Home / Rumah Tangga / Upik Abu Mertua / Bab 2. Lima Tahun Kemudian

Share

Bab 2. Lima Tahun Kemudian

Author: Rifat Nabilah
last update Last Updated: 2024-11-26 21:04:34

"Di mana anakku, Bu?"

Suara Hafizah terdengar oleh Lestari dan Dera yang duduk di sofa karena baru menghabiskan satu hari dengan membelanjakan uang Hamid sesuka hati mereka.

"Hafizah?"

Lestari kaget tidak percaya ada Hafizah di dalam rumah mewah anaknya Hamid. Begitupun Dera sama kagetnya kakak iparnya sudah ada di dalam rumah bahkan di ruang keluarga.

"Iya, ini aku, sekarang aku sudah bebas. Jadi, apa boleh aku mengetahui di mana panti asuhan itu? Aku merindukan anakku."

Hafizah tidak mungkin melupakan pengakuan ibu mertuanya yang telah membuang anaknya. Lima tahun menjadi penantian untuk bisa bertemu kembali dengan buah hatinya.

Lestari dan Dera berdiri mendekati Hafizah yang tidak membawa apa-apa ditangannya, karena Hafizah memang tidak membawa barangnya ketika masuk penjara.

"Enak saja mau tau anakmu! Kamu pikir aku bodoh sembarangan cerita di mana panti asuhan itu? Jangan harap, Hafizah!"

"Bu, aku mohon. Anakku tidak bersalah sama sekali. Sekarang aku bebas, biarkan aku yang merawatnya," balas Hafizah mulai bersujud di kaki Lestari.

Demi anaknya Hafizah merendahkan harga dirinya di depan mertua dan adik iparnya, bahkan tidak memikirkan dirinya yang belum makan seharian karena menunggu mereka pulang.

"Heh, Hafizah!" panggilnya kasar memegang dagu Hafizah.

"I-iya, Bu," jawabnya terbata.

"Anakmu ada di tanganku, aku selalu mengawasinya walaupun dia berada di panti asuhan. Sekarang dengarkan aku baik-baik! Jika kamu mau anakmu selamat, aku memiliki syarat untukmu, yaitu jadilah pembantu di rumah ini secara gratis, karena aku bosan dengan pembantu lama yang hanya menghabiskan uang anakku untuk membayar mereka, aku rasa kamu sudah bisa menggantikan mereka tanpa bayaran sepeserpun."

Sebuah ancaman dilontarkan Lestari pada menantunya yang sekarang kesakitan karena dagunya ditekan keras. Hafizah akan melakukan apa pun asalkan anaknya bisa selamat.

"Baik, aku akan lakukan, tapi tolong jangan sakiti anakku."

Lestari melepaskan tangannya, senyumnya merekah melihat ke arah Dera yang mendengarkan Hafizah setuju menjadi pembantu gratisan.

"Pergilah, kamu bisa gunakan kamar di rumah anakku, kamu boleh makan sesuka hati, tapi ingat, Hafizah! Posisimu di sini hanyalah pembantu, bukan lagi menantuku."

"Baik, Bu."

Lestari menaikkan satu alisnya, rahangnya

seketika mengeras, dia menggigit bibir bawahnya kesal mendengar Hafizah masih memanggilnya dengan sebutan 'Ibu' karena sekarang statusnya sudah berbeda.

"Panggil aku, Nyonya Lestari!"

Hafizah menarik nafasnya kasar, sebenarnya Hafizah sendiri tidak sudi memanggil Lestari nyonya dan bekerja di rumah ini secara gratis. Tetapi, dia tidak memiliki pilihan lain kecuali menuruti kemauan mertuanya demi demi anaknya selamat.

"Iya, Nyonya."

Lestari dan Dera tertawa lepas mendengarnya.

"Bagus!"

Lestari sangat senang akhirnya lima tahun menunggu Hafizah pulang sudah terobati dengan Hafizah setuju menjadi pembantu di rumah anaknya. Selanjutnya akan banyak kejutan yang datang menghampiri Hafizah.

"Sana! Lakukan tugasmu besok pagi!"

Lestari mengusir Hafizah dari ruang keluarga, karena hari sudah malam, dirinya juga mau istirahat bersama Dera.

