Kali ini Rayhan seperti bangun dari mimpi buruk. Kepala pusing, tangan dan kaki terikat. Ingin berteriak tapi tak bisa. Dia berada diruang yang sempit dengan kilasan-kilasan cahaya melalui lubang sekeliling dinding kayunya. Satu-satunya cara yang bisa dilakukannya yaitu berontak, membuat gaduh. Tapi rupanya cara itu tak membuatnya dikeluarkan dari tempat itu. sialan! Apa yang sebenarnya terjadi. Kemudian Rayhan lebih memilih diam karena lelah. Lamat-lamat terdengar langkah kaki mendekat. Dibuka penutup kotak itu dan muncul Sya dan seorang lagi laki-laki.
“Nyenyak tidurmu?”
“Keparat! Apa yang sebenarnya kau lakukan? Dimana aku?”
“Peti mati.”
“Bangsat! Kau menempatkanku di peti mati?! Kau psikopat!”
“Aku bertaruh, menukar nyawamu dengan suamiku. Tapi sepertinya tidak berhasil. Tutup kembali petinya.” Perintah Sya kepada Heri, keamanannya.
“Apa?! Keluarkan aku dari sini! Sya! Sya!”
Peti mati telah ditutup sempurna oleh Heri. Sya meninggalkan tempat itu. Tiba-tiba suara Rayhan kembali terdengar.
“Ampun, Sya. Ampun… tolong keluarkan aku dari sini…”
Sya hanya tersenyum mendengarnya dan tetap pada langkahnya keluar ruangan.
“Heri, siapkan mobil.” Perintah Sya ke Heri.
“Baik, nyonya.”
Sya pergi meninggalkan rumahnya dengan keadaan mengurung Rayhan didalam peti mati. Dalam hatinya Sya terhibur dengan apa yang dilakukannya itu. Dan apa yang mereka lakukan pada pagi harinya dikamar kemudian sorenya dikebun. Andai saja Sya tak harus rmengurus pekerjaannya yang terbengkalai akibat kedatangan Rayhan yang sangat tiba-tiba. Rayhan sangat mendramatisir sekali novel yang dibuat Sya untuknya.
Peti matinya baru dibuka esok hari, sesuai perintah Sya. Pelayan rumah yang bertugas membuka peti itu, menemukan Rayhan tertidur. Sarapan dan pakaian telah disiapkan untuk Rayhan. Memang masih sangat pagi. Tidak lama setelah pelayan pergi, Rayhan terbangun. Yang sebelumnya dia merasakan gerah dan panas, kali ini dingin. Tangan dan kaki telah lepas dari ikatan. Rayhan bangkit dengan sempoyongan melihat keadaan disekelilingnya.
Ketika menemukan segelas air dan sepiring makanan, Rayhan datang mendekat. Rayhan tak tahu berapa lama dikurung. Selama itu, dia tak diberi makan bahkan air sedikitpun. Rayhan mengira dia akan mati, dipeti mati. Sungguh konyol. Usai makan dan minum, tubuh Rayhan kembali bertenaga. Setumpuk pakaian yang telah disiapkan, diambilnya dan dibawanya menuju kamar mandi.
Keluar dari ruangan itu, Rayhan masih tidak tahu sekarang pukul berapa. Matanya berusaha mencari-cari keberadaan Sya yang sangat ingin di tamparnya, jika Sya bukan wanita. Rayhan marah dan tidak percaya dengan perlakukan Sya yang sangat tidak masuk akal. Apakah Sya telah berubah menjadi psikopat? Apa mungkin karena ulahnya kemarin. Rayhan tidak tahu. Rayhan hanya ingin keluar dari sini.
Pelayan melangkah cepat kearah Rayhan.
“Tuan Rayhan, jika ingin pulang dan kembali bekerja silahkan.”
“Dimana Sya?”
“Nyonya Sya tidak ada dirumah, tuan. Sejak kemarin.”
“Sejak kemarin? Berapa lama saya dikurung?!”
“Kurang lebih dua hari, tuan.”
Dalam hatinya mengutuk Sya. Sial.
“Jam berapa dan hari apa sekarang?”
“Sekarang jam 5.50 pagi, hari kamis tuan.”
“Baiklah, saya akan pergi sekarang.”
“Ini tuan kunci mobilnya. Dan ini, titipan dari nyonya.”
