Home / Romansa / Under The Blue Light / 5. Blue Light Entertaiment

Share

5. Blue Light Entertaiment

Author: SNYX
last update Last Updated: 2021-07-17 11:39:52

.....

Setelah pernyataan cinta dari Azumaya, aku segera pamit dari hadapannya sambil menarik koperku keluar. Tak baik untukku belama-lama di sana. Aku tak sepolos itu sampai tak bisa berpikir kalau aku baru saja menghancurkan hatinya dengan penolakan.

Selama perjalanan menuju losmen, aku tak merasa aman sama sekali. Aku terus berusaha menutupi diriku dan menunduk. Aku takut rentenir itu mengikutiku sampai losmen dan membuat kekacauan di sana.

"Elina? Kenapa sudah kembali? Apa ada hal buruk yang terjadi?" Lucy memanggilku ketika dia tak sengaja melihatku berjalan di gang samping restoran menuju losmen.

Aku mengusap lenganku. "Sherry tak ada di sana, jadi aku kembali."

Lucy melirik koper yang kubawa. "Kau sudah melakukan hal yang benar. Tak baik tinggal bersama orang yang bertempramen buruk. Kau membawa seluruh barang berhargamu juga 'kan? Jangan tinggalkan sepeserpun untuknya. Dia tak berhak menerima kebaikanmu."

Aku mengangguk. Tak mungkin aku menceritakan hal yang sebenarnya pada Lucy. Dia akan khawatir. Aku malu kalau harus berhutang budi lebih banyak lagi padanya.

"Oke, karena hari ini kau libur, beristirahatlah. Gunakan waktumu sebaik mungkin. Kita bertemu lagi besok pagi." Begitu ucap Lucy sambil berlalu dari hadapanku.

Aku kembali menarik koperku dan melangkah. Pikiranku bercabang sekarang. Dimana aku bisa menemukan Sherry, bagaimana caraku melunasi hutang dalam waktu seminggu, bagaimana kalau rentenir itu berhasil mengikutiku sampai ke sini, bagaimana kalau mereka mengganggu karyawan di restoran. Aku tak mau membahayakan nyawa mereka.

.....

Telah ditemukan potongan mayat dengan organ dalam yang hilang di pusat pembuangan sampah di kota Buffalo. Dari sidik jari dan barang bukti yang dikumpulkan, diketahui kalau korban merupakan seorang gadis berusia 25 tahun yang bernama Elina Katarina. Sampai saat ini, polisi setempat masih melakukan penyelidikan lebih dalam lagi."

.....

Aku tak bisa tidur nyenyak semalaman. Setiap memejamkan mata, aku akan memikirkan hal buruk yang mungkin akan terjadi di masa depan. Ketika berhasil tidur, aku akan bermimpi buruk sekali dan membuatku bangun dengan keringat yang bercucuran. Aku takut para rentenir itu memburuku. Aku takut mereka membunuhku. Aku takut mati. Aku bahkan memimpikan tubuhku dicincang, organ dalamku diambil, lalu tubuhku yang bernilai dibuang ke selokan.

Kalau sudah berpikir seperti ini, aku akan merasa mual. Mulutku seolah dipaksa mengeluarkan sesuatu, meskipun pada akhirnya aku tak mengeluarkan apapun, selain saliva.

"Elina? Mau kemana?"

"Ke ruang ganti."

"Tak makan bersama kami?"

"Terimakasih. Aku akan menyusul nanti, Lucy."

Ini sudah jam makan siang. Seperti biasa, beberapa karyawan akan berkumpul di taman belakang. Namun, saat ini yang aku butuhkan adalah menyendiri di keheningan. Aku butuh ketenangan. Namun, suara-suara di dalam kepalaku tak mau berhenti dan terus membuatku berpikir keras.

Bagaimana caraku melunasi hutang? Bagaimana caraku mendapatkan uang dalam waktu singkat? Siapa yang bisa kumintai bantuan? Keluarga? Aku tak bisa merepotkan mereka. Sedari awal mereka bahkan tak merestui perjalananku ke kota. Azumaya? Aku tak yakin dia mau meminjamkan uangnya dalam jumlah besar, terlebih aku sudah menolaknya. Kalaupun dia mau, mengapa dia tak langsung menawarkannya saat kami bertemu?

