Share

Fly 6

"jadi siapa nama kamu?" Polisi bertanya setelah dia meminjam ruang perawatan yang kosong untuk berbicara.

"Quitta."

Kevlar memperhatikan interaksi keduanya dengan seksama. 

"Punya KTP atau kartu identitas lain yang masih berlaku?"

"Ada KTP."

"Coba saya lihat."

"Kamu sudah menghubungi orang tua atau wali kamu?" Lanjut polisi itu, sambil memeriksa dengan seksama kartu identitas Quitta.

"Belum."

"Sudah punya SIM?" 

Quitta mengangguk, dan kembali menunjukkan SIM motor dan mobil miliknya.

"Seharusnya saya katakan ini pada orang tua kamu, tapi karena kamu sudah berusia 18 tahun, berarti sudah dianggap dewasa untuk berdiskusi mengenai masalah ini. Ini murni ketidak sengajaan yang disebabkan oleh kelalaian pengemudi, tapi pemilik mobil sudah bersedia membiayai pengobatan serta mengganti biaya perbaikan motor kamu. Jadi kalau kamu setuju untuk berdamai, masalah ini akan berakhir sampai di sini dan tidak ada yang perlu ke kantor polisi." Jelas polisi itu.

"Aku setuju." Jawab Quitta cepat membuat Kevlar tertegun. Sebagian hatinya tak rela untuk segera menyudahi pertemuan ini.

Sebenarnya luka akibat tabrakan itu tidak sampai membuat Quitta cedera. Hanya lecet di bagian lengan dan memar di lutut. Namun Quitta mulai merasakan ngilu dan pegal di sekujur tubuhnya. Membuatnya ingin segera membaringkan diri.

"Apa perlu saya buatkan perjanjian di atas materai agar lebih meyakinkan?" Ulang Pak Polisi, menatap Quitta dengan seksama, menghindari adanya tuntutan di kemudian hari.

Quitta melirik sesaat pada Kevlar, dan berkata, "Tidak perlu. Aku hanya ingin motornya diantarkan ke alamatku."

Sebuah suara langkah yang cepat bergema di koridor rumah sakit yang lengang.

"Qitt!!" Suara nyaring itu mengalihkan perhatian orang-orang yang ada di sana.

"Kamu ngga apa-apa?" Setengah panik Farah bertanya pada sahabatnya.

"Kamu siapa?" 

"Saya Farah, temannya." Ucapnya dengan nafas tersengal melirik pada Quitta.

"Bagaimana kamu bisa tahu?"

"Saya yang menghubunginya!" Jawab Quitta cepat.

Quitta berbisik pada Farah, dan mengangguk mengiyakan.

"Jika semuanya sudah selesai, saya mau membawa teman saya pulang, dia butuh istirahat." Ucap Farah.

"Baiklah, karena sudah tidak ada masalah lagi, semuanya boleh pulang. Mengenai motor kamu, Saudara Kevlar akan menghubungi bengkel untuk memperbaiki kerusakannya. Nanti kamu bisa berhubungan dengannya untuk mengetahui lebih lanjut mengenai motor kamu."

Quitta kembali bertatapan dengan Farah.

"Apa kerusakannya parah?"

"Kami belum memeriksanya, nanti setelah dibawa ke bengkel kita akan segera tahu seberapa besar kerusakannya." Jelas polisi lagi.

Kevlar yang sejak dalam perjalanan mendadak pendiam, mengangguk mengiyakan. Dia hanya menjawab pertanyaan dengan singkat, dan seperlunya.

"Mana kartu nama Anda?" Pinta Farah pada Kevlar.

"Beri saya nomor ponsel kamu." Ucap Kevlar sigap setelah memberikan kartu namanya.

Setelah menyebutkan sederet angkat yang sudah dihapalnya di luar kepala, Farah memapah Quitta berjalan keluar menuju mobil yang  akan membawa mereka pulang.

"Ayo, Tessa udah nungguin kita di mobil." Ucap Farah, yang diangguki Quitta.

***

"Kok bisa tabrakan sih, gimana ceritanya?" Tanya Farah setelah keduanya berada di dalam mobil.

"Ya gitu deh, ceritanya aku mau nyebrang depan kedai es krim yang biasa kita datangin. Sebenarnya mobilnya masih agak jauh, makanya aku putusin buat nyebrang saat itu juga."

"Terus?"

"Tadi sih yang aku dengar orangnya lagi ngantuk, jadi dia ngga fokus. Padahal aku udah ngasih lampu sein, dan bunyiin klakson juga karena kupikir orangnya ngga lihat. Eh, ternyata beneran ngga lihat."

"Syukur deh kamu ngga luka parah. Udah hubungin mamamu?!"

Quitta menggelengkan kepalanya.

Farah tak bertanya lebih lanjut, karena dia sudah paham tentang situasi yang terjadi.