"Ibu hebat. Hafizah sekarang benar-benar menjadi tahanan rumah ini, jadi aku boleh memecat para pembantu di rumah ini 'kan, Bu?"

"Boleh, kamu bisa melakukan apa pun terhadap mereka termasuk Hafizah, dia juga pembantu, kamu tau kalau Ibu berniat sejak dulu mau memenjarakan Hafizah seumur hidup. Hafizah masih muda, dia tidak boleh melanjutkan hidup apalagi menikah lagi. Enak saja dia menikah sedangkan anak laki-laki Ibu dia bunuh. Ibu akan pastikan dia tetap di rumah ini sampai mati!"

Dera semakin senang dengan ibunya yang sangat membenci Hafizah, dengan begitu dirinya juga bisa bebas melakukan apa pun sesuai keinginannya termasuk berkeliaran malam-malam tanpa sepengetahuan Lestari.

Saat Hafizah ingin masuk ke dalam kamarnya yang dulu pernah ditempatinya ketika tidur bersama suaminya, posisinya bersebelahan dengan ruangan makan, begitu masuk kamar dengan pintu yang tidak terkunci, matanya terbelalak melihat seseorang tengah berbaring di sana.

"Itu, siapa?"

Dengan rasa penasaran akhirnya Hafizah mendekatinya, melihat lebih dekat wajah seseorang yang tengah terbaring.

Seseorang itu terbangun ketika tangannya disentuh Hafizah dari belakang, "Siapa kamu?" tanya seseorang itu akhirnya menepis tangan yang menyentuhnya.

Hafizah memandangi mata seorang pria yang tengah kaget melihat dirinya masuk ke dalam kamar kenangannya bersama mendiang suaminya dulu.

"Kamu yang siapa? Aku yang punya kamar ini," jawab Hafizah merasa dirinya memiliki hak atas kamar tersebut.

Seorang pria yang sudah menggunakan piyama tidur berwarna ungu tua itu terheran mendengar jawaban wanita yang ada di depannya.

"Yang punya kamar? Jangan bohong!"

"Benar ini kamarku, aku tidak bohong, kamar ini adalah milikku dan Mas Hamid. Kamu sendiri, kenapa ada di dalam kamar ini?"

Tiba-tiba ada yang berlarian dari belakang tubuh Hafizah, mendorongnya sampai jatuh ke pelukan seorang pria hingga terjatuh ke tepi tempat tidur, keempat mata itu bertemu saling bertatapan sangat dekat, membuat kedua jantung berdebar satu sama lain.

"Kurang ajar!"

Ditariknya tangan Hafizah jauh-jauh dari pria yang sudah ada di tempat tidur tersebut, sontak membuat Hafizah sendiri menyadari dirinya tadi berada di atas tubuh seorang pria selain mendiang suaminya.

"Dera, sakit!"

Tangan Dera kuat menarik Hafizah sampai mendekati pintu kamar yang akhirnya bersebelahan dengan seorang anak kecil perempuan yang tadi berlarian menabraknya hingga jatuh ke tempat tidur.

"Wanita murahan! Kenapa kamu masuk ke dalam kamar suamiku? Oh, Jangan-jangan kamu mau menggodanya seperti kamu menggoda Bang Hamid dulu?"

Hafizah menggelengkan kepalanya, pria yang ada di tempat tidur juga akhirnya berdiri setelah Dera teriak-teriak dan asal bicara.

"Jangan sembarangan bicara, Dera!"

"Sembarangan gimana? Kamu pikir pantas kamu masuk ke dalam kamar anak majikan? Ingat, kamu itu hanya pembantu di rumah ini, belum satu hari kamu sudah ada di atas tubuh suamiku, di tempat tidurku lagi. Pembantu sialan!"

Dera sangat murka pada Hafizah, dirinya tidak rela kalau suaminya disentuh perempuan manapun, walaupun dirinya selalu berganti-ganti lelaki di luar sana, baginya suaminya bodoh karena terlalu penurut, sehingga dia kurang tertantang, apalagi hidupnya diganggu anak angkat dari suaminya yang selalu mengganggu.

"Kamarmu? Yang benar saja! Kamu tau kalau dulu ini adalah kamarku dengan Mas Hamid, jangan begitu sama aku, Dera. Aku juga tidak tau kalau kamu sudah menikah."

