Sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya, Laura terus mengarahkan perhatiannya pada padatnya arus lalu-lintas sore itu. Sesekali ia menghela napas panjang saat teringat pada diskusinya dengan pengacara perceraiannya pagi tadi yang benar-benar telah mengacaukan kepercayaan dirinya.
Perceraian ternyata tidak semudah seperti yang selama ini ia pikirkan. Menghadapi Erlan dan pengacara hebatnya itu butuh perhitungan yang sangat matang. Jangan sampai bukti-bukti yang telah mereka miliki menjadi senjata mematikan untuk mereka sendiri. Mereka harus memastikan tidak ada cela pada bukti yang mereka miliki yang akan digunakan pengacara Erlan untuk menyerang balik mereka.
Laura tersentak kaget dari lamunannya saat pintu tiba-tiba terbuka bersamaan dengan suara raungan Erlan yang terdengar nyaring di ruang kerjanya saat pria itu menerobos masuk,
"Apa kamu yang meminta sekretaris bodohmu itu melarangku masuk?"
"Maaf, Bu Laura. Pak Erlan bersikeras ingin bertemu dengan anda, saya tidak dapat menahannya," ucap Cindy, sekretaris Laura.
"Sudah tinggalkan kami, Cindy."
Dengan Erlan yang sedang terbakar amarah seperti itu, tidak akan ada yang dapat mencegahnya, bahkan jika pria itu ingin membunuh Laura sekalipun.
Setelah mengangguk pelan, Cindy pun melangkah keluar sambil memberikan tatapan tajam pada Erlan. Lebih dari satu kali pria itu menyakiti Laura, namun Laura selalu melarang Cindy melaporkan perbuatan suaminya itu pada pihak berwajib.
Laura mundur beberapa langkah ke belakangnya saat melihat Erlan memutar anak kunci, "Kenapa mengunci pintunya?" tanyanya dengan sorot mata tajamnya.
Alih-alih menjawab, sambil melangkah mendekati Laura Erlan malah bertanya, "Masih berusaha menggugat cerai aku?"
Tidak mau merasa terintimidasi oleh Erlan, Laura tetap berdiri santai di tempatnya, meski satu-satunya keinginannya saat itu adalah melarikan diri secepatnya,
"Menurutmu? Apa aku harus diam saja dengan perselingkuhanmu itu?"
"Oh come on! Apa kamu cemburu? Kamu sakit hati?"
Laura tertawa getir sambil menggelengkan kepalanya, "Percaya diri sekali kamu! Justru aku akan bertepuk tangan dengan sangat keras hingga telapak tanganku sakit. Karena apa? Karena pada akhirnya kamu melakukan kebodohan itu, dan aku ... Aku hanya harus bersiap menerima seluruh sahammu dan mendepakmu dari posisimu saat ini!"
"Apa kau yakin sekali dapat menyingkirkanku dengan mudah?"
Kini, Erlan terlalu dekat dengan Laura, dan mau tidak mau Laura melangkah mundur menjauhinya hingga punggungnya menyentuh jendela kaca di belakangnya. Ia memekik pelan saat dengan cepat Erlan sudah menyatukan kedua tangan Laura di atas kepalanya,
"Lepaskan! Mau apa kamu?" geram Laura sambil berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Erlan.
"Memberimu pelajaran supaya kamu ingat kamu sedang berhadapan dengan siapa!" desis Erlan sebelum melumat bibir Laura. Tentu saja Laura berusaha menghindar hingga ciuman itu terlepas. Namun bibir Erlan kini mengarah ke leher jenjangnya, dan Laura kembali memekik saat pria itu menggigitnya dengan kasar.
"Arrgh bajingan kamu! Lepaskan aku!"
Erlan kembali menatap Laura dan memberikan senyuman jahat padanya, "Kapan terakhir kalinya aku menyentuhmu, Ra? Satu bulan yang lalu? Dua bulan? Atau bahkan satu tahun? Aku tidak dapat mengingatnya. Tapi yang pasti sekarang ini, aku akan melakukannya padamu, dan akan memastikan kamu mengandung anakku!"