Lucy? Dia sudah terlalu banyak membantu. Rasanya malu dan enggan kalau harus meminta tolong kepadanya lagi. Dia pasti punya masalahnya sendiri untuk diselesaikan.Teman-teman di restoran? Lebih tidak mungkin lagi. Mereka sudah berkeluarga. Aku tak bisa meminjam uang pada mereka.

Kalau saja aku tak melawan ibu dan mendengarkannya untuk tetap di desa, apakah nasibku akan lebih beruntung? Kalau aku masih di negaraku sendiri, apa mungkin semuanya akan baik-baik saja? Kalau saja aku lebih peka terhadap Sherry, tidak, kalau saja aku tak pernah bertemu dengannya dan mempercayainya, mungkinkah semuanya berbeda?

Aku menengadahkan wajahku, menatap langit-langit yang berwarna gading polos. "Apa yang harus kulakukan?" Aku memejamkan mataku. Rasanya melelahkan.

.....

"Maaf, aku tak bisa menemanimu, Diana."

"Oh, tak apa-apa, Elina. Masih ada yang lain. Sebaiknya kau segera beristirahat, wajahmu pucat sekali seharian ini."

Aku kembali ke losmen secepatnya setelah berpamitan pada Diana. Biasanya aku akan menemani wanita itu menunggu suaminya menjemput di depan restoran. Kesempatan itu kumanfaatkan untuk memutar kembali otakku.

Jendela losmen sudah kukunci, begitu pula dengan pintu. Demi menghalau dingin yang menyengat tulang, penghangat ruangan kunyalakan.

Tadi sore ketika aku mengantarkan makanan ke meja nomor tiga, aku mengingat para gadis yang membicarakan sesuatu tentang mendapatkan uang dengan cara instan. Sesuatu seperti merekam diri saat masturbasi dan mendapatkan uang sebagai gantinya. Barter yang menjijikan, tapi aku harus mencobanya.

Dengan kuota yang terbatas, aku mempertimbangkan beberapa situs yang mirip dengan apa yang gadis-gadis itu pernah bicarakan. Aku harus menahan malu dan risih saat potongan-potongan adegan tak senonoh tertampang bebas di hadapanku. Kemudian kutemukan satu situs yang sepertinya cukup layak untuk kucoba.

bluelight.co.id milik Blue Light Entertaiment.

Sebuah rumah produksi yang menggarap film dan iklan dewasa berdurasi pendek. Kulihat jangkauannya cukup besar sebab ada jutaan netizen yang berkunjung setiap tahunnya dari berbagai negara.

Di antara poster dan biodata pemain yang diperkenalkan, tak kutemukan satupun orang yang berasal dari negaraku. Paling dekat adalah orang-orang Korea dan Jepan. Melihat mereka membuatku pesimis. Apakah tempat ini akan memberikan kesempatan untukku? Aku tak berkulit putih dan tak bertubuh semampai.

Namun pertanyaan itu dengan cepat menguap saat kusadari aku harus bergerak cepat. Tak ada waktu berpikir kritis. Lagipula aku tak akan selamanya bekerja di tempat itu. Setelah aku melunasi hutangku, akan akan keluar dari industri itu dan kembali ke kampung. Maka aku menekan tombol 'apply career' di pojok kanan bawah.

Kemudian aku dibawa ke halaman lain. Halaman itu mengharuskan aku mengisi biodata diri dan mengunggah satu foto seluruh tubuh menggunakan bikini. Aku juga diharuskan mengunggah fotoku yang tanpa make up dari jarak dekat.

Aku tak memiliki bikini, jadi aku mulai melepas pakaianku, dan menyisakan dalamanku saja. Aku berdiri di depan cermin dan mengambil fotoku sendiri. Aku hanya mengambil satu foto karena aku tak sanggup melakukannya lagi. Rasanya memalukan.

