"Kamu yang jahat! Kamu yang tidak bisa membujuk keluargamu untuk membatalkan perjodohan kita!" sangkal Laura. Saat itu, baik Erlan maupun Laura, mereka telah sama-sama memiliki kekasih. Mereka telah sama-sama menyakiti perasaan kekasih mereka dengan pernikahan kilat itu.
"Kamu yang salah, Sayang. Kamu wanita dan kamu tidak memanfaatkan hal itu!"
"Wanita? Apa hubungannya dengan perjodohan itu?"
"Sebagai seorang wanita, kamu bisa melakukan hal ekstrim untuk mencegah pernikahan kita. Berpura-pura hamil misalnya."
"Aku tidak akan melakukan hal hina seperti itu! Kenapa bukan kamu saja yang mengaku telah menghamili Tiara? Bukankah saat itu Tiara memang sedang hamil?"
Diingatkan dengan kehamilan Tiara membuat Erlan semakin marah. Jemarinya yang awalnya mengusap lembut pipi Laura kini beralih ke lehernya untuk mencekiknya lagi,
"Kamu yang telah menyebabkan Tiara keguguran! Kamu yang menyebabkan Tiara membenciku! Aku sangat membencimu untuk itu!"
"Kenapa kamu selalu menyalahkanku untuk itu? Bukan aku yang sedang bersama Tiara saat itu! Bukan aku yang mengendarai mobil itu hingga terjadi kecelakaan!"
"Tentu saja karena kamu! Karena usahamu yang tidak maksimal untuk menolak pernikahan kita! Kamu yang memilih tetap menikah hanya karena mendapatkan dua puluh lima persen saham perusahaanku! Keserakahanmu itu yang menyebabkan aku dan Tiara bertengkar hingga terjadi kecelakaan yang menyebabkan kami kehilangan calon anak kami!"
"Lepaskan! Apa kamu mau membunuhku?" Laura bertanya dengan serak saat cengkraman tangan Erlan semakin kencang.
"Sejak saat itu, aku telah memutuskan untuk membuatmu menderita! Aku menikahimu hanya dengan satu tujuan, membuatmu menderita lahir dan batin! Dan karena kamu tidak menunjukkan usahamu menolak menikah denganku, maka aku akan mengikuti permainanmu itu, namun aku akan memastikan kamu menderita bersamaku!"
Untuk yang terakhir kalinya Laura mendengar kata-kata yang dipenuhi dengan dendam itu. Dan Erlan memang serius dengan ucapannya, karena selama mereka menikah, Erlan selalu menyakitinya dengan bermacam cara.
"Tapi maaf, setelah kita bercerai, kamu tidak akan bisa menyakiti aku lagi, aargghh!" Laura kembali teriak saat cengkraman tangan Erlan semakin kencang.
Saat itu ia telah pasrah, dan tetap berusaha untuk sadar. Ia telah memasang spy kamera tanpa sepengetahuan Erlan. Semoga saja apa yang dilakukan Erlan sekarang ini dapat dijadikan tambahan bukti untuk menuntutnya.
Dan tepat saat Laura semakin lemas karena pasokan oksigen yang masuk ke dalam paru-parunya semakin berkurang, Erlan melemaskan cengkramannya,
"Aku tidak akan memberikan kematian semudah itu padamu! Kamu belum cukup menderita selama ini. Apa yang kamu rasakan, belum ada apa-apanya dengan yang Tiara dan aku rasakan!"
Laura terbatuk-batuk setelah Erlan menjauhkan tangannya. Pria itu memberikan tatapan jijiknya pada Laura,
"Malam ini, aku akan menunggumu di kamar kita! Aku akan memberikan apa yang selama ini kamu inginkan, seorang anak!"
Dulu, Laura memang masih berharap Erlan berubah kalau mereka telah memiliki anak. Tapi Erlan tetap kukuh pada pendiriannya untuk tidak memiliki anak lebih dulu, entah karena alasan apa.
Tapi saat Erlan pada akhirnya menyetujuinya, Laura justru merasa jijjk karenanya. Rasanya ia tidak sudi mengandung anak dari iblis di depannya itu.
"Seminggu ini aku sibuk! Apa kamu lupa tentang proyek di Bali?"
"Proyek itu masih lama. Tidak ada alasan lain lagi untuk kamu menghindar dariku! Nanti malam kalau kamu tidak kembali ke rumah, aku akan menyebarkan video ini!"
Erlan membuka ponselnya untuk memperlihatkan sebuah rekaman video saat ia tengah menyetubuhi Laura. Sontak saja hal itu membuat Laura menjadi berang karenanya,
"Bajingan! Hapus video sialan itu!" raungnya.