Pelayan memberikan amplop coklat dari Sya. Rayhan memasang wajah heran namun tetap mengambil amplop tersebut. Selanjutnya melesat cepat pergi dari situ.
Sesampai didalam mobil, amplop yang dipegangnya dilempar ke kursi samping. Rayhan menyetir mobilnya menuju kantor, tidak pulang ke apartemennya. Tersadar jika sudah tiga hari dia tak pergi bekerja. Rumah Sya sangat jauh sekali dari pusat kota, dimana kantor Rayhan berada. Rayhan tentu akan kena masalah dikantor terkait ketidakhadirannya selama tiga hari. Rayhan mengambil jalan tol berharap dapat sampai dengan cepat.
Terlambat 30 menit harusnya bukan masalah besar. Sebelum keluar dari mobil, dia mengambil amplop itu dan menyimpannya ditas. Rekan kerjanya memasang wajah sinis terhadapnya, pemandangan yang buruk untuk pagi yang buruk. Jarak dari pintu menuju mejanya, lumayan jauh. Rayhan bersiap tahan mental.
“Lu kemana aja, bos? Gak ada kabar sama sekali. Diculik?” Reza membuka obrolan.
“Iya gue diculik.” Rayhan menjawab sekenanya.
“Serius? Lo gapapa? Kenapa lu gak lapor polisi?”
“Kelamaan. Lagian gue dilepas sama penculiknya.”
“Kok bisa? Lu kasih jaminan duit berapa banyak?”
“Kagak minta jaminan. Penculiknya iseng doang.”
“Hah? Iseng doang? Gue jadi curiga. Yang nyulik lu tante-tante kaya?”
“Bisa dibilang begitu.”
“Hahaha itu bukan diculik, dodol. Lu dijadiin piaraan. Mantap-mantap dong lu? Dikasih jajan berapa? Makan siang traktir gue ya….” Reza histreris dengan girang.
“Mbah mu! Bukan tante-tante. Seumuran gue.”
“Apa? Gue gak percaya. Hmmm ceritanya lanjut nanti dah, lu mending ngadep pak direktur lu sekarang. Mudah-mudahan lu gak kena maki. Asal lu tahu, dari kemaren pak Henda uring-uringan kepala proyeknye gak ada. Marah-marah mulu, semua kena marah gara-gara lu.”
“Gila seburuk itu?”
Rayhan memasang wajah anyep dan mengarahkan telunjuknya ke ruangan pak Hendra. Rayhan sempat panik namun dia harus menemui sang direktur. Berusaha mengatur nafas dan menaikkan tingkat kepedean sebelum melangkah ke ruangan pak Hendra. Didalam ruangan mulailah pak Hendra mengajukan perrtanyaan tak henti-hentinya. Rayhan menjawab sekenanya saja agar cepat selesai. Kemudian Rayhan disodorkan kertas bertuliskan Surat Peringatan. Karena sudah menduga hal ini akan terjadi, Rayhan langsung menandatanganinya lalu keluar dari ruangan.
Kembali ke mejanya berada. Rayhan menemukan dokumen yang bertumpuk. Ingin rasanya membakar ini semua kemudian tertawa bahagia. Oh indahnya jika bisa dilakukan. Ketika membuka tasnya, ia menemukan amplop dari Sya yang belum dibukanya. Karena penasaran dirobek amplop itu dan melihatnya kedalam isinya. Rayhan merasa ragu dengan isinya. Ia mencoba menengok ke kanan dan ke kiri berharap tidak ada yang mengintip. Selanjutnya Rayhan memasukkan tangan kedalam amplop dan merasakan sesuatu seperti bahan kain. Tangannya mencoba mengeluarkan benda itu perlahan, kertika tahu benda apa itu. Rayhan tertawa kecil sambil menggelangkan kepala. Dalam hatinya Rayhan membatin, apa kau bergurau Sya? Benda itu dimasukkan lagi kedalam amplop dan amplop itu disimpan kembali kedalam tas.
Siapa yang menyangka akan menerima amplop berisi underwear? Meskipun underwear kepunyaan orang yang kita cintai, tetap saja rasanya aneh. Rayhan tidak habis pikir. Tapi dia juga ingin tertawa geli. Hal itu cukup menghibur ditengah kusutnya pikirannya sendiri terhadap pekerjaan. Rayhan berharap bisa pulang dengan cepat, walaupun dia tahu takkan bisa.
Jam pulang tiba para karyawan telah bersiap pulang. Tak terkecuali Reza. Rayhan yang harus lembur minggu ini mendapat cemooh dari Reza.
