamat yang tertera di selembar kertas yang diberikan dokter Ridwan. Lalu mencocokkannya dengan alamat yang terpahat rapi di depan gerbang berwarna keemasan itu. Benar ini rumahnya. Bathin Alya. Lalu gadis itu memencet bel yang ada di depannya. Aah, untungnya satpam perumahan mewah ini mengajarkan Alya bagaiman menggunakan bel rumah di komplek mewah ini. Ini bukan bel sembarang bel. Bel praktis yang bisa digunakan untuk berkomunikasi dengan satpam di dalam sana.“Asalamuallaikum pak” Sapa Alya di depan bel.“Waalaikumsalam. Mbak siapa ya?”“Saya Alya pak. Saya
With the Imperious manLangit berjalan menuju ke parkiran mobil diikuti oleh Alya. Tampak mobil Fortuner berwarna merah maroon. Langit membuka pintu mobil dan masuk ke dalam mobilnya sedangkan Alya hanya berdiri diam di samping pintu mobil. Langit menoleh ke arah Alya dengan wajah kesal.“Heii kamu, mau berdiri di situ sampai sore?”Alya kaget tapi tak urung ia membuka pintu mobil lalu berusaha masuk ke dalamnya. Karena mobil Fortuner lumayan tinggi jadi Alya agak berjinjit saat hendak menaiki mobil dan ‘Braaak” Alya kehilangan keseimbangan dan jatuh terjengkang ke luar mobil. Langit yang melihat kejadian itu hanya diam saja seperti tak ada keinginan untuk menolong, malah ia asyik dengan handphonenya. Alya yang kesakitan berusaha bangkit. Sepertinya kakinya terkilir. Saat ia sudah berdiri sempurna. Suara Langit kembali terdengar dari dalam mobil.“
Langit dan kemarahannya“Oooh, shit...shiiit!!!”Berulang kali makian keluar dari mulut Langit sambil sesekali tangannya memukul stir mobil.“Sial, kok bisa-bisanya gue dipermalukan sama perempuan miskin seperti dia! Dasar perempuan sialan! Loe lihat nanti, gue bakalan balas loe lebih kejam dari apa yang loe lakukan hari ini.”Makinya tak berhenti.Langit melirik jam yang ada di pergelangan tangannya.“Tuh, telatkan gueee... Aaaah, shiiit!!!”Lalu laki laki berhidung mancung sempurna itu menambah kecepatan laju mobilnya menuju kantor.Jam menunjukkan pukul sebelas lewat sepuluh menit saat mobil langit berhenti di depan lobi kantor. Segera langit turun dari mobil dan melemparkan kunci mobil ke satpam yang berjaga. Ia berjalan tergesa memasuki kantor. Beberapa pegawa
7. Shocking NewsAngkot berhenti tepat di seberang lorong tempat tinggal Alya. Gadis berambut panjang itu turun dan segera menyeberang menuju lorong rumahnya. Ditelusurinya lorong itu sekitar lima belas menit lalu sampailah ia di sebuah rumah sedehana, kalau tak mau dikatakan jelek. Rumah usang yang seperti sudah lama tak di perbaiki. Bagian depan terlihat pintu rumah yang sudah soak disana sini. Dan ada sebuah kursi yang tak kalah usangnya dengan daun pintu rumahnya.Gadis itu menggapai gagang pintu dan mendorongnya. Terkunci, Apa ibu belum pulang kerja ya? Alya melirik benda di pergellangan tangannya. Sudah jam satu. Biasanya jam sebelas ibu sudha di rumah. Karena hanya ibu hanya mengantarkan cucian yang dekat-dekat sini. Kalau yang agak jauh Alya lah yang mengantarkannya. Lalu Nadine kemana? Biasanya jam setengah satu ia sudah sampai di rumah. Alya risau. Ia mindar mandir di depan pintu rumah. “Al...”Suar