Setelah memarkirkan mobilnya digarasi. Rayhan keluar dari mobil sambil membawa bucket bunga lalu bergegas menuju kebun yang ada dibelakang. Benar saja, Sya sedang menuangkan teh. Sya mengenakan kemeja satin berwarna biru tua dengan panjang se-paha, membiarkan dua kancing teratas terbuka. Rayhan segera berdiri dihadapannya dan memberikan bucket bunga yang baru dibelinya. Sya menerimanya, diperhatikan bucket bunga itu ada secarik kertas dengan pesan menyertainya MISS YOU. Sya merekahkan senyumnya lalu duduk kursinya. Begitu juga dengan Rayhan.
“Mawar putih?”.
“Kau suka?”.
Rayhan tak sungkan meminum teh dan memakan kuenya. Seperti telah biasa ditempat ini.
“Kau tahu, kebun ku punya lebih banyak dan bermacam bunga”.
“Tapi ini pemberianku, tentu berbeda bukan?”.
“Jika kau merasa begitu”.
“Dua hari kemarin aku menerima pos yang aneh isinya. Kemudian empat hari yang lalu aku terkurung di peti mati. Bisa kau jelaskan?”.
“Tidak akan menarik bukan jika ku jelaskan?”.
“Apa yang kau mainkan, Sya?”.
“Ikut aku”.
Sya beranjak dari kursinya menuju kedalam kebun tanpa memperhatikan Rayhan mengikutinya atau tidak. Ketika melewati semacam lorong, Sya berhenti melihat-lihat tanamannya. Mulai dari bunga, buahnya, batangnya, diperhatikan dengan seksama seakan tak ingin ada hama. Rayhan yang tadinya berjalan dibelakang Sya, kemudian mendekat.
“Kau menanam ini semua?”, tanya Rayhan penasaran.
“Hanya sebagian. Sebagian tukang kebun yang menanam. Sebagian lagi suamiku dulu”.
“Lalu kemana suamimu? Aku tidak melihatnya sejak awal”.
Dalam sekejap Sya sadar bahwa Rayhan lupa dengan kejadian peti mati kemarin. Padahal ritual itu untuk menukar nyawa Rayhan dan suaminya. Dengan enteng Sya mengatakan. “Kau akan menemuinya”.
Usai mengatakan kalimatnya terakhir. Sya melangkah kedalam kebun lebih jauh. Menurut Rayhan ini sangat luas daripada yang bisa dibayangkannya. Berbagai pohon-pohon rindang tumbuh disini. Tanaman rambat pun dikelola sangat apik dengan membiarkannya tumbuh diantara rangka besi yang membentuk atap. Tanaman bunga-bungaan juga tumbuh cantik disekitar. Rayhan merasa sangat takjub hanya dengan melihat-lihat isi kebun. Maklum, di apartemen maupun di kota tak ada pemandangan hijau yang lebih indah dari ini.
Sya menghentikan langkahnya disebuah tempat berumput. Boleh dibilang hanya tanah ini yang berumput. Namun ada sebuah batu mirip nisan. Apa itu makam? Makan siapa? Daripada bingung sendiri, Rayhan menanyakan hal itu.
“Itu suamimu?”.
“Ya, sudah setahun dia disini”.
Baik Sya maupun Rayhan tidak melanjutkan obrolan. Lalu Sya meninggalkan tempat itu lebih dulu. Rayhan tak bisa merasakan apa-apa mengetahui hal ini. Saat dulu dia bahkan tak pernah mengenal lelaki itu, bicara saja tidak, beberapa kali hanya melihatnya dari jauh ketika bersama Sya. Mengingat dia jauh lebih beruntung dapat berjodoh dengan Sya, kekesalannya muncul kembali. Niat jahatnya bahkan terpikir untuk membalas Sya. Rayhan meninggalkan tempat dengan perasaan berkecamuk.
Melihat Sya masih berada dilorong, Rayhan buru-buru mendekat. Dengan kasar, Rayhan menarik tangan Sya lalu menyeretnya ketepian dinding. Tidak tahu apa yang terjadi, Sya gelisah kebingungan.
“Hei, kau kenapa? Kenapa lama sekali?”.
“Tutup mulutmu!!!”, bentak Rayhan.
