Jeremy datang ke kediaman Addison tepat jam sembilan malam setelah Edward menghubunginya untuk segera datang. Pria tua itu mengatakan ingin membicarakan sesuatu terkiat project human charity yang sedang di lakukan Addison Group.
Dalam perjalanannya dia teringat dengan percakapan pria tua itu setelah kepulangannya dari Shanghai.
Sebuah fakta lain tentang permintaan Jeslyn pada Edward, padahal kenyataan tentang hubungan Vale dan Earl saja sudah sangat mengejutkan untuknya.
Saat itu, dia bingung harus bereaksi seperti apa, mengetahui jika nyatanya Earl dan Vale tidak ada hubungan darah sama sekali.
“Lalu? Sejak kapan kau mengetahui hubungan terlarang anak-anakmu, sekali pun mereka bukanlah saudara?”
“Tidak lama sejak Earl meminta Alle menikah dengannya.”
“Kenapa? Kenapa kau harus melakukan ini? Jika kau mengetahui mereka bukanlah saudara kandung dan saling mencintai, kenapa harus melibatkan Alle yang tidak bersalah sejauh ini? Aku benar-benar tidak mengerti.”
“Jeslyn yang memintaku, wanita itu sangat mencintai putrinya, dan melihat seumur hidupnya Alle hanya pernah bersama Earl dan bagaimana tatapan cinta wanita itu untuk Earl membuat Jeslyn datang padaku dan meminta agar bisa menikahkan Earl dengan Alle. Sebagai orang tua, aku bisa merasakan bagaimana perasaan Jeslyn yang sangat mencintai putrinya. Sejak high school Alle yang selalu mendapat bullying namun wanita itu pendam sendiri dan hanya Earl yang menolongnya, tentu membuat Alle jatuh cinta begitu mudah pada Earl. Setelah mengetahui semuanya, sebagai seorang ibu yang mengetahui persahabatan anaknya berubah menjadi cinta tentu ingin memberikan dan mengusahakan yang terbaik untuk anaknya. Jeslyn juga mengatakan, dengan mereka yang bersahabat sangat lama dan sudah mengenal sangat dalam tentu mudah untuk membuat Earl juga jatuh cinta pada Alle, itu juga yang aku pikirkan. Permintaan Jeslyn yang ingin melihat Alle bahagia dengan menikahi pria yang ia cintai tidak bisa kutolak, Jeremy.”
“Tapi kau melupakan fakta kegilaan anak-anakmu dan kau tidak mengatakan itu pada Jeslyn.”
”Bagaimana aku tega mengatakannya pada wanita yang sudah putus asa saat menceritakan semua penderitaan anaknya yang memiliki keterbatasan dan mengalami bullying sepanjang hidupnya? Hanya ada Earl teman satu-satunya yang ada di sisinya. Aku mengakui aku bersalah, namun bagaimana aku bisa tega menceritakan hal menyaktikan itu pada seorang ibu yang tengah mengharapkan kebahagiaan putrinya padaku.” Edward mengusap air mata yang kini sudah jatuh membasahi wajahnya tanpa dikomando.
“Tapi nyatanya, tetap saja Alle yang paling terluka di sini. Dia sangat mencintai Earl namun hanya ada luka yang dilemparkan oleh putramu itu padanya.”
“Aku tau, aku merasa menyesal untuk itu. Dulu saat akhirnya Earl dan Alle menikah, aku memiliki secercah harapan jika Earl akan melepaskan Vale dan menerima takdirnya bersama Alle. Bagaimana pun aku juga hanya menginginkan Alle yang jadi menantuku, walaupun Vale bukanlah putri kandung kami, namun tetap saja, aku tidak akan pernah merestui mereka sampai kapan pun. Karena sampai kapan pun, Vale akan selalu menjadi adik Earl dan putri kami. Namun aku tidak memikirkan kemungkinan terburuk dan kegilaan yang dilakukan oleh anak-anakku. Aku sangat menyayangkan semua ini terjadi dan begitu melukai Alle.” Tatapan sayu di mata tua itu membuat Jeremy menghela napasnya panjang, tidak menyangka dengan semua fakta yang ia dapatkan kini.
Nyatanya ibu wanita itu sendiri yang mendorong anaknya pada jurang luka tiada habisnya ini, namun Jeremy tau, Jeslyn tidak bersalah sama sekali, keinginan sederhana semua ibu di dunia ini adalah membantu mengusahakan kebahagiaan anak-anaknya. Dan menikahkan Alle dengan pria yang ia cintai tentu menjadi kebahagiaan untuk Alle, tanpa tau jika di balik semua itu, Alle juga harus mencecap luka yang seolah tiada habisnya ini.
