Langit mengusap wajahnya berkali-kali setelah melihat video di handphone Danie.
“Siapa yang kirim?” tanya Langit pada Danie.
“Pak Darto, kayaknya tu perempuan sekarang masih disana Lang” kata Danie.
“Nekat banget itu perempuan. Gue fikir dia gak bakal berani kesana sejak accident sama oma waktu itu” jawab Langit.
“Loe kayak gak tahu sifat Dy lang. Diakan orangnya suka nekat”
“Iy, gue tahu dia nekat tapi gak nyangka bakal senekat ini”
Jawab Langit lalu laki-laki berhidung mancung itu menyambar jas di atas meja dan mengenakannya.
“Loe mau kemana Lang?”
“Ya ke rumah oma, kemana lagi” Kata Langit sambil bergegas menuju pintu keluar.
“Gue ikut Lang”
kata Danie sambil berjalan menyusul Langit yang sudah menuju ke luar ruangan”
***
DI RUMAH OMA
“Kamu jangan bohong ya mbok. Cepetan kasih tahu saya La
26.“Kamu!”Lalu tangan gadis yang sudah merambah dunia model internasional itu kembali terayun. Bukan untuk memukul mbok Darmi tentu saja tapi memukul orang yang sudah mendorongnya tadi tapi tangan Dyana ditahan oleh seseorang yang sudah menolong mbok Darmi tadi dan menahan tangan Dyana saat model cantik itu hendak melepaskan tangannya.“Lepasin tangan saya!” teriak Dyana.“Saya gak akan tinggal diam kalau kamu nyakitin mbk Darmi!” jawab orang itu.“Kamu siapa? Jangan ikut campur urusan saya”bentak Dyana pada orang yang masih memegang tangannya itu.“Saya harus ikut campur karena kamu sudah buat kekacauan di rumah ini”Jawabnya lagi.“Shut up! Gak usah sok belain orang lain. Kamu siapa? Anaknya pembantu tua ini? Berani kamu sama saya! Tanya sama ibu kamu ini siapa saya!” bentak Dyana marah.“Saya gak perduli siapa k
PERNYATAAN MENGEJUTKAN DARI DARI OMA ROSIE‘Ya Allah, rupanya laki-laki angkuh ini’ pekik Alya dalam hati.Sementara Langit juga tak kalah kagetnya melihat gadis yang sudah mempermalukannya di depan umum beberapa waktu yang lalu ada di rumah omanya.‘Ini gadis kampung yang menolong oma kemarin kan? Yang mempermalukan gue di jalan waktu itu’ kata Langit dalam hati.‘Kenapa dia ada di rumah oma?’ fikir Langit.Belum sempat keduanya berfikir panjang, Dyana kembali mendekati Alya dan kembali menyerangnya. Alya pun tak tinggal diam ia juga berusaha membalas pukulan membabi buta Dyana. Langit dan Danie kembali berusaha melerai mereka. Kali ini Langit memeluk Dyana dan Danie menarik tubuh Alya agar menjauh dari Dyana.“Stop Dy, kamu kayak orang gak waras!”bentak Langit sambil terus me
PERTENGKARAN LANGIT DAN DYANA“Omaaa...”Alya memandang oma seakan meminta penjelasan.“Oma apa-apan sih?”Kali ini Langit yang bersuara. Sedangkan Dyana tak berkata apa-apa hanya menoleh ke arah Langit. Dengan muak merah padam tanda menahan marah ia memandang kekasihnya itu untuk meminta penjelasan. Sementara Danie, mbok Darmi dan pak Darto saling berpandangan karena apa yang dikatakan oma benar-benar mengejutkan mereka semua.“Kenapa? Semua kaget ya mendengar apa yang oma katakan?”Kata oma enteng seperti tak ada beban.“Maaf kalau kalian kaget, terutama kamu ya Dyana”Kata oma dengan senyum jahatnya.“Oma sudah mendiskusikannya dengan Langit dan Alya dan mereka tak keberatan atas perjodohan ini, ya kan Alya, Langit?”Sangking
29.PENJELASAN OMA ROSIELangit menginjak rem dan mobil berhenti di sebuah taman tempat bunda Widya mengajak anak-anaknya bermain saat Langit dan Tasya masih kecil. Langit menghela nafas dengan kasar tanda emosinya belum terlalu stabil. Beberapa kali ia mengusap wajah untuk menghilangkan rasa kesalnya atas apa yang terjadi hari ini. Lalu ia melirik Dyana yang duduk di sampingnya tanpa suara. Gadis itu hanya diam, tak ada lagi luapan kemarahan seperti yang ia tunjukan di jalan tadi. Sungguh Dyana terlihat sangat cantik dalam keadaan seperti ini. Sifatnya yang seperti inilah yang dulu membuat Langit jatuh cinta padanya. Sifat yang hampir sama dengan dia... ah, Langit tak mau mengingatnya lagi. Langit mungkin mencintai Dyana tapi tak pernah bisa untuk setia. Karena dendam masa lalunya pada seseorang membuatnya menjadi angkuh dan arrogan.“Ehm...”Langit mencoba menarik perhatian Dyana yang tampak enggan bersuara dan b