“Lembur nih yee…”
“Lu bisa lihat sendiri kan? Mendingan lu bantu gue biar cepat kelar.”
“Wani piro?”
“Sialan lu. Bagaimana kalau makan malam gratis?”
“Ditambah pulsa dan bensin gratis?”
“No way!”
“No problem!” Jawab Reza singkat dan melengos pergi.
“Shit!” Rayhan mengutuk dirinya sendiri.
Ditengah-tengah Rayhan menyelesaikan pekerjaannya, ia teringat isi amplop yang dibukanya tadi pagi. Lantas Rayhan tersenyum sendiri sambil mengumpulkan niat apakah ingin melihatnya lagi. Setelah dipikir-pikir, Rayhan ingin melihatnya. Kantor sudah sepi dan hanya dia seorang yang lembur hari itu. Rayhan mengambil tasnya, mengeluarkan amplop itu kemudian menjatuhkan isi amplop itu ditelapak tangannya.
Itu benar. Itu benar-benar celana dalam. Tapi ada secarik kerrtas bertuliskan MISS ME?. Tentu saja Rayhan merindukan Sya. Rayhan memegang celana dalam yang berwarna hitam itu, meremas-remasnya, meletakkannya dimejanya sendiri. Dipandangnya lama membayangkan ingatannya tempo hari saat bercinta dengan pemiliknya. Ia harusnya sudah sakit jiwa dengan pikiran dan kelakuannya saat ini karena mirip psikopat. Andai Rayhan bisa meneleponya sehingga dia tak perlu berimajinasi yang tidak-tidak tentang Sya. Tapi Rayhan teringat tak memiliki nomor teleponnya. Akhirnya dia lebih memilih membereskan mejanya dan pulang.
Rayhan harus lembur paling tidak tiga hari untuk mengganti pekerjaan dihari dia tidak masuk kerja. Jadi sabtu harusnya pekerjaannya sudah selesai. Disaat yang lain menikmati akhir pekan, Rayhan sibuk bekerja. Oh betapa malang.
Pagi dikantor berjalan seperti biasa. Yang tak biasa, Rayhan mendapat paket tak ada nama pengirim lagi. Ia sudah mengira ini akan bikin dia deg-degan. Rasa penasaran dan tak sabar apa isi amplop putih, membuatnya buru-buru pergi ke toilet. Pikirnya tidak mungkin celana dalam lagi, tapi tetap saja Rayhan tak mau ketahuan rekan kerjanya jika isinya sangat aneh.
Dibilik toilet Rayhan telah bersiap. Dirobeknya amplop tersebut. Dijatuhkannya isi ditelapak tangannya. Secarik kertras dengan cap bibir warna merah. Apakah ini lipstick? Rayhan berpikir ini bibirnya Sya. Sya Memakai lipstick tebal kemudian menempelkan bibirnya dikertas ini. Dibaliknya ada tulisan MISS ME?. Rayhan bereaksi senyum sangat lebar dan hampir tertawa. Ini sangat konyol namun romantis atau malah erotis? Yang lebih tepat adalah erotis. Sya memang erotis.
Hari itu Rayhan lalui dengan semangat. Bahkan lembur pun tak terasa penat ataupun lelah. Ide-ide konyol Sya menggoda Rayhan memang membuat Rayhan tak habis pikir. Momen yang mungkin tidak akan pernah dia dapatkan dari wanita mana pun. Apakah ini tanda Rayhan mencintainya? Benar-benar mencintainya dengan serius.
Hari ini sangat tanggung, yang mana harusnya Rayhan libur. Tapi jika tidak pergi bekerja, dia akan diturunkan dari jabatannya yang tidak mau dibayangkan. Pagi dikantornya tak ramai seperti biasa. Jauh lebih baik daripada lembur saat malam hari dan sendirian. Beberapa karyawan yang lain melakukan lembur juga. Tak ada kantor yang tak sibuk, kecuali saat libur.
Masih pagi dan rasanya seperti menanti sesuatu. Kiriman pos barangkali. Ini macam kecanduan tapi sebenarnya hanya merindukan. Rayhan tak dapat melakukan apa pun untuk menyampaikan rindunya. Mau telepon tidak punya nomornya. Mau mendatangi rumahnya, lagi sibuk-sibuknya kerja.