“Aku sangat menyayangkan semuanya, Edward. Di saat kau bisa mencegah namun kau justru mendorong wanita itu sekali lagi pada luka.” Jeremy menatapnya dengan helaan napas, membuat Edward juga melakukan hal yang sama.
“Benar. Aku sangat bersalah dalam hal ini. Dibanding mencegah semua ini. Aku justru menaruh harapan pada Alle agar bisa mengubah Earl. Tanpa pernah memikirkan tentang kemungkinan terburuk jika Earl tetap tidak bisa berpaling dari Vale. Aku justru mendorong Alle jatuh pada luka lain yang lebih menyakitkan. Aku sangat kejam sebagai orang tua, Jeremy. Jadi bisakah kau membantuku mengurus Vale?”
Mobilnya yang memasuki halaman rumah Addison membuat Jeremy tersentak dari lamunannya tentang pertemuan itu. Pria itu menghela napas panjang sebelum turun dari mobilnya, melirik arloji yang sekarang sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam.
Seorang pengawal sudah menunggunya dan tersenyum tipis padanya, membuat Jeremy ikut menganggukkan kepalanya dan mengikuti langkah kaki pria berbadan kekar itu. Menuju ruang kerja Edward.
“Jeremy.” Sapa Edward dengan senyum bahagia begitu melihat Jeremy datang, membuat Jeremy mengangguk dan mendekat padanya.
“Apa ada sesuatu yang penting, hingga kau memintaku datang malam ini?” Tanya Jeremy membuat Edward mengangguk. Lalu pria itu menuju meja kerjanya, mengambil dua amplop putih dan kembali mendekat pada Jeremy yang kini duduk di salah satu sofa ruang kerjanya.
“Aku memutuskan untuk mengirimmu dan Vale untuk bertanggung jawab penuh dalam project di Afrika.” Selain mengangsurkan dua amplop putihnya, pria itu juga menyerahkan berkas dokumen ke hadapan Jeremy, membuat Jeremy mengangguk.
Edward lalu menerawang jauh. “Aku harap waktu sebulan bisa membuatmu lebih mengenal Vale dan mendapatkan putriku itu, dan Alle bisa menyadarkan perasaan Earl.” Gumam Edward membuat Jeremy hanya bisa tersenyum masam.
“Semoga putramu menyudahi kebodohannya lebih cepat.” Jeremy berujar datar, namun Edward mengamininya dalam hati.
“Bagaimana perasaanmu pada Vale, kuharap kau juga bisa menyadarkan putriku, Jeremy.” Gumam Edward penuh harap, membuat Jeremy hanya bisa menghela napas panjang dengan menggelengkan kepalanya.
“Aku tidak ingin berharap lebih banyak lagi, aku menyetujui ini semata-mata hanya untuk melancarkan keinginan Alle yang ingin berjuang sekali lagi. Aku harap ini semua membuahkan hasil.” Ungkapan Jeremy sejujurnya cukup membuat Edward kecewa, namun dia berusaha memahami sebanyak apa Vale menolak dengan kata-kata menyakitkan pada Jeremy. Tentu pria itu memiliki pilihan hidupnya, dan Edward tidak bisa memaksakan kehendaknya.
***
Alle menarik napasnya panjang setelah melihat Earl baru saja keluar dari kamarnya. Wanita itu berdiri dan menatap Earl dengan perasaan campur aduk. Membuat Earl yang melihat kegugupan Alle mengernyit bingung.
“Ada yang ingin kau katakan, Xa?” Tanya Earl dengan kening mengernyit, Alle menarik napasnya panjang dan mengangguk mantap.
“Ya. Aku ingin mengatakan permintaan keduaku.” Ucap Alle dalam satu tarikan napas, membuat Earl mengangguk walau hatinya berdetak kencang menunggu apa permintaan yang akan diucapkan oleh Alle.
“Kau tidak boleh menanyakan alasannya dan tidak memiliki hak untuk menolak. Benar kan Earl?” Tanya Alle kembali memastikan, melihat Earl yang mengangguk membuat Alle tersenyum dan ikut mengangguk.