Pantas suasana di dalam kamar berubah drastis, tidak ada fotonya dengan mendiang suaminya yang terpampang di dinding.

"Lima tahun ke mana saja, Hafizah? Ini adalah rumah abangku, berarti seluruhnya milikku, termasuk kamar, aku bebas menggunakannya. Sekarang, aku minta kamu keluar dari sini!"

Dera mendorong Hafizah sampai terjatuh di lantai depan pintu.

"Aw! Sakit, Dera!"

Pria yang tadinya diam, sekarang bergerak menolong Hafizah untuk bisa berdiri, tidak bisa dirinya membiarkan istrinya bertingkah seenaknya pada orang lain.

"Aku bantu kamu berdiri," ucapnya mengulurkan tangan.

Hafizah menatap kembali mata pria yang begitu tampan walaupun habis bangun tidur, seorang pria yang ternyata jauh lebih tinggi daripada mendiang suaminya. Hafizah sudah membayangkannya, membandingkan pria di depannya dengan mendiang suaminya.

"Astaga, aku tidak boleh seperti ini," ucapnya pelan.

Pria itu mendengarnya, "Seperti apa?"

Mereka tidak berhenti saling bertatapan, seperti memiliki arti yang dalam tanpa bisa berkata-kata.

Dera semakin panas dibuat cemburu oleh suaminya sendiri yang membantu pembantu barunya itu, tangannya dipegang anak tirinya yang mau menyerang Hafizah kembali.

"LEPAS!" teriak Dera membentak.

Mendengar teriakan Dera membentak anak perempuannya, pria itu melirik tajam ke arah Dera sembari membantu Hafizah berdiri.

"Cukup, Dera!"

Sejak awal pernikahan memang Dera tidak pernah mau menganggap Putri sebagai anaknya, apalagi sekarang terang-terangan membentak.

"Apa? Marah kamu, Mas!"

Bukannya menyesal dengan perbuatannya, ini Dera semakin marah pada suaminya.

"Ya! Aku marah padamu, jangan kamu lampiaskan amarahmu pada Putri, dia tidak bersalah dalam hal ini, tadi kamu salah paham melihat aku sama wanita itu di dalam kamar, seharusnya kamu bisa mengontrol emosimu di depan anakku."

"Halah, mana ada orang selingkuh mau mengakui perbuatannya, putrimu selalu menyusahkan aku, lebih baik kamu kirim dia keluar negeri, biarkan aku yang membiayainya. Aku muak dengan anakmu yang bisu itu, lagipula aku juga menyesal dengan pernikahan kita, ternyata kamu bukan lelaki kaya raya yang aku harapkan, kamu sadar nggak Mas, kamu itu sudah menipu aku sama Ibuku."

Dera semakin berani melawan suaminya, sedangkan Hafizah menyaksikan pertengkaran rumah tangga adik iparnya sudah rumit, mungkin akan sulit diperbaiki kalau Dera sendiri masih menginginkan suami yang kaya raya.

Hafizah masih mematung di sana mendengarkan pertengkaran mereka berdua.

"Tutup mulutmu! Aku tidak berselingkuh!" seru Hafidz.

"Jahat! Kamu jahat sama aku, Hafidz!" teriak Dera yang akhirnya memukuli Hafidz dengan kedua tangannya.

"Tenang Dera, kamu harus tenang."

"Mana ada istri yang mau tenang kalau suaminya bersentuhan dengan wanita lain!"

Dera masih memukuli suaminya, sedangkan Hafidz mencoba menangkap tangan Dera yang tidak mau diam.

Terjadilah di mana Dera akhirnya mendorong Hafidz ke dalam kamar lalu menguncinya dari luar.

"Ayo, ikut!"

Dera menarik Putri yang masih berumur lima tahun menaiki tangga, dia mau mendorong Putri ke bawah agar anak bisu yang menyusahkan dirinya mati.

Hafizah tidak mau tinggal diam, dia mengejar Dera dan anak perempuan itu sedang menaiki tangga lantai dua di rumah tersebut.

"Memang pantasnya kamu mati!"

Situasi menegang. Putri ketakutan dengan ibu tirinya yang galak juga tidak ada rasa sayang padanya, sekarangpun di mata Dera, Putri hanya anak yang terlahir cacat dan menyusahkan.

