Esok paginya mereka memulai hari yang sama seperti kemarin. Karena tubuh jauh lebih segar saat pagi hari, Rayhan memutuskan untuk bercinta hanya pada saat itu saja. Frekuensi yang terlalu sering juga akan mengakibatkan keduanya bisa merasa bosan. Jadi Rayhan berusaha untuk tidak memaksa jika Sya tidak ingin.
Sarapan pagi itu, Sya tampak sedang video call dengan anaknya. Di sela-sela panggilan tersebut, Sya mengajak Rayhan untuk video call juga. Tak dapat menolak, Rayhan menurut saja.
“Luki ini ada om Ray...”, kata Sya menyodorkan ponselnya tepat ke muka Rayhan.
“Hai Luki gimana kabarmu?”, tanya Rayhan masih mengunyahkan makanan.
“Hai om, kabarku baik. Apa mama merepotkan disana?”.
“Sama sekali tidak merepotkan, om senang ada mama disini. Kamu juga bisa kesini kalau kamu mau”, jelas Rayhan.
“Enggak ah om, mama sedang puber”, ledek Luki.
“Mama dengar loh Luki”, ucap Sya tegas.
“Hehehe bercanda ma”.
“Gini deh, kamu
halo pembaca! terima kasih telah membaca ceritaku. jangan lupa tambahkan novelku ke daftar pustakamu ya agar kamu tidak ketinggalan update cerita selanjutnya! yuk komen dibawah jika kamu suka cerita ini ^^
Ketika sosok Sya sudah menghilang, Rayhan mengecek panggilan yang ada di ponselnya. Ternyata yang dimaksud oleh Sya adalah Erin. Erin meneleponnya. Kalau dipikir, Rayhan memang sudah lama tidak bertemu dengannya sejak malam pernikahan Pak Hendra waktu itu. Tak mau menebak-nebak terlalu jauh. Rayhan menyempatkan dirinya untuk menelepon Erin. “Halo Rin? Ada apa kamu telepon tadi?”, tanya Rayhan tanpa basa basi. “Ehiya mas, maaf tadi ku pikir mas Rayhan. Tapi ternyata yang jawab suara perempuan, aku takut ganggu”. “Enggak itu cuma teman aku, Rin. Hei, kau belum menjawab pertanyaanku”. “Hmm aku mau ngajak mas makan malam di rumah ku. Dulu mas sempat minta masakin sop buntut kan?”. “Mungkin gak sekarang, Rin. Nanti aku kabarin lagi ya”. “Oh gitu mas, yaudah gapapa”. “Udah dulu ya, bye”. Rayhan pikir ada hal mendesak. Rupanya cuma mengajak makan malam. Memang sejak Sya tinggal di apartemennya, Rayhan lupa dengan Erin. Perasaa
Di bandara, Luki datang bersama Heri. Sedangkan Sya, Rayhan, dan Fina telah menunggu untuk boarding lalu mereka semua santai sejenak minum kopi di kafe. Walaupun Rayhan telah bertemu Luki beberapa kali, tapi mereka belum pernah berbincang satu sama lain sehingga Rayhan tampak canggung saat Sya dan Luki saling berbicara. “Schedule kita nanti gimana, ma?”, tanya Luki kepada Sya. “Okay, kita terbang sekitar dua jam. Jam sembilan nyampe, kita ke hotel dulu. Lalu belanja, makan, istirahat sebentar. Sore baru ke pantai, makan malam, terus main kembang api. oiya ada tari kecak juga, nanti kita nonton. Baru besok pagi kita snorkling sampai siang. Setelah itu terserah kamu mau ngapain, yang penting jam delapan malam kamu sudah harus di bandara. Gimana?”, jawab Sya mejelaskan ke Luki panjang lebar. “Wow asyik! Tapi masa besok aku udah harus pulang sih?”, kata Luki melas. “Kan kamu sekolah”, jawab Sya. “Tapi sebentar banget ma, gak asyik. Huh..”, kata Lu
“Mau langsung ke pantai?”, tanya Rayhan kepada mereka semua. “Ayo om, sekarang aja!”, jawab Luki tidak sabar. “Masih panas loh Luki, sore aja gimana?”, balas Rayhan. “Jalan-jalan dulu gapapa dong?”. Rayhan mengiyakan permintaan Luki dengan masuk ke dalam mobil. Usai mereka santap siang dan belanja di toko oleh-oleh. Rayhan tahu benar waktu Luki tak banyak, jelas Luki tak ingin membuang waktunya walau hanya sekedar istirahat. Istirahat bisa malam hari ketika tidur dan itu sudah cukup. Sya hanya mengikuti keinginan Luki. Dia merasa liburan kesana memang untuk menyenangkan anaknya. Dan untuk merehatkan pikirannya sejenak dari pekerjaan. Namun jika berlama-lama, dia bisa kelupaan tak berkutat pada pekerjaannya lagi. Rayhan pasti akan senang dengan hal itu, punya banyak waktu untuk bersama dengannya. Karena permintaan Luki yang ingin jalan-jalan. Maka Rayhan mengendarai mobil keliling kota saja sampai waktu sore tiba. Baru setelahnya mereka
Pagi itu, mereka telah menaiki speed boat menuju ke tengah laut. Sya, Rayhan dan Luki telah memakai perlengkapan menyelam. Mereka akan snorkling, melihat kehidupan laut di kedalaman tertentu. Jika meraka beruntung, mereka dapat melihat ikan berbagai rupa yang cantik-cantik. Atau terumbu karang yang bentuknya unik. Karena baru pertama kali, untunglah mereka di dampingi penyelam profesional yang akan membantu mereka menemukan objek yang dicari. Speed boat telah berhenti. Instruktur pun menyuruh mereka menyelam di lokasi itu. Ketika semua sudah di dalam air, instruktur memandu mereka menyelam. Dengan membawa kamera khusus dalam air. Luki banyak memotret objek yang menurutnya bagus. Tiga puluh menit kemudian, Sya menunjukkan telunjuknya ke atas meminta untuk naik. Instruktur pun menyuruh Rayhan dan Luki juga ikut ke permukaan. Setelah mereka semua telah berada di speed boat, Rayhan tampak cemas dengan keadaan Sya. “Kamu gapapa, sayang?”, tanya Rayhan khawatir.
