Share

BAB 29

Penulis: Kanunu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-03 10:03:28
Salju masih turun pelan ketika Valenha berdiri menatap jendela. Ia belum beranjak sejak Elric meninggalkan toko buku. Kamar bacanya kini sunyi, hanya ada suara api yang membara dalam perapian, dan jam antik yang berdetak di dinding. Setiap detiknya terasa seperti ledakan kecil di dalam kepala Valenha. Hening, namun mengoyak.

Pikirannya kembali pada perkataan Elric. Tentang Ersya. Tentang jebakan. Tentang bagaimana Ainsley mungkin akan terperangkap jika ia lengah sedikit saja.

Ia mengepalkan tangannya, keras hingga buku-buku jarinya memutih.

Ersya ini..

Nama itu bukan sekadar nama. Ia adalah simbol dari masa lalu yang tak kunjung habis. Seorang gadis yang tampak rapuh di luar, namun menyimpan bara api di dalam. Seseorang yang tahu di mana titik lemah Ainsley berada—dan tidak akan ragu menarik pelatuknya. Ah... jika berakhir seperti ini, Valenha menyesali meminta Ainsley harus menjalin pertemanan dengan gadis dari anak Aruon itu.

Valenha berjalan menuju rak buku, menarik salah
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • LOVE THE LAW   BAB 31

    Langit sore mulai membungkus kota kecil itu dengan warna kelabu kebiruan. Awan menggumpal berat seperti pertanda hujan akan turun lagi, dan angin membawa bau tanah yang masih basah oleh gerimis sebelumnya. Di dalam toko buku yang sepi, Ainsley berdiri di belakang rak puisi klasik, jarinya menyusuri punggung buku-buku tua seolah mencari sesuatu yang bisa menenangkan pikirannya. Tiga hari telah berlalu sejak tubuhnya nyaris tumbang di kamar, sejak Valenha memeluknya dengan ketakutan yang tak mampu ia sembunyikan. Tapi setelah itu, keheningan yang kental mengisi hari-hari mereka. Valenha seolah menghilang. Tidak ada suara langkah kakinya di pagi hari, tidak ada ketukan pelan di pintu kamarnya, bahkan tidak ada suara piring yang biasa ia dengar dari dapur. Namun Ainsley tahu, pria itu belum benar-benar pergi. Ia bisa merasakannya. Tatapan yang mengintai dari balik bayang, gerak yang terlalu pelan di balik pintu tertutup, dan perasaan seperti diawasi—semua itu membuat napasnya sesak. Bu

  • LOVE THE LAW   BAB 30

    Angin malam menyusup dari celah jendela yang tak sepenuhnya tertutup. Gorden tipis berkibar perlahan, menebarkan aroma salju yang kian turun, seperti ancaman samar yang menggantung di udara. Di dalam kamar yang temaram, Ainsley berdiri membelakangi Valenha. Tubuhnya tegang, seperti seutas tali yang terlalu lama ditarik dan hampir putus. Napasnya berat. Tertahan. Meledak dalam diam. “Berhenti memperlakukanku seperti ini,” ucapnya, parau, gemetar. “Kau tidak bisa memperlakukanku seperti... seperti benda milikmu.” Valenha tetap diam, bersandar di ambang pintu. Cahaya dari lampu gantung menyisakan bayangannya memanjang ke dalam ruangan, menyelimuti dinding seperti siluet yang mengintai. Ia menyilangkan tangan di dada, namun rahangnya mengeras, tak bisa menyembunyikan bara yang menyala di balik tenangnya. “Kau yang membuatku seperti ini,” jawabnya, pelan. Ainsley tertawa, getir, kecut. “Aku? Aku yang mengubahmu jadi penjara hidup? Yang membuatmu menghentikan terapiku? Mengurungku d

  • LOVE THE LAW   BAB 29

    Salju masih turun pelan ketika Valenha berdiri menatap jendela. Ia belum beranjak sejak Elric meninggalkan toko buku. Kamar bacanya kini sunyi, hanya ada suara api yang membara dalam perapian, dan jam antik yang berdetak di dinding. Setiap detiknya terasa seperti ledakan kecil di dalam kepala Valenha. Hening, namun mengoyak. Pikirannya kembali pada perkataan Elric. Tentang Ersya. Tentang jebakan. Tentang bagaimana Ainsley mungkin akan terperangkap jika ia lengah sedikit saja. Ia mengepalkan tangannya, keras hingga buku-buku jarinya memutih. Ersya ini.. Nama itu bukan sekadar nama. Ia adalah simbol dari masa lalu yang tak kunjung habis. Seorang gadis yang tampak rapuh di luar, namun menyimpan bara api di dalam. Seseorang yang tahu di mana titik lemah Ainsley berada—dan tidak akan ragu menarik pelatuknya. Ah... jika berakhir seperti ini, Valenha menyesali meminta Ainsley harus menjalin pertemanan dengan gadis dari anak Aruon itu. Valenha berjalan menuju rak buku, menarik salah