"Berhenti, Dera! Serahkan anak itu sama aku. Kamu tidak boleh membunuhnya, kamu harus ingat, dia anakmu," ucap Hafizah membujuk Dera.

"Diam! Kamu jangan ikut campur masalah rumah tangga aku! Dia ini tidak berguna! Anak ini juga bukan anak kandungku!"

Dera frustasi, sehingga dia nekad ingin mengakhiri anak tersebut, karena anak itu pembawa sial, dia dibohongi suami sendiri sebelum menikah, tidak pernah terucap satu katapun memiliki seorang anak. Namun, Dera harus menerimanya dengan terpaksa, belum lagi suaminya mengaku sebagai orang kaya, pengusaha besar, kenyataan tidak seperti itu, Hafidz hanyalah pria pengangguran yang menumpang hidup ditambah beban anaknya tersebut.

"Jangan, Dera!"

Hafizah meraih lengan Putri agar bisa ditariknya dan menjauh dari Dera, dan berhasil Putri sudah ada ditangannya. Putri berani menggigit lengan Dera sehingga bisa terlepas, sialnya Dera terjatuh dari atas tangga.

"Aaaaaaaaa!"

Dera masih bisa berteriak ketika terguling-guling ke bawah tangga, mata Hafizah melihat kalau di bawah tangga ada ibu mertuanya yang melihat anaknya terbujur kaku di lantai dengan berlumuran darah pada bagian kepala.

"Deraaaaaaa!" teriak Lestari.

Tatapan Lestari tajam mengarah pada Hafizah dan anak tiri Dera yang masih ada di atas tangga.

"Oh. Jadi, kalian!"

Lestari naik ke atas tangga untuk menyeret Hafizah ke bawah.

"Turun, kamu!"

Ditariknya tangan Hafizah yang masih memegangi anak kecil itu, mereka bertiga menuruni anak tangga begitu cepat. Sampai pada tangga terakhir di mana Hafizah melihat darah segar mengalir di bagian kepala Dera.

"Pembunuh!"

Hafizah mulai gemetaran, dirinya sangat takut dengan darah, apalagi kejadian ini seolah menyudutkannya sebagai pelaku, tidak tahu harus bagaimana saat Hafizah menatap dekat mayat Dera.

Ada gerakan dari tangan anak kecil yang dari tadi dipegang oleh Hafizah. Terlihat ketakutan melihat kejadian yang begitu cepat dan memakan korban.

"Tenanglah, jangan takut, ada aku," ucap Hafizah menenangkan.

Putri memeluk Hafizah, matanya melirik ke Lestari yang mau mendekati mereka berdua lagi, dan Hafizah berdiri ingin menjelaskan kejadian yang sebenarnya pada ibu mertuanya tersebut.

"Bu ... Sebenarnya yang terjadi ---" belum sempat dijelaskan Lestari sudah memegang ponselnya untuk menghubungi kepolisian untuk menangani kasus kematian Dera.

"Diam! Aku akan menelpon polisi!"

Hafizah menahan dirinya untuk bicara, memastikan Putri tetap dalam lindungannya dan tidak menjadi sasaran Lestari.

Ingatannya sama seperti dulu ketika kematian suaminya, begitu juga reaksi Lestari yang menuduh dan menyudutkannya.

"Bu, aku mohon jangan penjarakan aku, tolong dengarkan aku dulu."

"Aku tidak akan mendengarkan kamu! Kecuali ada bukti di mana kamu tidak bersalah! Tapi yang kamu punya hanya anak bisu itu, dia tidak akan bicara, jadi aku bebas memenjarakan kamu untuk yang kedua kalinya."

Hafizah menatap Putri, dia tidak bisa memaksa anak kecil yang mungkin sudah tidak bisa bicara dari lahir harus menjadi saksinya.

"Ibu, aku mohon, aku tidak mau dipenjara lagi," rengek Hafizah memohon dengan sangat pada Lestari.

"Sudah aku bilang jangan panggil aku, Ibu!" hardiknya.

Lestari melihat ke arah ponselnya, polisi belum mengangkat telepon juga, seketika ada suara yang terdengar begitu pelan ditelinga Lestari dari belakang tubuhnya.