“Kamu melakukan ini karena kamu tahu konsekuensi yang akan kamu terima nantinya setelah aku memiliki bukti tentang perselingkuhanmu itu, kan?”
Namun bukan Erlan namanya kalau ia tidak bisa menekan Laura. Pria itu hanya terdiam sebentar sebelum akhirnya memberikan tatapan mencemoohnya ke Laura,
"Ternyata benar, kau menikahiku hanya karena menginginkan saham itu!"
"Oh jelas. Memangnya untuk apa lagi? Cinta? Jangan mimpi! Kamu bahkan tidak layak dicintai seorang pengemis sekalipun!" ejek Laura.
Adu mulut, itu adalah hal yang biasa untuk mereka. Selalu seperti itu tiap kali mereka bertemu. Tidak saling membunuh saja sudah menjadi sebuah keuntungan untuk mereka.
"Apa menurutmu kamu layak? Tidak ada satu pun pria yang akan menikahi wanita dingin dan sombong sepertimu, bahkan dalam mimpi mereka sekalipun. Dan terutama ... “ Erlan menggantung kata-katanya saat tangannya yang bebas menekan rahang Laura,
"Kamu payah sekali dalam bercinta. Kaku seperti kayu, sama sekali tidak menarik apalagi dapat memuaskanku," lanjutnya.
"Oh bagus! Jangan kamu pikir aku mau berurusan lagi dengan para pria yang hanya akan menyusahkan aku saja! Yang hanya mengutamakan kebutuhan biologis mereka saja!"
"Maksudmu kamu ingin pria baik-baik yang akan menjadi penggantiku nanti? Cih, semua pria pada dasarnya sama, mereka perlu menyalurkan hasrat mereka. Sementara kamu ... “ Erlan menyusuri tatapannya ke seluruh tubuh Laura dengan tatapan jijik, seolah ia melihat bangkai alih-alih istrinya sendiri,
"Kamu sama sekali bukan tipe wanita yang akan menjadi fantasi pria, jangankan yang tertinggi, yang terendahpun tidak," ejeknya tanpa ampun.
"Peduli setan dengan fantasi busuk kalian! Yang terpenting sekarang, aku sudah terbebas dari iblis sepertimu."
Tekanan tangan Erlan semakin mengencang di rahang Laura, hingga Laura sedikit meringis karenanya. Namun ia tidak mau memperlihatkan kesakitannya di depan suaminya itu. Ia tidak mau memberikan Erlan kepuasan karenanya.
"Aku tidak akan pernah melepaskanmu! Silahkan mimpi dan berkhayal semaumu, kamu hanya akan menemukan kesia-siaan saja!" tegas Erlan.
"Tidak mau melepaskanku? Apa kamu jatuh cinta padaku?"
Tangan Erlan beralih dari rahang ke pipi Laura, ia mengusap lembut pipi Laura saat berkata dengan malas, ”Umm, mungkin aku bisa mempertimbangkannya kalau kamu mau membatalkan niatmu bercerai dariku. Mari kita mulai dari awal lagi, bagaimana?"
"Kita memang akan memulai lagi dari awal, tapi dengan hidup masing-masing!"
"Ck, itu satu-satunya hal yang tidak akan pernah aku berikan padamu, Sayang. Begini saja, aku janji kalau kamu memberikan aku kesempatan lagi, aku akan berubah menjadi suami yang setia. Aku tidak akan menyentuh wanita lain lagi, hanya kamu yang menjadi satu-satunya," bujuk Erlan.
"Percaya padamu, sama saja percaya kalau bebek bisa terbang! Lagipula, bagaimana aku bisa memberikanmu kesempatan kedua, kalau apa yang telah kamu lakukan tidak akan berdampak apapun padaku, apalagi sampai menyakiti hatiku. Dan satu hal yang pasti, aku tidak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan berharga untuk menceraikanmu dan mendepakmu dari kursi CEO itu!" desis Laura.