Ini sudah siang dan tak ada tanda-tanda Rayhan akan mendapat kiriman pos. Lebih baik mengisi perut yang sudah keroncongan dengan soto lamongan langganannya. Jam makan siang hampir lewat, harus cepat sebelum kehabisan.
Sekembalinya dari makan, Rayhan ditegur seseorang.
“Woi Rayhan, ada paket tuh buat lu. Gue taro dimeja lu.”
Rayhan hanya mengacung dua jempol dan sedikit berlari menuju mejanya. Lagi-lagi tidak ada nama pengirim, tidak mengejutkan. Tidak berlama-lama Rayhan merobek amplopnya dan mengambil secarik kertas. Kertasnya bertuliskan TEA TIME 4 PM.
Kertas itu tidak menunjukkan tempat pertemuan, artinya tea time dirumahnya. Sepertinya Sya sudah pulang. Rayhan menengok kearah jam tangannya 13.33. Kemudian membereskan meja kerjanya dan berlari keluar ruangan. Lembur hari itu dia selesaikan lebih cepat.
Rayhan menyetir lewat jalan tol. Namun muncul hal yang tak terduga, macet. Yap, ini akhir pekan semua orang mungkin ingin berlibur. Harusnya masih sempat, Rayhan tak ingin terrlambat. Di tengah perjalanan ia berpikir apakah perlu membawakan sesuatu. Bunga mungkin? Ya bunga, wanita suka bunga. Pilihan yang bagus. Rayhan akan menepi jika menemukan toko bunga. Membayangkan mungkin akan kencan nantinya semakin membuat Rayhan bersemangat.
***
Pagi itu, mereka telah menaiki speed boat menuju ke tengah laut. Sya, Rayhan dan Luki telah memakai perlengkapan menyelam. Mereka akan snorkling, melihat kehidupan laut di kedalaman tertentu. Jika meraka beruntung, mereka dapat melihat ikan berbagai rupa yang cantik-cantik. Atau terumbu karang yang bentuknya unik. Karena baru pertama kali, untunglah mereka di dampingi penyelam profesional yang akan membantu mereka menemukan objek yang dicari. Speed boat telah berhenti. Instruktur pun menyuruh mereka menyelam di lokasi itu. Ketika semua sudah di dalam air, instruktur memandu mereka menyelam. Dengan membawa kamera khusus dalam air. Luki banyak memotret objek yang menurutnya bagus. Tiga puluh menit kemudian, Sya menunjukkan telunjuknya ke atas meminta untuk naik. Instruktur pun menyuruh Rayhan dan Luki juga ikut ke permukaan. Setelah mereka semua telah berada di speed boat, Rayhan tampak cemas dengan keadaan Sya. “Kamu gapapa, sayang?”, tanya Rayhan khawatir.
“Mau langsung ke pantai?”, tanya Rayhan kepada mereka semua. “Ayo om, sekarang aja!”, jawab Luki tidak sabar. “Masih panas loh Luki, sore aja gimana?”, balas Rayhan. “Jalan-jalan dulu gapapa dong?”. Rayhan mengiyakan permintaan Luki dengan masuk ke dalam mobil. Usai mereka santap siang dan belanja di toko oleh-oleh. Rayhan tahu benar waktu Luki tak banyak, jelas Luki tak ingin membuang waktunya walau hanya sekedar istirahat. Istirahat bisa malam hari ketika tidur dan itu sudah cukup. Sya hanya mengikuti keinginan Luki. Dia merasa liburan kesana memang untuk menyenangkan anaknya. Dan untuk merehatkan pikirannya sejenak dari pekerjaan. Namun jika berlama-lama, dia bisa kelupaan tak berkutat pada pekerjaannya lagi. Rayhan pasti akan senang dengan hal itu, punya banyak waktu untuk bersama dengannya. Karena permintaan Luki yang ingin jalan-jalan. Maka Rayhan mengendarai mobil keliling kota saja sampai waktu sore tiba. Baru setelahnya mereka
