Share

Ditemani

Acara orientasi berlangsung sampai sore, Indira sendiri sudah lumayan lelah dan merindukan ranjangnya. Acara selesai langsung lanjut dengan mengerjakan tugas, Indira sudah benar-benar lelah dan membutuhkan istirahat, beberapa kali mamanya menghubungi tentang keberadaannya dan dijemput jam berapa.

.

Fokus dengan tugas yang dikerjakan, perlahan Indira mulai mengenal beberapa anak itupun juga dari teman-teman satu kelompoknya saja. Indira baru mengetahui dan bertemu dengan anak dari saudara papanya dan itu artinya mereka masih mempunyai hubungan saudara meskipun jauh, hebatnya lagi Indira satu kelompok dan memiliki nomer absen yang tidak terlalu jauh.

Tugas yang dikerjakan bersama akhirnya selesai sudah, membagi tugas tentang siapa yang mengeprint dan menjilidnya menjadi satu. Indira sudah menawarkan tapi nyatanya ada yang lebih cepat, akhirnya mereka satu per satu pulang tapi ada juga yang masih bertahan di gazebo untuk saling mengenal satu sama lain.

“Dijemput?” tanya Dita, saudara Indira yang baru ditemuinya.

“Belum, kamu sendiri bagaimana?” tanya Indira sambil menatap Dita.

“Bentar lagi mama mau sampai, mau bareng?”

Indira langsung menggelengkan kepalanya “Pak Dirman kasihan nanti, sudah perjalanan kata mama nanti salam buat tante aja.”

Tidak lama Dita pulang setelah mamanya sudah sampai depan gazebo, meninggalkan Indira dengan teman-teman yang lain tapi mereka sibuk sendiri-sendiri. Sisi gazebo lainnya masih ada yang mengerjakan tugasnya, sedangkan teman satu kelompoknya asyik sendiri berbicara yang Indira tidak paham apa.

“Indira, belum dijemput?” Indira menatap seseorang yang menyapanya tidak lama kemudian ingat jika yang menyapanya teman satu kelompok, Shinta.

“Belum, kamu udah mau pulang?” Indira menatap Shinta yang sudah siap pulang.

Shinta menganggukkan kepalanya “Aku tinggal dulu ya keburu malam, mau istirahat. Masih ada teman lain juga yang lagi ngerjain.”

Indira menganggukkan kepalanya “Kamu pulang aja, ati-ati.”

Menatap punggung Shinta yang menjauh bersama seseorang yang lagi-lagi Indira lupa namanya, Indira mencari keberadaan Mita dan Lia di sisi gazebo lain tapi nyatanya tidak ada sama sekali. Menatap ponselnya ingin menghubungi orang tuanya bertanya keberadaan supirnya, tapi segera dihentikan karena percuma saja.

“Belum dijemput?”

Indira mengalihkan pandangan pada sumber suara, menatap Fajar yang sudah duduk disampingnya. Indira menatap sekitar sedikit takut dengan pandangan orang lain, pasalnya saat ini duduk berdampingan dengan senior. Indira tidak tahu siapa sebenarnya Fajar, bagaimana tahu mereka baru bertemu beberapa jam yang lalu dan seniornya ini akan memberikan hukuman tapi belum mengatakan apa yang harus dirinya lakukan.

“Kamu belum dijemput?” tanya Fajar lagi.

“Masih perjalanan, kak. Kakak kenapa belum pulang?” Indira mencoba bersikap sopan dengan bertanya balik.

“Nungguin kamu pulang,” jawab Fajar yang membuat Indira membuka mulutnya mendengar perkataan Fajar “Bercanda, tadi habis kumpul sama anak-anak BEM buat bahas lomba besok.”

“Besok isinya lomba?” tanya Indira langsung.

Fajar menutup mulutnya “Waduh...aku kelepasan bicara! Kamu pura-pura nggak tahu aja besok biar aku nggak dimarahin Wahyu.”

Indira hanya diam mendengarkan dan menatap apa yang dilakukan Fajar, menggelengkan kepalanya pelan melihat semua sikap Fajar. Mengalihkan pandangan kearah jalanan yang ada di gazebo berharap supir segera datang, menatap jam yang tampaknya beberapa menit lagi akan datang.

“Kamu sudah shalat tadi?” tanya Fajar tiba-tiba.

“Sudah tadi, kak.” Indira menjawab sopan.

“Besok biar aku yang antar pulang daripada kamu nunggu dijemput kaya gini.” Fajar memberikan usul yang lagi-lagi membuat Indira menatap bingung dan terkejut.