Kalau bisa meludahi wajah Erlan Laura pasti sudah akan melakukannya, hanya saja ia tidak ingin menjadikan hal itu sebagai amunisi Erlan dan pengacaranya untuk menyerangnya.
Kata-kata Erlan selanjutnya terdengar begitu dalam dan sarat akan dendam, "Ah, kamu membuatku semakin berat untuk melepaskanmu, Sayang. Semakin kamu ingin pergi dariku, semakin aku akan mengeratkan cengkramanku padamu! Dan harap ingat satu hal, semua aku lakukan bukan karena aku tidak ingin kehilanganmu, apalagi sampai mencintaimu. Aku melakukan itu hanya karena ingin terus menyiksamu, wanita jahat yang telah membuat Tiara meninggalkanku!"
"Jangan pergi Ra, pria itu hanya akan memanfaatkan kepolosan kamu saja, setelah dia puas kamu akan dibuang begitu saja seperti sampah!" cegah Rendra saat adik perempuan satu-satunya itu berniat melarikan diri dengan kekasihnya yang sama sekali tidak direstui keluarganya karena skandalnya dengan banyak wanita."Erlan mencintaiku dengan tulus, Rendra. Dia tidak akan menyakiti aku! Kenapa kamu dan Papa tidak mempercayainya sama sekali?""Karena aku dan Papa kenal betul pria seperti apa Erlan itu! Apa kedua mata kamu itu buta, Ra? Berapa banyak wanita yang sudah menjadi korbannya?""Aku tahu itu. Tapi denganku berbeda, Erlan sendiri yang memberitahuku. Jika kami menikah nanti, Erlan sudah berjanji akan berubah. Dia hanya akan menjadi milikku untuk selamanya.""Kamu menerimanya begitu saja setelah banyak wanita yang tersakiti olehnya?""Mereka hanya akan menjadi masa lalu Erlan, sementara aku masa depannya. Aku hanya akan peduli pada yang terjadi kedepannya, bukan di belakangnya, bukan pad
"Lan, aku tidak mau!" Laura menepis tangan Erlan yang ingin menarik lepas dressnya. Sekuat tenaga ia menolak keinginan Erlan yang ingin bercinta dengannya. Selain karena Laura tidak membawa pil kontrasepsinya, ia juga terlalu jijik untuk bersentuhan lagi dengan pria itu.Namun bukan Erlan namanya kalau tidak memaksakan kehendaknya, pria itu seketika geram dengan penolakan Laura, tampara keras pun mendarat di pipi Laura,"Berani kamu menolakku!""Aku sedang datang bulan, Lan!" elak Laura sambil mengusap pipinya yang luar biasa nyeri. Ia melangkah mundur saat Erlan perlahan maju semakin mendekatinya."Alasan! Aku tahu benar ini bukan tanggalnya."Laura mengelak saat Erlan bersiap meraih tangannya, ia berlindung di balik sofa panjang kamar suite itu,"Tanggalnya memang bisa maju bisa mundur juga, Lan. Untuk apa aku membohongimu.""Untuk apa? Bukannya kamu sudah sering membohongiku? Aku tidak akan pervaya sebelum aku melihatnya langsung dengan mata kepala aku sendiri!" desisnya. Laura m
"Apa aku tidak tahu kado itu juga palsu?" desisnya dengan penuh kebencian.Laura terkulai lemah, bukan karena cengkraman tangan Erlan di lehernya yang menyebabkan Laura sulit bernapas. Tapi karena satu-satunya tempat Laura menggantungkan harapan kini telah punah. Dan ia harus menghadapi Erlan seorang diri lagi.'Rendra, kenapa kamu setega ini padaku?' tanyanya dalam hati, dan ia menitikkan airmata untuk satu lagi pria yang menyakiti dan mengecewakannya.Laura memejamkan kedua matanhya dengan pasrah. Apakah tidak ada satu pun yang menyayanginya dengan tulus selain dari sahabat-sahabatnya? Tidak orangtuanya, tidak juga seseorang yang baru saja masuk ke dalam kehidupannya.JIka Laura memang harus ditakdirkan mati saat itu juga di tangan Erlan, maka itu akan jauh lebih baik untuknya. Persetan dengan balas dendamnya."Untuk siapa sebenarnya kamu siapkan kado itu? Karena aku sudah tahu pasti, kamu tidak akan peduli dengan hari Anniversary kita, apalagi peduli padaku hingga membelikanku jam