Bangsal rumah sakit telah sepi karena waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Hanya satu dua orang lalu lalang di putaran bangsal. Di sudut lorong rumah sakit seorang gadis muda duduk di lantai sambil menangis tersedu. Suaranya terdengar serak, matanya bengkak pertanda terlalu banyak menangis. Gadis itu terlihat memegang tas lusuh di pangkuannya. Tas lusuh yang sebenarnya tak layak pakai lagi karena sudah terlihat sobek di beberapa sisi dan tali tas yang sudah tersambung dengan peniti. Gadis itu terus menangis, menangisi nasib yang selalu mempermainkan hidupnya. Masih kurangkah penderitaannya selama ini? Alya Purnama, nama gadis itu, Ayahnya meninggal saat Alya berumur delapan tahun dan si bungsu Nadine belum genap setahun. Sang ayah yang meninggal akibat penyakit paru-paru basah yang ia derita. Penyakit yang sebenarnya sudah lama bercokol di tubuhnya tapi tak dirasakan karena sibuk mencari nafkah untuk istri dan kedua anaknya. Kepergian ayah yang meningg
“Bu Aline, saya tidak melihat anda masuk tadi. Apa anda lupa mengetuk pintu?”Ada nada tak suka dari intonasi suara dokter Ridwan saat menyapa wanita itu.“Ooh, maaf dok, tadi pintu ruangan dokter terbuka jadi saya masuk saja.”Ujar wanita itu dengan gaya yang elegan.“Saya juga mendengar apa yang dokter dan gadis ini bicarakan dan saya siap memberikan jalan keluar.”Ujarnya seraya berjalan ke arah Alya dan dokter Ridwan.“Jalan keluar?” Dokter Ridwan bertanya.“Ya, saya yang akan membayar semua biaya rumah sakit adik gadis ini.”“Maksud ibu Aline apa?” Dokter Ridwan bersuara.Masih dengan posisi berdiri, wanita itu menjawab pertanyaan dokter Ridwan.“Saya akan membiayai seluruh pengobatan adik gadis manis ini bila ia mau berbisnis dengan sa
Alya bergegas keluar dari ruangan dokter Ridwan. Dia berjalan setengah berlari menuju sebuah ruangan di ujung bangsal rumah sakit. Sesampainya di ujung lorong rumah sakit matanya menoleh ke kiri, semakin mendekat ke sebuah ruangan bercat hijau muda. Kakinya melepas sendal yang ia kenakan dan masuk ke ruangan itu. Ruangan inilah yang bisa membuatnya tenang. Disinilah ia bisa menangis sejadi - jadinya tanpa malu dilihat orang. Di ruangan inilah tempat ia bersimpuh memohon petunjuk sang Khalik akan semua masalah yang tengah ia hadapi. Sejak Nadine dirawat di rumah sakit ini, Alya menjadi akrab dengan ruangan ini. Ya, hanya mushola rumah sakit ini tempat Alya menangis dan bedoa untuk jalan keluar dari masalah yang sedang ia hadapi.Alya terduduk di lantai mushola. Bulir bening itu mulai luruh dengan deras ke pipi gadis berusia sembilan belas tahun itu. Hatinya perih mendengar penawaran yang keluar dari mulut wanita itu. Sebegitu rendahnya kah dirinya sampai ia harus
Ojek yang membawanya Alya berhenti di sebuah perumahan mewah di pusat kota Jakarta. Alya turun dan membayar ongkos ojek seraya mengucapkan terima kasih pada abang ojeknya. Perlahan gadis berambut panjang itu berjalan mendekati pagar, ooh bukan pagar...tepatnya pintu gerbang rumah mewah ini.Jalan Kenari Nomor delapan belas, gadis itu mengeja alamat yang tertera di selembar kertas yang diberikan dokter Ridwan. Lalu mencocokkannya dengan alamat yang terpahat rapi di depan gerbang berwarna keemasan itu. Benar ini rumahnya. Bathin Alya. Lalu gadis itu memencet bel yang ada di depannya. Aah, untungnya satpam perumahan mewah ini mengajarkan Alya bagaiman menggunakan bel rumah di komplek mewah ini. Ini bukan bel sembarang bel. Bel praktis yang bisa digunakan untuk berkomunikasi dengan satpam di dalam sana.“Asalamuallaikum pak” Sapa Alya di depan bel.“Waalaikumsalam. Mbak siapa ya?”“Saya Alya pak. Saya