Sya sangat terkejut dengan perubahan sikap Rayhan. Rayhan membenturkan tubuh Sya kedinding dengan kasar. Lalu pakaiannya yang setengah terbuka, dikoyaknya secara paksa. Sya merasa terimitidasi dengan perbuatan Rayhan yang diluar dugaan itu. Pemberontakkan yang Sya lakukan sepertinya tak membuat Rayhan gentar. Sebelum Rayhan melalukan kekerasan lebih jauh, Sya menendang kemaluan Rayhan. Kemudian berbalik menyerang Rayhan yang sedang kesakitan. Dengan menarik kerah baju Rayhan, Sya menantang.
“Bajingan! Apa yang kau lakukan?! Kau pikir aku ini pelacur?!”, Sya mengamuk.
Tampak kilatan amarah di mata Rayhan, namun dia tak mengatakan apapun. Sya yang kesal dengan perbuatan Rayhan, tak ingin meladeni kegilaannya lebih jauh. Sehingga dia melepas Rayhan dari cengkramannya, lalu meninggalkannya.
Seolah lupa dengan kejadian tadi, Sya tampak santai duduk dikursinya. Banyaknya kepulan asap yang keluar dari mulutnya menjadi tanda bahwa ia sedang menguraikan stressnya. Dia bahkan tidak peduli dengan tubuhnya yang polos.
Sekembalinya Rayhan, Sya tetap pada posisinya. Melirik ke arah Rayhan saja tidak. Namun kini yang tampak dari wajah Rayhan hanya penyesalan. Karena Rayhan bergerak dengan sangat hati-hati.
Mereka diam sangat lama. Melakukan aktivitas makan minum ditempat itu tanpa ada sepatah kata pun. Lalu Rayhan tergerak untuk menutupi tubuh Sya dengan jasnya. Namun Sya tetap teguh pada posisinya seolah tidak terganggu sama sekali. Barulah ketika Rayhan kembali duduk dikursinya, Sya melirik Rayhan tajam.
“Kau terganggu dengan ketelanjanganku?”.
“Tidak. Aku hanya takut kau sakit”.
“Tadi kau tidak memikirkan hal itu?!”, ucap Sya dengan penekanan.
“Tadi aku menyesal. Maafkan aku, Sya”, Rayhan memelas.
“Apa yang membuatmu begitu?”.
“Aku kesal mengingat kan berjodoh dengan suamimu dulu, Sya”.
“Kau cemburu? Dengan suamiku yang sudah mati itu?!”, Sya terkejut tidak percaya.
“Tentu saja aku cemburu! Kenapa kau ini tidak mengerti perasaanku?! Dulu kau memilihnya daripada aku. Dan kini setelah dia mati, kau kembali padaku. Apa yang sebenarnya kau inginkan, Sya?! Untuk apa aku disini?!”, Rayhan menunjukkan emosi.
“Aku tidak tahu! Tapi kau ada disini karena kehendakmu sendiri!”.
“Ya, tapi kau yang memintaku! Ini... (sambil membanting buku itu dimeja) aku disini karena buku ini. Apa perlu aku bertanya kenapa kau menulis kisah kita dibuku ini? Dengan sampul berwarna merah yang sudah jelas-jelas itu warna kesukaanmu? Apa kau ingin aku menggantikan suamimu?!”, jelas Rayhan semakin menukik perasaannya.
“Tidak”, jawab Sya sekenanya.
“Lantas?”, Rayhan mengeryitkan dahi.
“Aku hanya bermain-main”.
“Oke”. Tampak frustasi tergambar di wajah Rayhan dengan jawaban asal yang terlontar dari Sya. Ini tidak seperti bayangannya atau bahkan keinginannya. Rayhan masih tidak mengerti apa maksud dari semua ini. Namun dia hanya bisa menebak-nebak. Sehingga daripada membuang waktunya berlama-lama dengan hal yang tidak perlu. Rayhan bangkit dari duduknya dan melangkah meninggalkan Sya tanpa pamit. Hanya pulang yang ada dipikiran Rayhan.
Namun ketika mobilnya telah di depan gerbang. Gerbang tidak dibukakan oleh satpam. Alih-alih satpam membukakan, dia malah mendekati Rayhan dan mengetuk kaca jendela mobilnya.
“Den, ini titipan dari nyonya”, sambil memberikan paper bag berukuran kecil berwarna putih.