"Apa aja yang kena Qitt?" Tanya  Tessa, dengan tangan di atas setir dan pandangan lurus ke depan, ikut menyambung.

"Lutut sama siku sebelah, lainnya cuman lecet kecil."

"Emang tadi kamu habis darimana, kok belok di situ?" lanjut Tessa.

"Habis dari mini market samping kedai es krim, ada yang harus aku beli di situ." Jelas Quitta.

"Untung jalanan lagi ngga padat." Ucap Tessa, melirik sebentar ke jok belakang dimana Quitta duduk.

"Iya, aku juga udah mikir bakalan parah tabrakannya, udah pasrah aja sih tadi ... "

"Kayaknya mobil yang nabraknya juga  rusak, kalian liat ngga tadi? Yang warna navy  ... "

"Warna navy? Yang parkir depan  pos Satpam?" Tanya Farah.

"Hu-uh." Jawab Tessa dengan kepala terangguk.

"Tahu darimana?" Tanya Farah ragu.

"Emang itu sih mobilnya." Timpal Quitta.

"Nah! Aku sih tahu  karena tadi orang-orang pada ngobrolin.  Dan aku lihat bodi bagian depannya rusak, tapi ngga parah sih. Cuman tetap aja, buat mobil semahal itu biaya perbaikannya pasti gede juga."

"Udahlah, kelihatannya juga orang kaya, pasti banyak uang!"

Tiba di rumah Quitta, Farah langsung membawanya menuju kamar. Dibaringkannya Quitta yang sudah terlihat lelah dan ditunggunya sahabatnya itu hingga terlelap.

Bunyi notifikasi pesan di ponselnya terdengar saat dia melangkahkan kaki keluar dari kamar. Sebuah pesan dari nomor asing langsung dibaca olehnya.

"Motor kamu penyok bagian samping dan setangnya agak bengkok, lampu depan sebelah kiri pecah dan spion terlepas dua-duanya. Menurut orang bengkel perbaikannya tidak akan memakan waktu lama, besok juga sudah beres. Akan saya pastikan semua kerusakannya diperbaiki. Nanti saya kabari lagi bagaimana perkembangannya." Bunyi pesan itu.

"Baik terima kasih, ditunggu kabar selanjutnya." Balas Farah.

"Dari siapa? Serius amat."  Tanya Tessa, yang baru keluar dari kamar mandi.

"Si penabrak tadi, ngabarin soal motor."

"Apa katanya?"

"Kerusakannya ngga parah, besok juga udah beres."

"Ck, tuh orang untung tanggung jawab, kalau engga udah aku kata-katain dari tadi."

Farah masih berada di rumah itu menunggu hingga Anastasia pulang.  Sementara Tessa pulang lebih dulu karena ibunya menghubunginya untuk segera pulang.

Saat Anastasia tiba dua jam kemudian, Farah segera menceritakan kejadian yang menimpa Quitta.

Anastasia kaget dan segera melihat keadaan Quitta.

"Lukanya ngga parah kok Tante,  tadi  dia sudah mendapatkan perawatan dan dokter mengijinkannya pulang."

"Tante sudah berkali-kali minta dia buat ngga naik motor. Tapi dia  ngga pernah nurut." Ucap Anastasia, membiarkan Quitta  untuk beristirahat.

Sekeluarnya dari kamar Quitta, Anastasia tampak tertekan. Farah yakin meski hubungan mereka tidak harmonis, namun   ikatan antara Ibu Dan anak tidak akan berubah.

"Quitta cuman ngga mau merepotkan Tante. Seenggaknya dengan mengendarai motor dia bisa pergi kemana pun tanpa harus diantar jemput." Balas Farah, mencoba menenangkan Anastasia.

"Tetap saja, kalau sudah begini  Mana mungkin Tante bisa tenang.  Tapi Tante yakin dia ngga bakalan kapok."

Farah hanya mendengarkan, merasa bingung untuk menjawab ucapan Anastasia.

"Karena Tante sudah pulang, aku pamit dulu. Besok biar aku yang ngasihin surat cuti dari dokter untuk wali kelas."

"Kamu ngga nginep? Tidur sini aja, biar nanti Tante telepon Ibu kamu."

"Ngga usah Tante, besok aja aku kesini lagi sama Tessa pulang sekolah.  Ngga apa-apa kan Tan? Tante ngga kerepotan?"

"Akh, kerepotan apa? Kelihatannya juga kondisi Quitta tidak terlalu parah. Ya udah kalau kamu ngga bakal nginep, hati-hati di jalan, salam buat Mama kamu."

"Iya Tante." 

Farah berlalu menuju pintu keluar, diantar oleh Anastasia.

Sementara Quitta yang belum sepenuhnya tertidur, bisa mendengar setiap percakapan mereka. Tangannya terkepal setiap mendengar kata-kata  Anastasia, kebenciannya kembali tak terbendung.

                 

                                              

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status