Beranda / Rumah Tangga / Upik Abu Mertua / Bab 3. Kematian Dera

Share

Bab 3. Kematian Dera

Penulis: Rifat Nabilah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-26 21:04:42

"Lepas!"

Tangan Hafidz melepaskan cengkraman tangan Lestari yang menyakiti Putri.

"Menantu tidak tau diri! Sudah miskin, menumpang di rumahku. Sekarang kamu membela anak haram ini! Aku mau anakmu pergi dariku!"

Mendengar anaknya diusir oleh ibu mertuanya membuat Hafidz geram ingin sekali bertindak kasar pada Lestari yang dari empat tahun yang lalu selalu merendahkan dan menghinanya habis-habisan.

"Jaga bicara Anda!"

Hafidz sangat marah pada ibu mertuanya, tetapi Lestari tidak mau kalah dari menantu laki-laki yang tidak bisa menguntungkan baginya ini.

"Apa? Kamu yang harus jaga bicara! Pantas kamu membentak aku yang sudah memberikan kamu kehidupan mewah?"

Lestari tidak takut pada Hafidz yang sedang marah, dia serius ingin mengusir Putri dari rumahnya karena Dera yang memintanya. Dera selalu mengeluh kalau anak Hafidz pembawa masalah.

"Cukup!"

Hafizah berteriak ke mereka berdua untuk menghentikan pertengkaran yang terjadi, karena masih ada mayat Dera yang masih tergeletak di lantai.

"Diam kamu, Hafizah!" sembur Lestari pada Hafizah yang mau menghentikan dirinya berseteru dengan Hafidz.

"Nyonya, aku minta maaf, rasanya Dera jauh lebih penting daripada masalah ini, kita harus segera mengurusnya."

Lestari beralih ke Hafizah yang sudah berani mengaturnya sekarang, "Berani kamu mengatur aku?" tanyanya melebarkan mata kuat-kuat memandangi Hafizah.

Hafizah sudah tidak kuat lagi dengan perkataan Lestari yang selalu semena-mena padanya, apalagi sekarang Hafizah melihat seorang ibu kandung yang tidak memperdulikan anaknya yang meninggal dunia.

"Biarkan aku yang keluar dari rumah ini," kata Hafizah di depan Lestari yang masih meledak-ledak amarahnya.

"Oh, jadi kamu mau pergi? Sudah siap kamu melihat anakmu sama persis seperti Dera? Aku bisa menyuruh anak buahku untuk menghabisi anakmu di panti asuhan!" ancam Lestari untuk kesekian kalinya pada Hafizah.

Hafizah menggelengkan kepalanya, dia tidak mau anaknya mati mengenaskan sebelum dirinya bertemu, hatinya terenyuh ibu mertuanya tega menggunakan cucunya sendiri sebagai ancaman.

"Jangan, Nyonya. Aku mohon jangan lakukan itu, aku akan mengurusnya sampai tuntas. Nyonya akan terima rapih saat penguburan, tapi tolong jangan sakiti anakku."

Butiran mutiara bening yang keluar dari mata mengalir begitu dirinya memohon pada Lestari untuk tidak menyakiti anaknya. Hatinya sakit seketika mengingat lima tahun ini tidak bisa melihat pertumbuhan anaknya seperti apa? Yah, sebagai seorang Hafizah menginginkan semua itu.

"Bagus! Rapihkan bersama Hafidz dan anak haramnya itu! Aku tidak mau rumah ini kotor!"

Lestari pergi meninggalkan tempat setelah selesai mengancam Hafizah, ada Hafidz yang masih memegangi anaknya yang ketakutan.

"Hikss ... Aku tidak mau anakku disakiti, hanya ini yang bisa aku lakukan. Aku ingin bertemu dengan kamu anakku, maafkan Ibumu ini yang tidak berdaya melawan nenekmu yang jahat."

Hafizah meratapi nasibnya, mengapa dirinya memiliki ibu mertua yang tidak bisa sayang kepadanya, padahal Hafizah selalu berbakti dan menghormati Lestari sebagai mana perlakuannya pada kedua orang tua sendiri.

"Tan-te," ucap Putri yang mendekati Hafizah.

Sontak menghentikan tangis Hafizah setelah dihampiri Putri dan Hafidz.

"Kamu, terima kasih telah menyelamatkan aku," ucap Hafizah meraih tangan Putri dan mengecupnya lembut.

Putri bisa merasakan kehangatan dari perlakuan Hafizah pada dirinya, jauh berbeda dari Dera yang selalu memakinya dan menyalahkan dia setiap hari.