“Apaan ini? Saya mau pulang saja pak, tolong bukakan gerbangnya ya...”, pinta Rayhan sambil menolak pemberiaan itu.
“Iya saya buka, tapi ini tolong diterima, Den. Saya bisa kena masalah kalau aden tidak mau terima”, jelas sang satpam.
Tanpa minat, Rayhan terpaksa menerima paper bag tersebut dari tangan sang satpam. Tak lama kemudian dengan cekatan satpam telah membuka gerbangnya sambil mempersilahkan mobil Rayhan untuk keluar. Rayhan menanggapi tindakan satpam dengan senyum terpaksa. Dia hanya ingin cepat-cepat pulang.
Di tengah perjalanan, suara dering terdengar. Rayhan tak mengenali dering tersebut. Ponsel yang berada disaku celananya juga tak bergetar. Matanya yang sibuk mencari, menyimpulkan bahwa suara dering itu berasal dari paper bag yang dia letakkan di kursi sebelahnya. Baru mengetahui bahwa isi dari paper bag itu ponsel, Rayhan mengambil ponsel tersebut lalu membuka pesan yang baru masuk.
Messeage Sya to Rayhan
Selamat jalan, mungkin aku akan merindukanmu.
Usai dibaca pesan itu, Rayhan meletakkan ponsel itu ke kursi sebelah dengan asal. Tak ada niatan untuk membalas pesan dari Sya. Kekesalan masih mendera dalam diri Rayhan. Dan permainan yang baru saja dimainkan oleh Sya membuatnya ingin membanting ponsel tersebut. Namun setelah dipikir lagi, diurungkannya niat tersebut. Rayhan kembali fokus menyetir mobilnya menuju rumah.
Halo pembaca! kenalin yah aku anisbungadewi. makasih telah baca ceritaku. tambahkan novelku ke daftar pustaka agar kamu gak ketinggalan update cerita selanjutnya.
Pagi itu, mereka telah menaiki speed boat menuju ke tengah laut. Sya, Rayhan dan Luki telah memakai perlengkapan menyelam. Mereka akan snorkling, melihat kehidupan laut di kedalaman tertentu. Jika meraka beruntung, mereka dapat melihat ikan berbagai rupa yang cantik-cantik. Atau terumbu karang yang bentuknya unik. Karena baru pertama kali, untunglah mereka di dampingi penyelam profesional yang akan membantu mereka menemukan objek yang dicari. Speed boat telah berhenti. Instruktur pun menyuruh mereka menyelam di lokasi itu. Ketika semua sudah di dalam air, instruktur memandu mereka menyelam. Dengan membawa kamera khusus dalam air. Luki banyak memotret objek yang menurutnya bagus. Tiga puluh menit kemudian, Sya menunjukkan telunjuknya ke atas meminta untuk naik. Instruktur pun menyuruh Rayhan dan Luki juga ikut ke permukaan. Setelah mereka semua telah berada di speed boat, Rayhan tampak cemas dengan keadaan Sya. “Kamu gapapa, sayang?”, tanya Rayhan khawatir.