“Apa ini hukuman yang mau kakak berikan ke aku?” tembak Indira langsung.

“Hukuman?” tanya Fajar yang diangguki Indira “Oh...bukan, nggak ada hubungan sama sekali sama hukuman. Masalah hukuman aku belum memikirkannya, nanti kalau sudah tahu pasti akan aku katakan langsung.”

Indira semakin bingung dengan kata-kata Fajar, mereka baru bertemu tapi sikapnya sudah seperti bertemu dan berkenalan lama. Indira sedikit takut dengan apa yang akan dilakukan Fajar, pengalaman dengan pria belum terlalu bagus sama sekali, selama ini selalu memandang orang baik tanpa niat apapun termasuk niat yang buruk atau jelek sekalipun.

Suasana hening diantara mereka mendominasi, bahkan suara anak-anak yang berada di gazebo lainnya terdengar jelas. Indira sedikit merasa tidak nyaman dengan Fajar yang ada disampingnya, tidak mau menjadi bahan pembicaraan teman-teman atau seniornya. Indira tidak mau menjadi pusat perhatian dengan kedekatan bersama senior, pastinya saat ini menjadi pandangan banyak orang.

“Memikirkan apa?” tanya Fajar yang membuyarkan lamunan Indira.

“Bukan hal penting, kak.” Indira menjawab langsung.

“Kita tidak akan menjadi bahan pembicaraan tenang saja,” ucap Fajar seakan paham dengan apa yang Indira rasakan.

“Kakak baca pikiranku? Memang bisa?” tanya Indira penasaran.

“Nanti kamu juga akan diajari, nggak usah heboh begitu.” Fajar menenangkan Indira yang langsung mengerucutkan bibirnya “Kamu masih ingat tugasmu?”

“Tadi ngerjain tokoh psikologi, kak.” Indira menjawab langsung.

“Bukan itu, tugas lain.” Fajar mengingatkan lagi yang membuat Indira mengerutkan keningnya. “Kamu nggak ingat beneran atau gimana?”

“Tugas....astaga tanda tangan senior.” Indira menepuk keningnya pelan.

Indira mengeluarkan buku didalam tasnya untuk diberikan pada Fajar, gerakannya terhenti saat melihat Fajar tidak mengambil buku yang ada di tangannya. Indira menatap bingung atas apa yang dilakukan Fajar, tatapan mereka bertemu membuat Indira tidak tahu harus berbuat apa.

“Aku nggak mau tanda tangan sekarang.” Fajar membuka suaranya membuat Indira mengerutkan keningnya “Aku belum bilang mau kasih hukuman kamu apa.”

Indira menatap tidak percaya dengan apa yang Fajar katakan, bayangannya adalah hukuman itu tidak akan ada sama sekali atau bisa dikatakan lupa, tapi tampaknya tidak mungkin karena daritadi Fajar membicarakan mengenai hukuman dan parahnya sekarang tidak mau memberikan tanda tangan hanya karena belum memberikan hukuman.

“Kalau gitu Kak Fajar bisa beri hukuman sekarang,” ucap Indira langsung.

Fajar langsung menggelengkan kepalanya “Nggak, kalau aku kasih tahu sekarang yang ada kamu pasti akan langsung menghindar.”

“Kenapa harus menghindar?” tanya Indira bingung. “Kakak kan senior aku jadi buat apa menghindar?”

“Yakin tidak akan menghindar setelah tahu hukumannya?” tanya Fajar dengan tatapan penuh selidik yang dijawab anggukan kepala Indira dengan cepat.

Diam setelah memberikan jawaban pada Fajar, seketika menyesali apa yang dilakukannya tadi. Mereka baru saling mengenal, tidak mungkin memang Fajar memiliki niat jahat padanya, jika jujur justru Indira yang ingin memanfaatkan Fajar dalam pendidikannya.

“Aku pulang dulu, kak.”

Indira langsung berdiri saat melihat mobil keluarganya, menatap Fajar yang juga menatap dirinya. Memberikan anggukan singkat sebelum melangkah kearah mobil, masuk kedalam dan mendapati supir keluarganya tampak lelah. Indira menatap ke tempat dimana dirinya dan Fajar berbicara satu sama lain, tapi seketika tidak melihat keberadaan Fajar sama sekali. Indira mencari keberadaan Fajar, tidak lama melihatnya berjalan kearah parkiran motor bersama dengan teman satu angkatannya.

“Dia naik motor, aku kira dia naik mobil.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status