"Tante cantik, sama-sama. Tante juga sudah menyelamatkan aku," balasnya sudah lancar berbicara.

Entah dari mana Putri bisa lancar bicara, padahal lima tahun Hafidz selalu hidup dengannya, tidak ada satu katapun keluar dari mulut anaknya itu.

"Kamu anak baik, pasti Ibu kandungmu juga seseorang yang luar biasa, Nak." Hafizah memujinya.

"Ibuku sudah tidak ada, kata Ayahku, Ibuku ada di surga sana," balas Putri menatap dengan mata yang sendu.

"Jadi, kamu tidak tau wajah Ibumu?"

"Ya, Tante."

Hafizah teringat kembali akan anaknya yang dibuang ibu mertuanya, dia tidak mau nasib anaknya sama seperti Putri.

"Kamu masih punya Ayah yang sangat sayang padamu, Nak. Percayalah dia selalu mengorbankan segalanya untuk kamu," balas Hafizah menguatkan Putri untuk tidak bersedih.

"Iya, Tante. Ayahku yang terbaik."

Senyuman Putri terpancar melihat ke arah ayahnya yang mematung mendengarkan mereka berbicara.

"Ayah," panggilnya.

"Iya, sayang?"

"Aku mau pergi dari rumah ini, aku tidak mau melihat Tante yang galak itu," tunjuknya ke arah Dera.

Hafidz saling pandang ke Hafizah, ternyata anak sekecil itu mengerti Dera memiliki sifat kurang baik terhadap orang lain.

"Ayah tau kamu tidak suka sama Tante Dera, tapi bagaimanapun dia adalah Ibu sambung Putri, itu artinya Putri harus memaafkannya walaupun Tante Dera pernah jahat sama Putri, jadi anak yang baik ya, sayang. Ayah tidak mau kamu mengotori hati kamu," kata Hafidz menasehati anak kesayangannya.

Putri mengangguk, walaupun masih berumur lima tahun, tetapi Putri cukup pintar mendengarkan dan merespon orang dewasa, bahkan dia bisa berbicara lancar karena mendengarkan orang-orang sekitarnya.

"Kalau begitu Ayah mau kamu pergi ke kamar lebih dulu, karena Ayah masih ada kerjaan, sekarang sudah waktunya kamu tidur."

"Iya, Ayah."

Putri berlalu meninggalkan tempat itu, dia mendengarkan ayahnya untuk masuk ke dalam kamar. Sedangkan Hafizah masih sedih membayangkan anak sekecil Putri belum pernah melihat wajah ibunya.

"Ambil ini," kata Hafidz menyodorkan tissue pada Hafizah.

"Tidak perlu, aku biasa menyeka air mataku dengan tangan, anakmu berhak tau wajah Ibunya, aku sebagai seorang wanita dewasa yang kehilangan seorang anak bisa merasakan kalau anak sangat berharga."

"Dia tidak memiliki Ibu kandung, aku tidak tau Ibu kandungnya."

Jawaban Hafidz membuat Hafizah kebingungan, bisa-bisanya ada mantan suami yang tidak mau anaknya bertemu dengan Ibu kandungnya, salah paham pun terjadi.

"Eh, kasihan anakmu, masa kamu biarkan dia hidup sampai dewasa tanpa tau Ibunya, jangan begitu jadi orang tua, kamu tidak lihat kalau anakmu menangis? Dia berhak tau Ibunya! Jangan karena kalian berpisah tidak baik, anak jadi korban."

Hafidz menggelengkan kepala dirinya dikomentari Hafizah yang tidak tahu apa-apa mengenai hidupnya.

"Cerewet sekali jadi wanita! Aku mau mengurus istriku dulu, lagipula bukan urusanmu, benar kata Ibu Lestari, kamu terlalu ikut campur urusan orang," balas ketus Hafidz.

Hafizah tidak terima, dia harus membantu Putri untuk mencari tahu Ibu kandungnya, kalau perlu meneror Hafidz setiap hari, mencecarnya dengan banyak pertanyaan mengenai keberadaan Ibu kandung Putri.

"Aku bukan cerewet! Tapi anakmu memiliki hak bertemu dengan Ibunya. Pasti kamu tipe laki-laki yang tidak mau mantan istrimu mengunjungi anak sendiri. Dasar egois! Aku tidak suka laki-laki seperti kamu!"