Tawa jahat Erlan pecah. Dan dengan salah satu tangannya yang menahan kedua tangan Laura membuat Laura tidak dapat merebut ponsel Erlan. Laura Hanya bisa memberikan tatapan membunuhnya pada suaminya itu.
“Kamu benar-benar iblis!”
“Sudah aku bilang, untukmu aku memang akan selalu menjadi iblis. Aku akan membawamu ke dalam neraka yang menyakitkan. Aku akan membakarmu dengan api dendamku, Sayang!”
“Cih, kamu menutupi kelemahanmu dengan dendam. Kamu hanya laki-laki lemah saja Erlan, yang bahkan tidak dapat mempertahankan wanita yang kamu cintai. Bahkan saat kamu menyebabkan wanita itu celaka pun kamu masih menimpakan kesalahanmu itu padaku! Kalau bukan lemah dan pengecut, lalu sebutan apa lagi yang sesuai dengan sifatmu itu?” ejek Laura.
Ia pikir Erlan akan kembali marah padanya. Tapi ternyata pria itu Hanya tersenyum malas saja, matanya masih menatap dengan penuh rasa jijik pada Laura, “Semakin lama, kamu semakin pandai bicara ya. Lidahmu semakin tajam saja setiap harinya.”
“Berkat dirimu pastinya!”
Laura memalingkan wajahnya saat tangan Erlan kembali menyentuh dagunya, "Kapan terakhir kalinya aku menyentuhmu, Sayang? Satu bulan yang lalu? Dua bulan? Atau bahkan satu tahun? Aku tidak dapat mengingatnya. Tapi yang pasti sekarang ini, aku akan melakukannya padamu, dan akan memastikan kamu mengandung anakku!" Erlan kembali menegaskan kalimat yang sangat Laura benci itu.
Tuhan! Sudah beberapa bulan ini Laura tidak meminum pil kontrasepsinya, lagipula untuk apa ia meminumnya kalau Erlan tidak pernah lagi menyentuhnya. Bukan berarti ia berharap Erlan menyentuhnya. Selama ini ia selalu menghindari Erlan dengan bermacam alasan. Pun demikian dengan Erlan, pria itu pun sebisa mungkin selalu menghindarinya.
Dan kalau dihitung lagi dari haid terakhirnya, hari ini adalah masa suburnya. Kalau Erlan berhasil melakukan pembuahan sekarang, besar kemungkinan Laura akan hamil. Dan sepertinya Erlan mengetahui hal itu.
Membayangkan ia mengandung dan melahirkan anak dari pria yang sangat ia benci membuat Laura muak karenanya. Dulu, pria itu yang bersikeras untuk menunda memiliki anak dengan bermacam alasan. Sekarang, pria itu bersikeras menghamilinya. Tujuannya untuk apa lagi selain untuk menyelamatkan sahamnya, atau untuk terus membuat Laura menderita.
"Lebih baik aku mati daripada mengandung anakmu!"
"Jangan bicara seperti itu. Aku belum mau melihatmu mati. Aku masih ingin terus bermain-main denganmu.
Laura memekik pelan saat dengan tangannya yang bebas, Erlan menarik kasar kemeja Laura hingga nyaris semua kancingnya terlepas dan memperlihatkan dua bukit kembarnya. Sontak saja kedua mata Erlan tertuju ke sana tanpa berkedip sedikitpun. Kata-kata yang keluar dari mulutnya semakin membuat Laura bertambah jijik padanya,
"Kenapa aku baru menyadari sekarang kalau kamu memiliki dua bukit yang begitu indah? Apa keduanya tumbuh semakin pesat dalam beberapa bulan ini?"
"Bajingan mesum! Jangan sentuh aku!" Laura berontak keras untuk melepaskan diri, namun tenaga Erlan terlalu kuat, dan sama sekali tidak terpengaruh. Pria itu masih terus menahan kedua tangan Laura.
"Melihatmu seperti ini aku jadi tidak sabar menunggu nanti malam."