-Rayhan- Aku tidak percaya melakukan ini. Menemuinya dirumahnya yang letaknya tidak ku ketahui. Wanita sialan! Mencampur-adukan perasaanku seperti ini untuk kesekian kalinya. Tapi ada perasaan lain yang juga melegakan dibandingkan dengan rasa penasaranku setelah belasan tahun tak bersentuhan dengannya. Mungkin kemarahan yang ku rasakan adalah manifestasi dari kerinduan yang tak pernah bisa ku lampiaskan. Betapa waktu menusukku dari belakang. Hari-hari buruk yang menerpaku dikarenakan olehnya, membuatku memilih untuk berpisah. Aku membawa sebuah novel yang ditulisnya. Dia membuat cerita yang didalamnya terselimut pesan tesembunyi agar aku mau menemuinya di kediamannya. Entah ini cara yang cemerlang atau aku hanya ingin memujinya atau dia ingin membuatku takjub dan terkesan sehingga aku mau menemuinya. Wanita jalang… Tak pernah terpikir olehku untuk apa dia melakukan ini. Kehentikan mobil tepat didepan rumahnya sekarang, Jalan Azalea 73. Bukan dikota, daerah yang tinggi dan cukup ding
Dua bulan sebelumnya. Rayhan berangkat kerja dengan tergesah. Tidur malamnya tak nyenyak sebab proyek dikantornya sudah melebihi jatuh tempo. Timnya masih diberikan tenggat waktu agar bisa menyelesaikannya sesuai perjanjian. Ketika masuk ruangan kubikel, Rayhan langsung menyapa Reza. “Ja, maket progressnya udah sampe mana?” “Lu lihat aja tuh dimeja gue. Baru sampe nih.” “Ampun dah! Ini apaan?! Kagak sesuai sama rancangan gue. Lu kerja sambil ngapain sih? Tidur? Jauh banget bentuknya, Ja….” “Masa sih? Desain lu mungkin yang jelek, makanya maketnya juga jelek….” Ejek Reza “Bangsat! Gue lapor Pak Hendra, kencing dicelana lu!” “Ampun-ampun, paduka pangeran. Ampuni hamba… Iya gue benerin. Malem ini kelar. Gue janji…” “Malem? Kenapa gak lu kerjain sekarang, bangke?! Mumpung masih pagi, siang lu dah kelar.” “Iya siap komandan!” Mau tidak mau harus ditunda meeting dengan Pak Hendra. Rayhan bingung sejadi-jadinya, bikin maket saja bisa salah. Ya ampun, kenapa orang-o
“Sya…” “Ya?” Suara Sya memecah kesadaran Rayhan, ia melamun cukup lama. Namun Sya sepertinya tahu dan tak mengganggunya. “Kenapa aku ada disini?” Rayhan kembali bertanya tapi emosinya telah turun. “I don’t know. You tell me.” Sya menanggapi dengan santai. “Why?” “Because, you came to here.” “Am I?” Sya menyodorkan pisin berisi kue. “Makanlah, kau seperti mayat. Apa kau merindukanku?” Adu tatap bersinggungan dengan apa yang diucap Sya. Sepertinya hal itu sangat sensitif untuk mereka yang tak berhubungan kontak sangat lama. “Bukankah usia kau telah melewati tiga puluh?” “Lebih tepatnya tiga puluh lima.” Jawab Rayhan singkat. Tatapan mata Sya yang penasaran berusaha menelanjangi Rayhan. Dan Rayhan tahu itu. Sya sangat antusias bertemu dengannya walau tak pernah berubah sifat ketusnya. Malah Sya lebih seperti menontoni Rayhan dengan bersahaja. Matanya begitu melekat namun gerak tubuhnya tenang. Apakah ini yang diinginkannya? “Kau telah selesai memb
Sore menjelang, Rayhan terbangun dengan lebih santai tak seperti pagi tadi. Tubuhnya dirasa jauh lebih baik. Rayhan kemudian pergi mandi. Setelahnya dia mengenakan piyama yang ada dikamar itu karena tak ada baju atau kaos dan dia juga tak membawa pakaian. Keluar dari kamar diharapkan segera bertemu Sya. Berkeliling ditempat asing memang menyenangkan. Mungkin Sya dikebun. Piring yang dipecahkannya tadi pagi sudah tidak ada. Meja itu pun kembali berisi piring dengan makanan berat. Berbeda dengan menu pagi tadi. Karena Rayhan lapar, dimakannya dengan lahap. “Sudah ku bilang, sebaiknya kau makan.” Merasa dipergoki Sya, Rayhan menengadahkan wajahnya sambil mengunyah menatap wajah Sya. Kemudian kembali menikmati makanannya tanpa hirau. Sya duduk dikursinya setelah meletakkan beberapa buah yang mungkin baru dipetiknya. Menyenangkan sekali disini bisa memakan buah-buahan dengan hanya memetik saja. “Aku lebih suka memakanmu.” Goda Rayhan pada Sya. Rayh