“Mau langsung ke pantai?”, tanya Rayhan kepada mereka semua. “Ayo om, sekarang aja!”, jawab Luki tidak sabar. “Masih panas loh Luki, sore aja gimana?”, balas Rayhan. “Jalan-jalan dulu gapapa dong?”. Rayhan mengiyakan permintaan Luki dengan masuk ke dalam mobil. Usai mereka santap siang dan belanja di toko oleh-oleh. Rayhan tahu benar waktu Luki tak banyak, jelas Luki tak ingin membuang waktunya walau hanya sekedar istirahat. Istirahat bisa malam hari ketika tidur dan itu sudah cukup. Sya hanya mengikuti keinginan Luki. Dia merasa liburan kesana memang untuk menyenangkan anaknya. Dan untuk merehatkan pikirannya sejenak dari pekerjaan. Namun jika berlama-lama, dia bisa kelupaan tak berkutat pada pekerjaannya lagi. Rayhan pasti akan senang dengan hal itu, punya banyak waktu untuk bersama dengannya. Karena permintaan Luki yang ingin jalan-jalan. Maka Rayhan mengendarai mobil keliling kota saja sampai waktu sore tiba. Baru setelahnya mereka
Di bandara, Luki datang bersama Heri. Sedangkan Sya, Rayhan, dan Fina telah menunggu untuk boarding lalu mereka semua santai sejenak minum kopi di kafe. Walaupun Rayhan telah bertemu Luki beberapa kali, tapi mereka belum pernah berbincang satu sama lain sehingga Rayhan tampak canggung saat Sya dan Luki saling berbicara. “Schedule kita nanti gimana, ma?”, tanya Luki kepada Sya. “Okay, kita terbang sekitar dua jam. Jam sembilan nyampe, kita ke hotel dulu. Lalu belanja, makan, istirahat sebentar. Sore baru ke pantai, makan malam, terus main kembang api. oiya ada tari kecak juga, nanti kita nonton. Baru besok pagi kita snorkling sampai siang. Setelah itu terserah kamu mau ngapain, yang penting jam delapan malam kamu sudah harus di bandara. Gimana?”, jawab Sya mejelaskan ke Luki panjang lebar. “Wow asyik! Tapi masa besok aku udah harus pulang sih?”, kata Luki melas. “Kan kamu sekolah”, jawab Sya. “Tapi sebentar banget ma, gak asyik. Huh..”, kata Lu
Ketika sosok Sya sudah menghilang, Rayhan mengecek panggilan yang ada di ponselnya. Ternyata yang dimaksud oleh Sya adalah Erin. Erin meneleponnya. Kalau dipikir, Rayhan memang sudah lama tidak bertemu dengannya sejak malam pernikahan Pak Hendra waktu itu. Tak mau menebak-nebak terlalu jauh. Rayhan menyempatkan dirinya untuk menelepon Erin. “Halo Rin? Ada apa kamu telepon tadi?”, tanya Rayhan tanpa basa basi. “Ehiya mas, maaf tadi ku pikir mas Rayhan. Tapi ternyata yang jawab suara perempuan, aku takut ganggu”. “Enggak itu cuma teman aku, Rin. Hei, kau belum menjawab pertanyaanku”. “Hmm aku mau ngajak mas makan malam di rumah ku. Dulu mas sempat minta masakin sop buntut kan?”. “Mungkin gak sekarang, Rin. Nanti aku kabarin lagi ya”. “Oh gitu mas, yaudah gapapa”. “Udah dulu ya, bye”. Rayhan pikir ada hal mendesak. Rupanya cuma mengajak makan malam. Memang sejak Sya tinggal di apartemennya, Rayhan lupa dengan Erin. Perasaa
Esok paginya mereka memulai hari yang sama seperti kemarin. Karena tubuh jauh lebih segar saat pagi hari, Rayhan memutuskan untuk bercinta hanya pada saat itu saja. Frekuensi yang terlalu sering juga akan mengakibatkan keduanya bisa merasa bosan. Jadi Rayhan berusaha untuk tidak memaksa jika Sya tidak ingin. Sarapan pagi itu, Sya tampak sedang video call dengan anaknya. Di sela-sela panggilan tersebut, Sya mengajak Rayhan untuk video call juga. Tak dapat menolak, Rayhan menurut saja. “Luki ini ada om Ray...”, kata Sya menyodorkan ponselnya tepat ke muka Rayhan. “Hai Luki gimana kabarmu?”, tanya Rayhan masih mengunyahkan makanan. “Hai om, kabarku baik. Apa mama merepotkan disana?”. “Sama sekali tidak merepotkan, om senang ada mama disini. Kamu juga bisa kesini kalau kamu mau”, jelas Rayhan. “Enggak ah om, mama sedang puber”, ledek Luki. “Mama dengar loh Luki”, ucap Sya tegas. “Hehehe bercanda ma”. “Gini deh, kamu