Dalam sekejap mata, Erlan sudah membuat Laura berada di atas meja kerjanya, tanpa mempedulikan lagi punggung Laura yang sakit akibat terkena lampu meja yang langsung terjatuh ke lantai dan pecah menjadi beberapa bagian.Dengan sekuat tenaga Laura mencoba melepaskan diri dari Erlan, meski ia tahu Erlan yang sudah seperti kesetanan itu tidak akan melepaskannya sebelum apa yang Erlan inginkan tercapai, dalam hal ini menyetubuhi Laura.Karena jika Erlan memang sangat menginginkannya, maka pria itu akan selalu mendapatkannya, seperti sebelum-sebelumnya. Dan pada akhirnya, Laura hanya dapat merasakan kesakitan di sekujur tubuhnya, terutama di area pribadinya.Membayangkan akhirnya akan seperti apa, Laura semakin keras berontak, namun semakin keras juga Erlan menahannya di atas meja, hingga Laura tidak dapat bergerak sedikitpun, bahkan untuk menggerakkan kakinya sekalipun."Aku menginginkanmu sekarang! Hari ini masa suburmu kan? Itu bagus supaya segera hadir buah hati kita ke dunia ini.""Le
Alih-alih Laura berhasil mempekerjakan bodyguard untuk dirinya sendiri, Erlan malah telah lebih dulu menugaskan salah satu bodyguardnya untuk mengawasi Laura. Yang langsung diperkenalkan pada Laura sesaat setelah ia memasuki halaman rumah.“Dia istri saya, Laura. Kau harus menjaganya dengan nyawamu sendiri. Jika hal buruk terjadi padanya, atau dia terlepas dari pengawasanmu, maka kau akan mendapatkan kehidupanmu layaknya seperti di dalam neraka!” tegas Erlan.“Apa-apaan ini, Lan?’ tanya Laura setelah berdiri di samping Erlan. Tatapan menyelidiknya terus tertuju pada sosok pria tinggi besar yang baru sekali itu ia temui.“Dia Rendra, bodyguard yang aku tugaskan untuk menjagamu. Ah maaf, lebih tepatnya untuk mengawasimu!” jawab Erlan dengan sinis.Detik itu juga Laura menyadari kalau Rendra akan menjadi mata dan telinga untuk Erlan. Pria itu akan memberitahukan Erlan apapun yang ia lihat dan juga dengar. Tentu saja Laura menolak keras ide suaminya itu,“Itu tidak perlu, Lan. Apa kamu be
"Aku hanya bertemu dengan Vanya dan Naira, kenapa pria itu harus ikut?" tanya Laura sambil meletakkan sendok yang tengah ia pegang dengan kasar di atas piring makannya. "Apa aku harus mengulang semua yang sudah aku jelaskan padamu kemarin, Laura?" Dengan santainya Erlan malah balik bertanya sambil memasukkan makanannya ke dalam mulutnya. "Tidak ada yang perlu kamu takutkan, Lan! Memangnya apa yang bisa dilakukan Vanya dan Naira selain hanya mendengarkan keluh kesahku saja?" "Mereka bisa bersaksi dipengadilan nanti untuk melawanku." "Kalaupun aku berhasil mengajukan perceraian kita ke pengadilan, aku tidak akan melibatkan Vanya dan Naira!" tegas Laura. Erlan meraih serbet makannya untuk membersihkan mulutnya. Sementara matanya tetap terarah pada Laura yang pagi itu terlihat sangat cantik seperti biasanya. Banyak rekan bisnis Erlan yang iri padanya karena keberuntungannya mendapatkan istri secantik dan seseksi Laura. Mereka tidak tahu kalau dibalik wajah cantik itu terdapat jiwa y
Laura harus mengulang jawaban yang sama saat Naira telah bersama mereka. Bahkan Naira pun memberikan tatapan memuja yang sama dengan yang Vanya berikan pada pria itu sebelumnya."Ingat suami kalian di rumah!" desah Laura."Ra, pesanin kopi kek, kasian mejanya kosong," gumam Naira."Nai, jangan sampai aku telepon suamimu nih!" Setelah mendengar ancaman Laura barulah Naira menatap sahabatnya itu dengan wajah yang memberengut kesal, sementara Vanya hanya terkekeh pelan melihatnya."Jangan marah, kamu beruntung karena Setya bukan suami bajingan macam Erlan, Nai. Pun demikian dengan suami kamu, Van. Tezar jelas sekali tergila-gila padamu. Aku sangsi Tezar akan mampu menduakanmu, sama halnya dengan Setya. Suami kalian terlalu setia untuk itu.”“Well, itulah yang sangat aku syukuri hingga saat ini, Tezar anugerah terindah yang diberikan Tuhan untuk aku.” Wajah Naira kembali ceria lagi.“Ya, kalian berdua harus banyak-banyak bersyukur untuk itu. Susah mendapatkan suami yang bisa setia hanya