“Mulai hari ini hingga dua bulan ke depan. Aku ingin kita melupakan hubungan kita sebagai sahabat. Aku ingin kita cukup memulainya sebagai suami istri yang bahagia, tanpa ada orang lain. Aku ingin menjadi istri yang sempurna dan memiliki suami yang sempurna. Dalam dua bulan ini, tidak boleh ada orang lain, aku ingin memiliki sarapan dan makan malam bersamamu, kencan setiap weekend, ciuman selamat pagi dan menjelang tidur, saling memeluk dan bercerita sebelum tidur. Aku ingin dalam dua bulan ini kita adalah suami istri bahagia yang menjalani rumah tangga penuh cinta. Hanya dua bulan.” Alle memejamkan matanya setelah mengucapkan itu, membuat Earl terkejut dan tidak habis pikir dengan permintaan Alle. Tidak mengerti apa maksud wanita itu dan kenapa tiba-tiba meminta hal yang sangat mustahil ini.
Saat Earl akan menanyakan sesuatu, Alle kembali menimpali seolah tidak membiarkan pria itu berbicara.
“Ingat, kau tidak memiliki hak untuk bertanya alasannya atau pun menolak. Untuk hidupku yang aku korbankan dengan menikahimu, ini adalah hal yang setimpal. Tidak ada alasan dan tidak ada penolakan. Jadi malam ini. Mari kita mulai semuanya, Earl.” Alle mendekat dan tanpa kata lagi langsung memeluk Earl, berusaha menahan tangisnya saat dadanya kembali terasa sesak.
Earl masih mematung, tangannya menggantung di udara, semua rasanya sangat tiba-tiba. Tapi ucapan Alle tadi cukup menohoknya. Rasanya benar apa yang dikatakan Alle, terlepas dari apa alasan wanita itu, mungkin Earl akan mencari tau sendiri. Dengan ragu akhirnya dia mendekap tubuh ringkih itu, seketika hatinya merasakan ketenangan dan kelegaan, mengecup puncak kepala Alle dengan perasaan yang entah bagaimana.
“Baiklah, mari kita lakukan, istriku.” Ucap Earl yang merasa aneh namun mulai berusaha untuk membiasakannya, Alle yang mendengar itu pelan-pelan tersenyum walau begitu banyak ketakutan yang ia hadapi.
Langit terlihat begitu mendung, seolah memahami perasaan seorang pria yang hatinya masih diselimuti duka sejak tiga bulan yang lalu. Rasanya semua masih terasa seperti mimpi, rasanya semua terlalu cepat dan tiba-tiba namun terasa begitu menyakitkan hingga ke tulang.Kehilangan Alle meninggalkan luka mendalam yang tidak akan pernah sembuh untuk pria itu, air matanya selalu jatuh setiap memikirkan wanita yang telah meninggalkan dunia ini dan mengakhiri rasa sakit dalam hidupnya.Hatinya masih terasa begitu sakit seperti diremas dengan begitu kuat setiap teringat ekspresi kesakitan Alle di hari terakhir mereka bertemu, hari terakhir mereka berbicara, sebelum Alle dilarikan ke rumah sakit dan akhirnya pergi melepaskan semua sakit yang dia rasakan.Earl menyentuh dadanya yang terasa begitu menyesakkan dan membuatnya kesulitan bernapas. Dia tidak pernah membayangkan ini terjadi dalam hidupnya, kehilangan Alle untuk selama-lamanya tidak pernah ada dalam pikirannya, namun Tuhan seolah menampar
Pukulan demi pukulan Earl dapatkan dari Axel yang begitu membabi buta dengan emosinya. Mereka semua sudah berkumpul di depan ICU, menunggu dokter yang masih menangani Alle.“Berani-beraninya kau menunjukkan wajahmu di sini! Bajingan! Kau manusia paling biadab!” Axel kembali memberikan pukulannya, wajah Earl sudah babak belur, bibirnya berdarah, lebam di beberapa bagian, namun pria itu tidak melawan, tubuhnya memang di sana, namun pikirannya kacau mengingat bagaimana Alle yang sekarat di depannya dengan bibir dan hidung yang berlumur darah, persis seperti yang ada di mimpinya, hal itu membuat tubuhnya menggigil dengan ketakutan yang semakin menggelayutinya.“Axel! Berhenti! Kau membuat keributan! Kau pikir Alle akan senang melihatnya?! Adikmu sedang berjuang antara hidup dan mati! Apa yang kau lakukan?!” Kern mengambil tindakan, menarik Axel untuk mundur dan memberikan tatapan nyalangnya.“Tahan emosimu, tidak ada yang lebih penting dari pada Alle sekarang.” Ucap Kern lagi membuat napa