Tiba-tiba Hafizah emosi karena Hafidz tidak mau terbuka, padahal dirinya juga baru mengenal laki-laki yang ada di depannya. Normal apabila Hafidz tidak terbuka mengenai kehidupan rumah tangganya.

"Berhenti bicara! Aku tidak mau mendengar satu kata pun dari mulutmu! Aku harus mengurus Dera, kamu tau kalau Ibu Lestari masih melihat Dera di sana, kamu juga akan terkena marahnya."

"Huft, kamu benar. Nyonya pasti marah besar kalau tidak segera diselesaikan. Tapi jangan harap aku lupa ya, sama kamu yang menutupi Ibu kandung Putri, aku akan pastikan kamu buka mulut untuk memberitahukan keberadaan Ibu kandung Putri," balas Hafizah menyipitkan mata tanda dirinya akan meneror Hafidz sampai mendapatkan jawaban.

"Terserah!"

Rasanya baru pertama kali bertemu dengan wanita semacam Hafizah, terlihat pendiam saat pertama bertemu, nyatanya salah. Hafizah berani memarahinya.

Hafidz menghubungi rumah sakit untuk membersihkan mayat Dera yang berlumuran darah, dengan begitu besok akan siap dikebumikan.

Saat ambulance datang ke rumah, ada sepasang mata dari dalam mobil yang terparkir tidak jauh dari rumah itu terus memperhatikan.

"Dengan begini, harta Hamid jadi milikku," ucapnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Upik Abu Mertua   Bab 107. Kebencian Lestari Yang Masih Membesar

    Hafizah merasa gelisah, sementara Hafidz memperhatikan dua bodyguard yang tetap siaga untuk melindunginya. "Hafizah dalam bahaya. Kalian berdua harus tetap berjaga dan pastikan wanita tua itu tidak bisa masuk ke sini. Lakukan apa pun yang diperlukan untuk melindungi Hafizah dan tempat ini."Keduanya mengangguk, memahami perintah tanpa perlu menjawab, karena mereka bisa merasakan kewaspadaan bos mereka."Kamu dengar kan, Hafizah? Mereka akan menjaga di sini, dan aku juga akan menemanimu. Setidaknya, dengan begitu kamu bisa merasa lebih aman. Aku bisa tidur di sofa, jadi kamu bisa beristirahat tanpa khawatir."Hafizah membuka pintu kamarnya, memberi kesempatan kepada Hafidz untuk masuk dengan mudah, karena ia tidak ingin Lestari menyakitinya lagi. "Silakan masuk, Hafidz. Kamu bisa tinggal di sini sampai besok pagi," ujar Hafizah sambil menutup pintunya. Hafidz merasa senang bisa masuk, karena ini adalah yang diinginkannya: bersa

  • Upik Abu Mertua   Bab 106. Selalu Menjaganya

    "Apa kamu serius, Hafizah?" tanya Hafidz untuk memastikan pernyataan Hafizah."Ya, aku serius, Hafidz."Hafidz merasakan kebahagiaan karena diterimanya kembali, namun di sisi lain, ia juga merasakan kesedihan ketika harus jujur tentang anaknya."Hafizah, aku berterima kasih padamu karena telah menerima aku lagi. Mengenai anakmu, aku tidak keberatan untuk membantumu. Kita bisa mencarinya bersama-sama, semoga kita menemukan jalan keluar dari semua ini. Aku tidak ingin kamu terus-menerus memikirkan hal yang sama."Hafizah tersenyum mendengar jawaban Hafidz. Dia bertekad untuk tidak menghindari Hafidz lagi, meskipun itu berkaitan dengan anaknya. "Hafidz, kamu adalah pria yang baik. Aku tidak ingin kehilanganmu dan Putri. Kalian berdua selalu ada di hatiku, meskipun aku telah berusaha menjauh dari kalian." Hafidz menggenggam kedua tangan Hafizah dengan lembut. "Sudahlah, Hafizah. Jangan terlalu memikirkan sikapmu. Seharusnya aku yang minta maaf karena