Sebelum mengunggah foto itu di situs, aku memperhatikan penampilanku baik-baik. Wajahku terlihat bodoh dan tubuhku tak seksi seperti Klan Kardashian. Keyakinanku tak lebih dari 50% saat mengunggahnya. Kalau aku diterima, itu adalah sebuah keberuntungan. Jadi aku mulai mencari beberapa situs lagi sebagai cadangan. Sialnya kuota yang kumiliki habis di tengah jalan.

.....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Under The Blue Light   18. S & M

    Aku tak bisa mengontrol ekspresiku. Aku tak bisa menahannya agar terlihat biasa saja. Apa yang ada di hadapanku ini adalah hal yang mengerikan. Rasa takut mulai menjalar ketika wanita di dalam video itu mulai memohon pengampunan di antara tangisnya.Tanganku refleks bergerak sendiri menutup layar laptop. Napasku memburu. Sedetik kemudian aku menyesalinya. Aku lupa pada apa yang William katakan sebelumnya."A-aku, maaf, Mr. adler."Helaan napas terdengar panjang. "Virgin di umur 25. Kau masuk industri ini tanpa tau apapun." Dia benar. Begitulah faktanya. Aku tak akan menyangkal. Dia mengambil jeda panjang sebelum melanjutkan. "Adegan seperti itu sangat banyak di dalam skrip, tapi kau tak akan melakukannya. Bersyukurlah karena kau memiliki stunt performer." William melepas peganganku pada laptop, dan menggenggam erat tanganku. "Kau dingin sekali." Suaranya terasa dekat di telingaku. Itu membuatku sungkan dan ingin bergeser, tetapi aku terapit di antara tubuhnya dan ujung sofa. Jadi ya

  • Under The Blue Light   17. Bury Your Head in The Sand

    "Carla," panggilku sekali lagi. Aku berusaha menangkap mata Carla, tetapi dia menghindari tatapanku. Ketika aku ingin menggapai lengannya, dia lebih dulu menggapai lenganku. Genggamannya erat sekali sampai jari-jarinya memutih."Apa kau menyukainya?"Siapa yang Carla maksud? Apakah William? "Kau tak boleh menyukainya!" "Carla ...." Meskipun dia membuang wajahnya, aku masih bisa melihat sisinya dengan jelas. Rasanya tak tega saat melihatnya mulai berkaca-kaca. Sedikit banyak aku mengerti apa yang dia rasakan. Aku bahkan berharap dihindarkan dari merasakannya. Rasa sakit dari terpaksa berbagi pasangan dengan orang lain, juga harus melihat pasangan melakukan hubungan intim dengan orang lain, merupakan pusaran sakit tanpa henti. Carla pasti merasa ketakutan setiap saat. Kekasihnya bisa kapan saja dirampas dari sisinya.Aku mengambil satu langkah maju. "Apakah yang kau maksud adalah William? Kau tenang saja, dia bukan tipeku." William benar-benar bukan tipeku. Sama sekali bukan tipeku.

  • Under The Blue Light   16. Adam & Lilith

    ....."Terimakasih." "Sama-sama, Sir." Baru saja aku berinisiatif menekan tombol masuk saat kami tiba di depan lift. Dengan tangan yang penuh kantong berisi hamburger, William pasti kesulitan. Tak kusangka William akan berterimakasih padaku setelahnya. Seperti anjing yang baru dipuji setelah berhasil melakukan teknik baru, aku merasa senang."Pagi Will, El!" Aku menoleh saat mendengar suara Carla dari kejauhan. Kupencet tombol lift agar lift tak segera menutup dan menunggunya. Wanita itu berjalan cepat sambil menenteng mantelnya. Ketika dia tiba di hadapan kami, tungkainya langsung berjinjit dan lengannya meraih leher William. Mataku melebar, napasku tertahan. "Terimakasih burgernya, Will. Punyaku dengan ekstra acar, 'kan?" "Periksa sendiri. Jangan berteriak. Ini masih pagi." Baru saja Carla mengecup pipi William. Meskipun cepat, tetapi persis di hadapanku. Dan aku, merasa sedikit tak nyaman. Entah mengapa, aku merasa tak rela......"Baringkan tubuhmu, Will," intruksi Clive. W