"Dia, bukan pembunuh," ucapnya.

Sontak membuat Lestari menengok ke belakang, memastikan suara anak kecil yang dia dengar.

"Kamu!"

Lestari terkejut anak tiri Dera bisa bicara.

Hafizah sendiri menyadari kalau Putri melepaskan diri dari pelukannya. Hafizah tertegun menyaksikan Putri berusaha membelanya. Dan Hafidz yang sudah mendobrak pintu kamar, dia mendengar suara anaknya menggema di telinga untuk pertama kali.

Tiba-tiba, Putri menggoyangkan tangan Lestari, ponsel pun terjatuh.

'CRANGGGGG!'

Semua orang kaget, termasuk Lestari, bukan hanya kaget, kini emosi Lestari meledak.

"Anak sialan!" murkanya mulai memegang kasar lengan Putri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Upik Abu Mertua   Bab 108. Obat Kesedihan Hafizah

    "Hafizah! Kamu telah durhaka kepada mertua! Kamu wanita yang tidak tahu diri, merebut anakku dariku. Dia yang selama ini selalu memberiku uang, tetapi kini sibuk mengurus mu dan perilakumu yang sama sekali tidak bisa diterima. Aku benci kamu, Hafizah! Sangat membenci orang sepertimu!"Sungguh mengejutkan, Lestari memainkan drama ini di hadapan polisi yang sedang menyusun laporan berdasarkan bukti yang ada."Lestari, berhentilah berbicara. Menyalahkan Hafizah tidak ada gunanya, karena tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Hafizah telah merebut seluruh harta anakmu. Harta yang dimiliki anak laki-lakimu sebenarnya adalah milik orang tua Hafizah. Kamu telah dibohongi oleh Hamid, dan Hafizah sudah menjelaskan hal ini sebelumnya. Namun, kamu tampak sangat terobsesi dengan uang, hingga membuatmu kehilangan akal. Seharusnya, kamu tidak berada di sini; tempatmu seharusnya di rumah sakit jiwa!"Hafidz membela Hafizah yang sudah terisak menangis setelah terus-meneru

  • Upik Abu Mertua   Bab 107. Kebencian Lestari Yang Masih Membesar

    Hafizah merasa gelisah, sementara Hafidz memperhatikan dua bodyguard yang tetap siaga untuk melindunginya. "Hafizah dalam bahaya. Kalian berdua harus tetap berjaga dan pastikan wanita tua itu tidak bisa masuk ke sini. Lakukan apa pun yang diperlukan untuk melindungi Hafizah dan tempat ini."Keduanya mengangguk, memahami perintah tanpa perlu menjawab, karena mereka bisa merasakan kewaspadaan bos mereka."Kamu dengar kan, Hafizah? Mereka akan menjaga di sini, dan aku juga akan menemanimu. Setidaknya, dengan begitu kamu bisa merasa lebih aman. Aku bisa tidur di sofa, jadi kamu bisa beristirahat tanpa khawatir."Hafizah membuka pintu kamarnya, memberi kesempatan kepada Hafidz untuk masuk dengan mudah, karena ia tidak ingin Lestari menyakitinya lagi. "Silakan masuk, Hafidz. Kamu bisa tinggal di sini sampai besok pagi," ujar Hafizah sambil menutup pintunya. Hafidz merasa senang bisa masuk, karena ini adalah yang diinginkannya: bersa

  • Upik Abu Mertua   Bab 106. Selalu Menjaganya

    "Apa kamu serius, Hafizah?" tanya Hafidz untuk memastikan pernyataan Hafizah."Ya, aku serius, Hafidz."Hafidz merasakan kebahagiaan karena diterimanya kembali, namun di sisi lain, ia juga merasakan kesedihan ketika harus jujur tentang anaknya."Hafizah, aku berterima kasih padamu karena telah menerima aku lagi. Mengenai anakmu, aku tidak keberatan untuk membantumu. Kita bisa mencarinya bersama-sama, semoga kita menemukan jalan keluar dari semua ini. Aku tidak ingin kamu terus-menerus memikirkan hal yang sama."Hafizah tersenyum mendengar jawaban Hafidz. Dia bertekad untuk tidak menghindari Hafidz lagi, meskipun itu berkaitan dengan anaknya. "Hafidz, kamu adalah pria yang baik. Aku tidak ingin kehilanganmu dan Putri. Kalian berdua selalu ada di hatiku, meskipun aku telah berusaha menjauh dari kalian." Hafidz menggenggam kedua tangan Hafizah dengan lembut. "Sudahlah, Hafizah. Jangan terlalu memikirkan sikapmu. Seharusnya aku yang minta maaf karena