  • Upik Abu Mertua   Bab 105. Bahaya Mengancam Itu Tertangkap

    "Bukan hal yang mudah, Jep! Kamu tahu wanita ini sangat cantik, dan aku merasa ingin menyentuhnya.""Jangan lakukan hal lain! Kita tidak boleh melecehkan wanita, meskipun penampilan kita terlihat menyeramkan. Kita harus menyingkirkan wanita ini, tetapi sebelum itu, kita serahkan kepada Pak Hafidz. Dia ingin memberikan peringatan kepada wanita ini, sepertinya itu penting.""Baiklah, aku akan menahan diri. Namun, jika ini berlangsung terlalu lama, aku khawatir aku akan kehilangan kendali dan ingin menyentuhnya, bahkan mungkin mencium bibirnya.""Terserah padamu! Ayo, bawa ke tempat di mana kita bertemu Pak Hafidz."Mereka bergerak menuju Hafidz yang baru saja turun dari pesawat, sementara Hafizah, yang tidak dijaga, masih merasa ketakutan sendirian di dalam kamar hotel."Aku yakin sekali ada seseorang yang berniat jahat padaku, tapi siapa? Apakah orang yang membakar rumahku? Atau mungkin benar apa yang dikatakan Pam dan Jep, bahwa itu adala

  • Upik Abu Mertua   Bab 104. Pergi Mencari Tempat Lain

    Hafidz berpamitan kepada anaknya, namun ia harus menitipkan Putri kepada asistennya yang ikut bersamanya. "Pastikan Putri tetap aman di sini dan jangan biarkan dia pergi!" Perintah tersebut terdengar jelas sebelum Hafidz pergi, dan asistennya mengangguk, "Baik, Pak Hafidz. Nona kecil akan baik-baik saja." Hafidz merasa lega meninggalkan Putri, setidaknya kini Putri sudah sadar, dan mungkin setelah beristirahat beberapa hari, anak itu akan kembali beraktivitas.Pria itu sedang mencari tiket pesawat untuk kembali ke Turki. Dia tidak ingin berlama-lama bertemu dengan Hafizah, sementara Hafizah memutuskan untuk mengenakan kembali pakaian yang sudah kering setelah dicuci oleh pelayan di rumah Hafidz."Ibu Hafizah mau ke mana?" tanya pelayan."Saya ingin mencari tempat tinggal. Rasanya ini bukan rumah saya, jadi saya harus pergi untuk mencari tempat sementara. Namun, saya akan bekerja terlebih dahulu. Lagipula, saya tidak akan meras

  • Upik Abu Mertua   Bab 103. Hadiah Istimewa

    Hafizah sedang duduk dengan penuh perhatian, dimanjakan oleh orang-orang di sekitarnya. Dia tidak menyangka semua ini akan terjadi dalam hidupnya. Selain itu, setelah satu per satu mereka menyelesaikan tugas untuknya, kini Hafizah dihadapkan pada seorang bodyguard yang tampak jauh lebih gagah. "Ibu Hafizah, silakan duduk di kursi roda ini," ujarnya. "Untuk apa aku duduk di situ? Aku bisa berjalan sendiri, aku mau makan," balas Hafizah dengan nada protes. "Itu adalah perintah dari Pak Hafidz. Ibu Hafizah tidak diperbolehkan berjalan sendiri di dalam rumah. Oleh karena itu, saya menyiapkan kursi roda ini dan akan mendorong Ibu ke mana pun Ibu mau, kecuali ke toilet," jelas bodyguard tersebut dengan sabar, menjelaskan perintah dari Hafidz."Ya ampun. Aku tidak memerlukan semua ini. Aku bisa berjalan ke ruangan lain dan bahkan masih bisa berlari. Tolong sampaikan kepada Pak Hafidz agar tidak berlebihan."Hafizah berusaha meyakinkan bodygua

  • Upik Abu Mertua   Bab 102. Menjadi Ratu Di Rumah Hafidz

    Hafizah baru saja membuka matanya dan terkejut melihat beberapa orang sudah berada di dalam kamar. Di antara mereka, ada seorang pelayan wanita yang ditugaskan oleh asisten Hafidz untuk memenuhi semua kebutuhan wanita kesayangan bosnya itu."Selamat pagi, Ibu Hafizah," sapa salah satu pelayan.Hafizah terkejut melihat enam orang berjejer di dalam kamar Hafidz, tidak menyangka bahwa ia telah menghabiskan semalaman di tempat itu."Siapa kalian?" tanyanya."Kami adalah pelayan yang akan memandikan Ibu Hafizah dan mengurus pakaian serta kebutuhan lainnya," jawab salah satu pelayan.Hafizah segera menutupi dirinya dengan selimut, merasa bingung mengapa ia harus dimandikan oleh mereka ber enam."Tidak! Aku bisa mandi sendiri. Cukup siapkan baju untukku setelah mandi, jangan berlebihan seperti ini," tegas Hafizah, merasa keberatan dengan situasi tersebut.Namun, mereka saling menggelengkan kepala dan berbisik satu sama lain, ka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status