  • Under The Blue Light   15. Piece of Shit

    "Perhatikan kalimatmu."Para pemuda itu mundur ketika William maju selangkah. Salah seorang dari mereka berbisik pada temannya yang berdiri paling depan. "Apa kau gila, Matt?" Yang paling depan berdecak. "Ayolah, dia hanya pria tua. Kalian takut padanya?!" "Lihat tatonya, Matt. Dia baru saja menghabisi Jese. Sekarang dia akan menghabisi kita." Aku mendengar jelas bisik-bisik dari para pemuda itu. Inginku melerai mereka dengan cara menarik lengan William menjauh, tetapi aku juga tak memiliki keberanian menahan pria itu saat tatapan menusuknya tak sengaja terarah kepadaku.William mengambil bola yang masih memantul rendah di trotoar. Ekspresinya kaku. Aku menatap pria itu horor. Jangan sampai dia berbalik melakukan kekerasan karena itu akan menjadi bumerang baginya. "Mr. Adler, sudah cukup.""Diam di sana dan belajarlah cara menghadapi para pecundang itu. Semakin kau lemah, semakin mereka akan menindasmu." William mendesis padaku.Aku membeku.William mengembalikan bola itu dengan lem

  • Under The Blue Light   14. White Supremacy

    .....Apa yang kupikirkan tentang rasisme? Apa yang Gabriella Hargate pikirkan tentang rasisme? Apa yang kami berdua pikirkan tentang rasisme? Setelah membaca Insider lebih jauh lagi, kusadari bahwa kami memiliki pandangan yang hampir sama terhadap isu tersebut. Sebab perasaan yang dia tuturkan di dalam novel, aku pun ikut merasakannya. Sebagai seorang perantauan di negeri orang, aku pernah mengalami apa yang pernah dialaminya......Tiga jam sebelumnya.Kamis ini, tepatnya pada pukul tujuh lewat lima belas menit, aku sudah menunggu bus di depan halte dengan secangkir cokelat hangat. Tujuanku adalah Gedung XX untuk menyelesaikan tahapam terakhir dari proyek 'Eve and Lilith'. Masih dua puluh menit lagi sampai bus tujuanku datang. Aku masih memiliki waktu untuk bersantai, sekedar duduk sambil menghirup udara segar dan mendengarkan musik di ponselku. Tak lama orang-orang mulai berdatangan. Mereka mengisi bangku-bangku kosong di kanan dan kiri. Dengan sigap aku mengambil tas di sebelahku

  • Under The Blue Light   13. Comfort Zone

    "Suka?" tanya William. Aku mengangguk. "Terimakasih." Sebenarnya aku tak begitu menyukai makanan, atau minuman yang terlalu manis, juga terlalu asam, tetapi tak mungkin aku menggelengkan kepalaku sekarang. Aku sedang menumpang di mobilnya dan aku harus menghormatinya."Ambil saja kalau kau mau," tawarnya.Aku menggeleng. "Tidak. Ini punya Carla." "Dia tak akan keberatan." "Tidak, terimakasih, Sir." Dia mengedikan bahunya. "Oke." Carla, ya? Kalau diingat-ingat lagi, sejak awal William dan Carla memang terlihat dekat. Mereka saling memanggil dengan nama kecil. Mereka berasal dari kota yang sama dan juga bekerja di bidang yang sama pula. Dari bagaimana Carla bercerita tentang William dengan penuh kebanggaan, aku jadi menebak-nebak kedekatan di antara mereka. Lalu permen stroberi di pangkuanku ini, tidakkah itu mengindikasikan suatu hubungan yang spesial? Mungkinkah mereka sepasang kekasih? Kalaupun itu mungkin, ini tak ada hubungannya denganku."Apa kau selalu seperti ini?" "Sepert

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status