  • Upik Abu Mertua   Bab 105. Bahaya Mengancam Itu Tertangkap

    "Bukan hal yang mudah, Jep! Kamu tahu wanita ini sangat cantik, dan aku merasa ingin menyentuhnya.""Jangan lakukan hal lain! Kita tidak boleh melecehkan wanita, meskipun penampilan kita terlihat menyeramkan. Kita harus menyingkirkan wanita ini, tetapi sebelum itu, kita serahkan kepada Pak Hafidz. Dia ingin memberikan peringatan kepada wanita ini, sepertinya itu penting.""Baiklah, aku akan menahan diri. Namun, jika ini berlangsung terlalu lama, aku khawatir aku akan kehilangan kendali dan ingin menyentuhnya, bahkan mungkin mencium bibirnya.""Terserah padamu! Ayo, bawa ke tempat di mana kita bertemu Pak Hafidz."Mereka bergerak menuju Hafidz yang baru saja turun dari pesawat, sementara Hafizah, yang tidak dijaga, masih merasa ketakutan sendirian di dalam kamar hotel."Aku yakin sekali ada seseorang yang berniat jahat padaku, tapi siapa? Apakah orang yang membakar rumahku? Atau mungkin benar apa yang dikatakan Pam dan Jep, bahwa itu adala

  • Upik Abu Mertua   Bab 104. Pergi Mencari Tempat Lain

    Hafidz berpamitan kepada anaknya, namun ia harus menitipkan Putri kepada asistennya yang ikut bersamanya. "Pastikan Putri tetap aman di sini dan jangan biarkan dia pergi!" Perintah tersebut terdengar jelas sebelum Hafidz pergi, dan asistennya mengangguk, "Baik, Pak Hafidz. Nona kecil akan baik-baik saja." Hafidz merasa lega meninggalkan Putri, setidaknya kini Putri sudah sadar, dan mungkin setelah beristirahat beberapa hari, anak itu akan kembali beraktivitas.Pria itu sedang mencari tiket pesawat untuk kembali ke Turki. Dia tidak ingin berlama-lama bertemu dengan Hafizah, sementara Hafizah memutuskan untuk mengenakan kembali pakaian yang sudah kering setelah dicuci oleh pelayan di rumah Hafidz."Ibu Hafizah mau ke mana?" tanya pelayan."Saya ingin mencari tempat tinggal. Rasanya ini bukan rumah saya, jadi saya harus pergi untuk mencari tempat sementara. Namun, saya akan bekerja terlebih dahulu. Lagipula, saya tidak akan meras

  • Upik Abu Mertua   Bab 103. Hadiah Istimewa

    Hafizah sedang duduk dengan penuh perhatian, dimanjakan oleh orang-orang di sekitarnya. Dia tidak menyangka semua ini akan terjadi dalam hidupnya. Selain itu, setelah satu per satu mereka menyelesaikan tugas untuknya, kini Hafizah dihadapkan pada seorang bodyguard yang tampak jauh lebih gagah. "Ibu Hafizah, silakan duduk di kursi roda ini," ujarnya. "Untuk apa aku duduk di situ? Aku bisa berjalan sendiri, aku mau makan," balas Hafizah dengan nada protes. "Itu adalah perintah dari Pak Hafidz. Ibu Hafizah tidak diperbolehkan berjalan sendiri di dalam rumah. Oleh karena itu, saya menyiapkan kursi roda ini dan akan mendorong Ibu ke mana pun Ibu mau, kecuali ke toilet," jelas bodyguard tersebut dengan sabar, menjelaskan perintah dari Hafidz."Ya ampun. Aku tidak memerlukan semua ini. Aku bisa berjalan ke ruangan lain dan bahkan masih bisa berlari. Tolong sampaikan kepada Pak Hafidz agar tidak berlebihan."Hafizah berusaha meyakinkan bodygua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status