Di bandara, Luki datang bersama Heri. Sedangkan Sya, Rayhan, dan Fina telah menunggu untuk boarding lalu mereka semua santai sejenak minum kopi di kafe. Walaupun Rayhan telah bertemu Luki beberapa kali, tapi mereka belum pernah berbincang satu sama lain sehingga Rayhan tampak canggung saat Sya dan Luki saling berbicara. “Schedule kita nanti gimana, ma?”, tanya Luki kepada Sya. “Okay, kita terbang sekitar dua jam. Jam sembilan nyampe, kita ke hotel dulu. Lalu belanja, makan, istirahat sebentar. Sore baru ke pantai, makan malam, terus main kembang api. oiya ada tari kecak juga, nanti kita nonton. Baru besok pagi kita snorkling sampai siang. Setelah itu terserah kamu mau ngapain, yang penting jam delapan malam kamu sudah harus di bandara. Gimana?”, jawab Sya mejelaskan ke Luki panjang lebar. “Wow asyik! Tapi masa besok aku udah harus pulang sih?”, kata Luki melas. “Kan kamu sekolah”, jawab Sya. “Tapi sebentar banget ma, gak asyik. Huh..”, kata Lu
Ketika sosok Sya sudah menghilang, Rayhan mengecek panggilan yang ada di ponselnya. Ternyata yang dimaksud oleh Sya adalah Erin. Erin meneleponnya. Kalau dipikir, Rayhan memang sudah lama tidak bertemu dengannya sejak malam pernikahan Pak Hendra waktu itu. Tak mau menebak-nebak terlalu jauh. Rayhan menyempatkan dirinya untuk menelepon Erin. “Halo Rin? Ada apa kamu telepon tadi?”, tanya Rayhan tanpa basa basi. “Ehiya mas, maaf tadi ku pikir mas Rayhan. Tapi ternyata yang jawab suara perempuan, aku takut ganggu”. “Enggak itu cuma teman aku, Rin. Hei, kau belum menjawab pertanyaanku”. “Hmm aku mau ngajak mas makan malam di rumah ku. Dulu mas sempat minta masakin sop buntut kan?”. “Mungkin gak sekarang, Rin. Nanti aku kabarin lagi ya”. “Oh gitu mas, yaudah gapapa”. “Udah dulu ya, bye”. Rayhan pikir ada hal mendesak. Rupanya cuma mengajak makan malam. Memang sejak Sya tinggal di apartemennya, Rayhan lupa dengan Erin. Perasaa
Esok paginya mereka memulai hari yang sama seperti kemarin. Karena tubuh jauh lebih segar saat pagi hari, Rayhan memutuskan untuk bercinta hanya pada saat itu saja. Frekuensi yang terlalu sering juga akan mengakibatkan keduanya bisa merasa bosan. Jadi Rayhan berusaha untuk tidak memaksa jika Sya tidak ingin. Sarapan pagi itu, Sya tampak sedang video call dengan anaknya. Di sela-sela panggilan tersebut, Sya mengajak Rayhan untuk video call juga. Tak dapat menolak, Rayhan menurut saja. “Luki ini ada om Ray...”, kata Sya menyodorkan ponselnya tepat ke muka Rayhan. “Hai Luki gimana kabarmu?”, tanya Rayhan masih mengunyahkan makanan. “Hai om, kabarku baik. Apa mama merepotkan disana?”. “Sama sekali tidak merepotkan, om senang ada mama disini. Kamu juga bisa kesini kalau kamu mau”, jelas Rayhan. “Enggak ah om, mama sedang puber”, ledek Luki. “Mama dengar loh Luki”, ucap Sya tegas. “Hehehe bercanda ma”. “Gini deh, kamu
“Kok lu bisa mesra banget sama dia? Bukannya dia punya pacar?”, kata Luis mengawali obrolan di mobil yang dalam perjalanan. “Pacar? Pacar yang mana?”, balas Sya heran. “Itu loh yang kemarin kita sempat pas-pasan di bassment, waktu pernikahan Pak Hendra”, kata Luis menjelaskan. “Oiya, gue lupa. Ya kita lihat aja apakah dia beneran punya pacar atau tidak. Tapi menurut perasaan gue, ya dia sama gue aja sekarang ini”, jawab Sya. “Mungkin, kalau ternyata dia buaya tenang aja biar gue hajar dia! Gantengan juga gue, Sya daripada dia!”, tegas Luis sambil memperagakan adegan tinju. “Udah dah, makan nih. Lu rese kalau lagi laper!”, ucap Sya sambil melemparkan kantong berisi roti isi itu. “Lah itu mah iklan yang kita buat hahaha”. Sampai di kantor, Sya dan Luis bekerja seperti biasa. Tidak ada pembicaran tentang Rayhan atau yang lain-lain. Mereka sangat serius jika konsentrasi sedang tinggi-tingginya. Beberapa pekerjaan mampu terselesaika