  • LOVE THE LAW   BAB 28

    Pagi harinya, Ainsley terbangun oleh suara denting sendok dan piring dari dapur. Pintu kamarnya terbuka sedikit, cukup untuk melihat bayangan Valenha mondar-mandir menyiapkan sarapan. Dengan langkah ringan, ia melangkah keluar. Bukan karena ingin berdamai. Tapi karena ingin bicara. “En,” panggilnya dari ambang tangga. Valenha menoleh. “Kau akhirnya keluar.” “Kau membiarkan pintunya terbuka.” “Karena aku tahu kau tidak akan lari.” Ainsley menarik sebelah alisnya, “Bagaimana jika aku lari?” “Aku akan mencarimu sampai ke ujung dunia sekalipun.” Kalimat itu tak terdengar manis. Ada kegelapan di dalamnya. Tapi juga keputusasaan yang gamblang. “Jangan paksa aku memilih antara kau dan hatiku sendiri,” ucap Ainsley lirih. “Aku tidak bisa mencintaimu jika harus kehilangan diriku.” Valenha berjalan mendekat, wajahnya tegang. “Aku tidak memintamu kehilangan siapa pun. Aku yang tidak ingin kehilanganmu.” “Kalau begitu jangan bunuh ruang tumbuhku. Jangan kurung aku. Jangan pu

  • LOVE THE LAW   BAB 27

    Salju turun untuk pertama kalinya tahun ini. Hening seperti rahasia yang membatu di udara, turun perlahan di sela-sela atap toko buku dan menutupi jalanan dengan putih yang memaksa semua warna lain menyerah. Dari balik jendela kamar, Ainsley menyandarkan dahinya pada kaca yang mulai berembun, matanya menatap guguran putih yang seperti hujan dari langit tak berperasaan. Ia menyukai salju. Tetapi dulu. Sebelum semuanya menjadi rumit. Pintu kamar berderit terbuka. Langkah kaki yang Ainsley kenal dengan baik terdengar mendekat. "Apa yang kau lakukan di dekat jendela?" tanya Valenha, suaranya dalam, nyaris tanpa emosi, tapi sarat dengan tekanan tak kasat mata. Ainsley menoleh, tersenyum tipis. “Menikmati salju. Kau tahu aku selalu menyukai pemandangan ini ketika semua halaman rumah tertutupi salju putih.” Valenha menatapnya tanpa menjawab. Pandangannya seperti kabut pekat yang menyelimuti malam—dingin, tak mudah ditembus, tapi menyimpan bara di dalamnya. Ia mengenakan mantel panj

  • LOVE THE LAW   BAB 26🔞

    Suara jam antik berdetak pelan dari sudut ruangan terapi. Dinding krem yang lembut membingkai ruang itu seperti pelukan hangat yang disamarkan dengan formalitas. Agrina duduk tenang, mengenakan blus berwarna biru lembut dan celana kain abu-abu. Wajahnya teduh, matanya menyimpan kesabaran dan pengertian yang tak pernah goyah. Ainsley duduk di sofa berlapis beludru, tubuhnya sedikit membungkuk, tangan saling menggenggam di pangkuan. Matanya menatap jendela, tempat sinar matahari senja berani menembus kisi tirai dan menyiram permukaan karpet dengan warna keemasan. "Bagaimana tidurmu semalam?" tanya Agrina dengan suara lembut. "Seperti biasa. Terbangun tiga kali. Tetapi kali ini tanpa mimpi buruk." Agrina mencatat dengan cepat, lalu menatapnya kembali. "Itu kemajuan. Apakah kamu masih mencatat pikiran-pikiran yang muncul sebelum tidur?" Ainsley mengangguk. "Kadang terlalu berat untuk ditulis. Tapi aku tetap mencoba. Kata-kata kadang terasa lebih jujur dari ingatanku sendiri." "

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status