Sama halnya dengan Laura, Rendra pun tidak kalah kagetnya dengan pesta yang sangat tiba-tiba itu. Dengan Erlan yang tidak memberitahunya perihal pesta kejutan yang pria itu siapkan untuk Laura, itu berarti Erlan belum sepenuhnya percaya pada Rendra. Dan akan sulit bagi Rendra menyelidiki kebusukan Erlan jika ia belum sepenuhnya menjadi orang kepercayaan Etlan.Setelah Laura turun, Rendra kembali melajukan mobilnya untuk parkir di tempat biasanya. Ia menarik salah seorang bodyguard Rendra untuk bertanya,"Kenapa banyak sekali tamu? Ada pesta apa? Kenapa aku tidak diberitahu?""Aku juga baru tahu setelah kalian pergi tadi. Tuan Erlan meminta kami mendekor rumah ini dalam waktu singkat," jawab pria itu dengan keringat yang masih terlihat membasahi keningnya."Dalam rangka apa pesta ini?""Menurut yang aku dengar, hari ini adalah Anniversary Tuan Erlan dan Bu Laura. Tuan ingin memberikan kejutan untuk Bu Laura, manis sekali bukan? Nampaknya Tuan Erlan memang tergila-gila dengan Bu Laura."
"Kenapa ramai sekali mobil yang parkir? Apa aku melupakan pesta yang Erlan buat?" Laura bertanya pada dirinya sendiri, namun Rangga tetap menjawabnya,"Saya juga baru mengetahuinya, Bu Laura. Pasti ada sesuatu yang menyebabkan Tuan Erlan mengadakan pesta dadakan.""Panggil saja Laura, ketika kita sedang berdua.""Saya masih belum berani, Bu Laura. Apalagi masih di lingkungan rumah, dindingnya saja memiliki telinga.""Terserahmu lah!"Setelah mengatakan itu Laura bergegas turun setelah salah satu pengawal membukakan pintu untuknya. Sementara itu Rendra langsung melajukan lagi mobilnya ke area parkir khusus."Nah, bintang pesta hari ini telah tiba, mari kita sambut kehadirannya dengan tepuk tangan yang super meriah!" seru Erlan saat Laura baru saja memasuki rumah disusul dengan biltz beberapa media yang tertuju padanya.Di hadapan banyak tamu dan juga awak media, mau tidak mau Laura pun menyunggingkan senyumannya dan membiarkan Erlan mengecup mesra keningnya sambil melingkarkan lenganny
"Jadi kesepakatanmu dengan Chintya batal hanya karena kamu mengikuti saran Rendra?" tanya Vanya dengan nada dongkol. Tidak mudah membujuk Chintya untuk mau membantu Laura mengingat betapa selektifnya Chintya jika menyangkut pria."Rendra memiliki alasan yang cukup masuk akal, untungnya aku belum menjalankan rencana kita," desah Laura sambil menyandarkan punggungnya di sofa, sudut matanya menangkap gerakan tangan Erlan saat pria itu menyeruput kopinya. Seperti biasa, mereka duduk di meja terpisah.Vanya menyondongkan tubuhnya ke LLaura saat bertanya, "Kamu percaya begitu saja padanya?""Percaya tidak percaya, Van. Tapi aku percaya satu hal, Rendra memiliki alasan tersendiri saat memutuskan bekerja dengan Erlan. Pria itu ... Tidak sesederhana kelihatannya.""Yeah i know. Termasuk juga rencananya untuk membawamu ke tempat tidurnya!" sungut Vanya."Ya Tuhan! Itu tidak mungkin," sangkal Laura, sekali lagi ia melirik Rendra yang masih asik menikmati kopinya seolah tidak peduli dengan pemb