“Kok lu bisa mesra banget sama dia? Bukannya dia punya pacar?”, kata Luis mengawali obrolan di mobil yang dalam perjalanan. “Pacar? Pacar yang mana?”, balas Sya heran. “Itu loh yang kemarin kita sempat pas-pasan di bassment, waktu pernikahan Pak Hendra”, kata Luis menjelaskan. “Oiya, gue lupa. Ya kita lihat aja apakah dia beneran punya pacar atau tidak. Tapi menurut perasaan gue, ya dia sama gue aja sekarang ini”, jawab Sya. “Mungkin, kalau ternyata dia buaya tenang aja biar gue hajar dia! Gantengan juga gue, Sya daripada dia!”, tegas Luis sambil memperagakan adegan tinju. “Udah dah, makan nih. Lu rese kalau lagi laper!”, ucap Sya sambil melemparkan kantong berisi roti isi itu. “Lah itu mah iklan yang kita buat hahaha”. Sampai di kantor, Sya dan Luis bekerja seperti biasa. Tidak ada pembicaran tentang Rayhan atau yang lain-lain. Mereka sangat serius jika konsentrasi sedang tinggi-tingginya. Beberapa pekerjaan mampu terselesaika
Dari dalam kamar, Sya mendengar dengan jelas apa yang dikatakan Rayhan. Sya tahu bahwa dia begitu egois tidak memikirkan nasib Rayhan. Walaupun dia tidak harus berbuat apa atas kejadian tadi, Sya jelas tetap pada pendiriannya. Meski dia belum tahu benar bagaimana cara untuk menyampaikan maksudnya sendiri mengambil langkah seperti ini. Kesalahan terbesar Rayhan adalah menuntut Sya untuk menikah. Sya bukan anak gadis yang takut tidak laku, dia seorang wanita pebisnis. Meskipun Sya janda bukan berarti dia ingin ada lelaki lain yang akan mendampinginya. Itu bukan masalah. Siapapun bisa menjadi pendampingnya jika dia mau, hanya saja bukan dengan menikah. Sya tahu benar bagaimana perasaan Rayhan saat ini. Rayhan pasti merasa digantung dengan hubungan yang tidak jelas kemana arahnya. Sya sangat mengerti itu, tapi bukan perkara mudah untuk menyakinkan Rayhan bahwa mereka tidak perlu melakukan hal yang lain-lain. Apa yang mereka telah jalani seharusnya sudah cukup. Ak
Sementara Sya dan Luis masih dalam perjalanan pulang. “Tadi siapa, Sya?”, tanya Luis. “Rayhan, temen lama gue”, jawab Sya singkat. “Oh, gue kira dia pacar lu. Tapi pas di parkiran gue lihat dia sama cewek lain, ya mana mungkin kalian pacaran hahaha...”. “Pacaran atau tidak, gue punya hubungan sama dia”. “Maksud lu selingkuhan?”. “Sialan lu, emangnya gue pelakor?”, seru Sya marah. “Ya habis lu gak jelas ngasih tahunya”. Sya memilih tak menjawab, dia tak merasa harus menjelaskan secara detail bagaimana hubungannya dengan Rayhan. Baginya dia sudah nyaman dengan hubungan seperti itu. Walaupun Rayhan terus menerus membujuknya untuk menikah. Hingga Sya memutuskan untuk menolak karena Sya merasa tidak membutuhkan itu. “Antar gue ke apartemennya dia, Luis”, pinta Sya. “Hah? Sekarang?”, tanya Luis bingung. “Sementara gue pengen tinggal beberapa hari di apartemennya. Tolong lu bilang Heri dan Fina siapkan
Luis datang ke rumah Sya untuk menjemput. Hari itu adalah jadwal menghadiri pernikahan Pak Hendra. Luis tahu Sya malas datang ke acara tersebut karena dia sudah menunggu dari tadi. Sya masih berdandan, padahal yang menikah bukan dia tapi waktu yang dihabiskan untuk dandan saja sama seperti pengantin. Kegelisahan Luis akhirnya terbayarkan setelah Sya keluar dari kamar dengan gaun mewah dan riasan yang cantik. Luis sangat terpesona, biar bagaimanapun dia lelaki yang tertarik pada wanita. Walaupun Luis orang kepercayaan Sya. “Et dah lama banget neng, untung hasilnya cakep gini. Yuk ah buruan!”, kata Luis yang telah melangkah duluan ke mobil. “Gini dong lu ganteng biar ada cewek yang nyantol!”, balas Sya menyusul Luis. “Lu juga jomblo jangan ngatain lah, dah buruan masuk”, pinta Luis yang sudah berada di mobil. “Gue janda, sialan. Bukan jomblo”, balas Sya ketus sambil menaiki mobil. Mobil mereka melaju dengan kecepatan sedang karena Sya ya