Zevanya mencondongkan dirinya untuk berbisik di telinga Laura,"Sebaiknya kamu pasang jebakan untuk Erlan. Bayar wanita untuk menggodanya, lalu tangkap basah mereka saat sedang melakukan itu! Melihatnya secara langsung apalagi sampai ada bukti rekamannya, bukankah itu sudah cukup kuat untuk dijadikan bukti? Bahkan pengacara handalnya sekalipun tidak akan bisa menyanggahnya lagi." “Memasang perangkap untuk pria psikopat itu? Bagaimana mungkin aku bisa melakukannya, Van? Jangan lupakan satu hal, sekarang ini akan selalu ada Rendra yang mengawasiku, yang menjadi mata dan telinga Erlan!”Vanya kembali menyandarkan punggungnya di sofa, dengan cepat jemarinya mengetik sesuatu di ponselnya, disusul dengan bunyi pesan singkat di ponsel Laura.Sambil terus menatap Zevanya, Laura mengeluarkan ponselnya dari dalam tas tangannya, ia membaca pesan yang dikirim Zevanya ke group chat mereka itu dengan singkat, Z : “Kalau kamu mau aku punya teman yang mahir bermain drama sejak kami duduk di sekolah
Laura pikir mereka akan menggunakan mobil yang sama dengan yang mengantar mereka ke kafe, tapi ternyata Laura salah. Alih-alih mobil, Rendra malah menggunakan motor untuk sampai ke kantor. Entah darimana pria itu mendapatkannya. "Naik ini?" tanya Laura dengan nada tidak percaya. "Pakai helm dulu, Bu Laura!" Laura menepis helm yang diserahkan Rendra padanya. Seandainya pria itu tidak memegang helmnya dengan kuat, benda bulat itu pasti sudah akan menggelinding di jalan. “Saya tidak biasa naik motor!” tolak Laura dengan nada dongkol. Naik motor di siang hari bolong? Kulitnya akan menjadi kusam dan rambut indahnya akan berantakkan. Sementara selama ini Laura selalu tampil rapi dan stylish, Tanpa adanya cela sedikitpun, baik dari segi pakaian, aksesoris, hingga ke rambut panjangnya. “Hanya ini kendaraan tercepat menuju ke kantor, Bu Laura. Ayo naik sekarang!” seru Rendra, Laura langsung menoleh ke arah lain saat matanya menangkap otot keras paha Rendra yang tercetak jelas di balik
Saat memasuki ruangan Erlan, mata Laura hanya tertuju pada satu titik, Erlan yang tengah duduk di kursi kebesarannya, pria itu tersenyum lebar saat melihat Laura yang langsung menghambur ke arahnya tanpa memperhatikan sekitarnya lagi. “Kenapa kamu membekukan asetku? Itu milikku bukan milikmu!” raung Laura, ia tersentak kaget saat suara berikutnya bukan berasal dari Erlan, melainkan papanya, “Laura, jaga sikapmu!” bentak papanya. Seketika itu juga Laura baru menyadari kalau tidak hanya ada orangtuanya saja yang sedang duduk di sofa ruang kerja Erlan itu, tapi juga orangtua Erlan. “Papa … Mama …” “Memalukan! Kami tidak pernah mengajarkanmu bersikap tidak sopan seperti itu pada suamimu!” Potong papanya dengan amarah yang terlihat jelas di matanya. Ada apa ini sebenarnya? “Laura, kemarilah … ” mamanya menepuk kursi kosong
Bab 10 - Dasar Psiko!Laura berderap keluar menuju mobilnya, dimana Rendra sudah menunggu dan membukakan pintu untuknya. Ia baru akan masuk ketika Erlan menahan tangannya,“Mau ke mana kamu?”“Lepaskan!” Laura menghentak lepas tangan Erlan. Namun hanya untuk mendapatkan Erlan mencengkram kedua bahunya dengan kasar,“Kamu pikir bisa meninggalkanku begitu saja, hah? Kamu tidak boleh pergi tanpa izin dariku!” geramnya.Tatapan penuh kebencian Laura terus mengarah pada Erlan, ia tidak dapat menyembunyikannya lagi, dan memang tidak ingin meyembunyikan kebenciannya pada suaminya itu,“Kamu sudah mendapatkan semuanya, termasuk juga dukungan dari orangtuaku! Apa lagi yang kamu mau dariku? Nyawaku?”“Nyawamu? Ya nyawa balas nyawa! Tapi tenang saja aku belum akan mengambil nyawamu Sekarang, aku masih ingin terus bermain-main denganmu!” “Cih, seolah aku saja yang membunuh calon anakmu itu!”Sebelah tangan Erlan kini beralih ke Leher Laura untuk menekannya, “Apakah aku harus menjabarkan lagi ke