"Bisa tinggalkan saya sendiri?" pinta Laura pada Rendra.Wanita itu baru bersuara setelah lebih dari satu jam mereka menyusuri tepian pantai dalam keheningan. Hanya suara riuh dari pengunjung lain dan deburan ombak saja yang mengisi keheningan di antara mereka itu."Maaf, saya tidak bisa, Bu Laura. Tuan Erlan menegaskan saya untuk tidak meninggalkan anda dalam kondisi apapun."Lebih tepatnya, Rendra tidak akan membiarkan Laura yang tengah terluka itu sendirian. Ia takut Laura akan memilih cara ekstrim untuk melarikan diri dari Erlan."Saya hanya menyusuri pantai ini saja, Rendra. Saya tidak akan kabur!""BIar saya temani anda, saya tidak akan bersuara jika anda tidak bicara pada saya."Dengan wajah ketusnya, Laura berpaling ke arah lautan lepas, ia membiarkan begitu saja angin pantai merusak tatanan rambut cantiknya.Nampaknya Rendra sulit untuk diajak bekerjasama. Pupus sudah harapan Laura yang berniat mencuri waktu untuk bertemu dengan Chintya, wanita yang akan ia pekerjakan sebagai
Pagi harinya, langkah Laura menuju ruang makan dihadang Rendra, tatapan pria itu tak terbaca saat menyarankan,"Sebaiknya anda jangan ke ruang makan, Bu Laura. Kalau anda lapar, saya bisa mengambilkan makanan untuk anda."Laura melipat kedua tangannya di depan dadanya, "Apa ada alasan untuk ini?" tanyanya dengan ketus.Rendra baru akan menjawab ketika terdengar kikikan nyaring seorang wanita, disusul dengan gelak tawa Erlan. Laura paham betul dengan apa yang tengah terjadi di ruang makan keluarganya itu, ia pun tersenyum sinis karenanya,"Hanya karena itu?"Tidak mendapatkan respon dari Rendra, Laura mendorong pria itu ke samping dan melewatinya begitu saja. Tapi lagi-lagi langkahnya terhenti saat Rendra menahan lengannya,"Jangan buat keributan, Bu Laura. Jangan membuat Tuan Erlan murka lagi," cegahnya, dan Laura langsung menghentak lepas tangannya sebelum mendaratkan tamparan kerasnya di pipi Rendra,"Berani kamu menyentuh saya!" geramnya, Rendra sedikit membungkuk saat mengucapk
"Aku tidak mau memperlihatkan lekuk tubuhku pada bodyguard sialan aku itu! Tidak bisakah aku menikmati waktuku sendiri tanpa keberadaanya?" elak Laura sambil menatap galak Rendra."Rendra, kau menjauhlah saat Laura ingin berenang! Dan pastikan, tidak ada satupun orang yang memasuki area ini!" perintah Erlan pada Rendra.Setelah mengangguk mengerti, Erlan pun meninggalkan mereka.Namun ternyata hal itu menjadi boomerang untuk Laura. Karena Erlan memiliki rencana lain untuknya di kolam renang itu."Tanggalkan pakaianmu sekarang!"Apakah Erlan akan mengajaknya bercinta di sana? Di kolam renang? Tidak mungkin kan?Jangankan di tempat dimana orang lain dapat melihat mereka, di kamar yang lebih private pun Laura tidak akan mau melayani hasrat Erlan lagi.“Jangan gila kamu!” sungut Laura sebelum berenang menuju handrailing pool. Lebih baik ia menyudahi renangnya, dan bergegas menjauh dari suaminya itu.Tapi baru saja kaki Laura menginjak tangga ketiga, Erlan sudah menariknya naik dengan kasa