Kern membuka pintu itu dengan raut tenang, bahkan setelah melihat siapa tamu tak diundang yang datang ke rumah putrinya.Melihat bagaimana berantakannya penampilan Earl, kacaunya wajah pria itu dan tatapannya yang menunjukkan penuh sesal dan juga terluka seolah menyeret Kern pada masa lalu di mana dia juga pernah merasakan semua itu.Tau-tau Earl langsung berlutut di depannya. Menatapnya dengan sorot mata nanar dan air mata.“Aku tau aku begitu hina untuk datang ke sini. Tapi kumohon … Ijinkan aku bertemu dengan Allexa… Tolong … Kau boleh menghajarku setelah ini. Tapi tolong biarkan aku bertemu Allexa, ada … ada hal sangat penting yang ingin aku sampaikan. Kumohon.” Earl bukan lagi hanya berlutut namun kini sudah bersujud di kaki Kern.Kern masih bergeming, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Melihat betapa putus asanya Earl yang terlihat hampir gila, dia yakin pria itu telah mengetahui semua yang terjadi pada Alle termasuk keadaannya. Sekali lagi kelebatan masa lalu bagaimana diriny
Langkah pria paruh baya itu begitu berat memasuki kamarnya, membawakan sarapan juga susu ibu hamil untuk putri tercintanya yang begitu malang.Mengingat-ngingat kembali bagaimana dia yang dulu begitu kejam menyakiti fisik dan batin istrinya, mungkin ini karma untuknya, melihat putrinya disakiti oleh pria yang dicintainya, ternyata menikamnya begitu dalam.Kern mengusap air mata yang membasahi wajahnya sesaat sebelum memasuki kamar Alle. Dia menatap dalam pintu di depannya dan menekan dadanya yang begitu sesak, mencoba menarik kedua sudut bibirnya untuk memberikan senyum terbaiknya.Jeslyn dilarikan ke rumah sakit dua hari yang lalu, terlalu stress dan kelelahan, wanita itu tidak sanggup menanggung beban luka melihat penderitaan Alle, dia selalu menangis setiap malam hingga membuatnya jatuh sakit.Dia dan Axel bergantian untuk menjaga Jeslyn dan Alle, pagi ini Axel yang menemani Jeslyn di rumah sakit, sedang dia menemani Alle.Kern menekan handle pintu kamar Alle dan melihat Alle yang
Hari-harinya semakin kacau untuk pria itu dan dia masih berusaha untuk mengendalikan perasaannya yang semakin tak terkontrol di mana hatinya terus berteriak memanggil nama Alle dan tiada hari tanpa kegelisahan yang melingkupinya.Padahal pernikahannya semakin dekat, namun kini dia bahkan tidak peduli lagi dengan itu, menyerahkan semuanya pada Valeria dan justru sibuk untuk menangani masalah hatinya. Dia tau sesuatu yang salah telah terjadi.Di saat dia telah yakin dengan pilihannya dan terus mengabaikan perasaannya tentang Alle dengan pikiran jika semua yang dia rasakan pada Alle hanya rasa bersalah, namun yang terjadi justru sebaliknya.Dia merasa hampir gila tidak bersama wanita itu, hidupnya terasa begitu sengsara dan penuh kegundahan, dia terus memimpikan Alle seperti alam bawah sadarnya ingin menyadarkan betapa dia merindukan Alle.Bahkan pikirannya tanpa terkendali terus mengingat memori-memori saat mereka bersama. Semua itu semakin membuat Earl kacau dan dalam rentang waktu itu
Di tengah malam yang begitu sunyi, langkahnya terdengar gusar dan tergesa-gesa, membuat bunyinya menggema di lorong rumah sakit yang begitu sepi.Pikirannya penuh dengan pertanyaan, Mommy-nya bukan orang yang bisa sakit dengan mudah, apalagi sampai masuk rumah sakit.“Daddy … Bagaimana keadaan Mommy?” Tanya Earl begitu memasuki ruang rawat Jennie dan melihat Edward begitu kacau, menggenggam tangan Jennie yang masih memejamkan matanya.Edward menatapnya kecewa dan penuh luka, membuat Earl terpaku beberapa saat dan mencoba memahami keadaan.“Stress, tekanan darahnya tinggi dan membuatnya collapse, jika tekanannya terus tinggi dia bisa terkena stroke ringan.” Ucap Edward dengan nada dinginnya dan membuat Earl terkejut bukan main.“Apa …? Bagaimana bisa, Dad? Apa yang membuat Mommy stress?” Tanya Earl benar-benar tidak mengerti dan itu berhasil memancing emosi Edward.Pria tua itu langsung menarik kerah baju Earl dan membawanya keluar dari ruang rawat Jennie, lalu tanpa aba-aba lagi dia la