Share

Diusir

Penulis: DeealoF3
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-24 16:23:16

Ibu langsung menuju kamarku, membuka lemariku dan mengacak susunan baju yang sebelumnya masih tersusun rapi.

"Ini apa, hah?"

Mataku membulat sempurna melihat ibu yang sudah memegang amplop cokelat di tangannya.Ibu langsung membuka amplop dan menghitung isinya, sepertinya jumlahnya masih sesuai.

Aku kira marahnya sudah reda, tapi ...

"Dasar anak nggak tahu diuntung! Sudah dipungut baik-baik, malah jadi pencuri! Begini ini memang, kalau anak nggak jelas keturunannya!"

Ibu memukul betisku berkali-kali dengan sapu lidi yang ada di kamarku.

"Cinde berani bersumpah, bukan Cinde pelakunya, Bu! Baru sekarang ini Cinde melihat amplop itu!" bantahku sambil menahan nyeri. Perlahan air mata sudah turun membasahi pipi karena sakit yang kurasakan.

"Halah, diam kamu! Kamu pikir itu uang bisa jalan sendiri ke kamar kamu, hah!"

Ibu memukulku lagi. Jika Ibu lagi marah seperti ini, lebih baik aku diam, sampai nanti marahnya reda, nggak ada gunanya aku membantah.

"Sekarang kamu kemasi semua bajumu, pergi dari sini! Saya nggak mau memelihara pencuri di rumah ini," ucap Ibu lagi setelah selesai melampiaskan marahnya.

"Tapi memang bukan Cinde pelakunya, Bu, tolong, jangan usir Cinde, mau kemana malam-malam begini?" isakku sambil memeluk erat kaki kiri Ibu.

"Itu bukan menjadi urusan saya lagi! Barbetta kamu awasi dia! Jangan sampai dia membawa yang bukan miliknya!" perintah Ibu pada Kak Barbetta yang baru saja mendatangi kamarku.

Aku sedikit terpental ke belakang, karena ibu memaksa untuk melepas paksa kakinya dari pelukan tanganku. Ia lalu pergi keluar, menuju kamarnya.

"Sudahlah Cinde, ikuti saja dulu kemauan ibu. Nanti kalau ibu sudah tenang, kamu bisa kembali lagi ke, sini." Kak Barbetta menghampiriku. Sepertinya ia sedikit iba melihat keadaanku.

Dengan derai air mata dan rasa nyeri yang masih terasa, aku mencoba bangkit. Kuambil tas ransel, mengemasi barang dan bajuku sesuai perintah Ibu. Kak Betta hanya mengawasiku dari sudut kamar. Dari raut wajahnya aku tau ia ingin sekali menghiburku, tapi karena hubungan kami tidak sedekat itu, akhirnya ia hanya diam.

"Makanya, lo, itu jangan kegenitan jadi cewek. Pake minta diboncengin sama Pange segala. Tau rasa lo sekarang!" Tiba-tiba Kak Drew yang sedari tadi hanya menonton televisi ikut masuk ke kamarku.

"Maksud Kak Drew apa?" tanyaku sengit pada Kak Drew di tengah aktivitas membereskan barang.

Ia hanya mencebik sambil mengangkat bahu, satu sudut bibirnya tertarik ke atas.

"Jadi, ini semua ulah kakak? Aku akan bilang ke Ibu!" Emosiku tersulut dan segera bangkit bergegas menuju kamar Ibu, tapi Kak Drew cepat menghalangiku. Dengan badannya ia menutup jalan. Ternyata Kak Drew yang dengan sengaja telah menaruh amplop cokelat ibu yang berisi uang ke dalam lemariku.

Pantas saja tadi saat aku baru selesai cuci piring, kulihat dia keluar dari kamarku. Saat ditanya, katanya hanya numpang bercermin. Aku juga tidak curiga sama sekali.

"Ya sudah, biar aku aja yang lapor ke ibu!" imbuh Kak Betta. Tumben hari ini ia begitu baik padaku.

"Jangan ikut-ikutan kamu anak kecil! Mau lo gue laporin ke ibu kalo kemaren bolos kuliah gara-gara pacaran!" ancam Kak Drew.Kak Betta langsung diam. Dengan bersungut-sungut, ia pergi meninggalkan kamarku.

***

Setelah selesai berkemas, aku segera pamit pada Ibu, walaupun yang kupamiti tidak mau keluar kamar.

Hanya Kak Drew yang mengantarku keluar hingga pagar depan. Kak Barbetta juga sepertinya masih kesal dan belum keluar kamar.

"Gih, sana, pergi yang jauh! Biar nggak ada yang gangguin Pange gue lagi! Dasar upik abu ga tau diri!" ketus Kak Drew sambil mengunci pintu pagar.

Tidak ada rasa iba sedikit pun melihatku yang masih menangis dan bingung akan menuju kemana setelah ini.

"Jangan hina aku lagi, Kak. Suatu saat nanti aku akan buktikan, aku bisa lebih hebat dari kakak!" Kak Drew hanya mencibir, lalu masuk dan langsung menutup pintu.

Suasana sudah sangat sepi karena waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Sambil menggendong ransel di punggung, kulangkahkan kaki perlahan, berjalan semakin menjauhi rumah yang sudah kutinggali selama tiga tahun itu.

"Mau ke mana malam-malam gini?" Kuhela napas dalam dan membuangnya kasar.

Akhirnya kuputuskan berjalan ke halte bus di depan komplek. Setidaknya di sana aku bisa duduk sambil berpikir. Untungnya halte saat ini sedang sepi, hanya ada aku seorang. Jadi aku bisa puas menangis meratapi nasibku yang begitu malang.

Sudah hampir satu jam menangis, perasaanku yang tadi begitu kacau sudah jauh lebih baik. Namun, tetap saja masih belum tau tujuanku malam ini.

"Ya Allah, aku harus ke mana? Masa iya malam ini harus tidur di sini?"

Kulihat kondisi sekitar, melihat kira-kira di bagian mana yang bisa dimanfaatkan untuk bisa berbaring sebentar.

Tiba-tiba sinar terang yang berasal dari sebuah sedan mewah berwarna hitam metalik, berhenti di depan halte tempatku berada sekarang.

Nomor polisi mobilnya hanya terdiri dari dua angka dan satu huruf di belakang. Nomor yang hanya khusus dimiliki oleh mobil orang-orang kaya.

Sambil memeluk erat ransel, aku bersiap-siap pergi dari sana. "Duh, jangan-jangan ini mobil bos mafia yang suka mencari gadis muda untuk dijual ke luar negeri." Aku mulai berpikir macam-macam.

Detak jantungku berdegup kencang karena takut. Kurapal lagi doa-doa seraya memohon perlindungan.

Beberapa menit setelah mobil berhenti, dari kursi penumpang keluar seorang pria tegap berpakaian safari hitam-hitam. Perlahan ia menghampiriku seraya mengeluarkan sebuah kertas dari saku bajunya. Sepertinya sebuah foto. Pandangannya mengamatiku dari atas sampai bawah. Setelahnya ia berjalan sedikit menjauh dan mengeluarkan ponselnya. "Tuan, nona muda sudah berhasil kami temukan."

Bersambung.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Upik Abu jadi Nyonya   Bantuan Gita

    "Saya nggak pa-pa, Ustaz. Kalau diizinkan, saya mau izin dari pelajaran."Ustaz Novan sedikit terkejut dengan sikap ketus Ananta. Ia kemudian terdiam beberapa detik. "Silakan. Salma kamu tolong antar Ananta ke kamar, ya.""Baik, Pak Ustaz."Ustaz Novan hanya memandang punggung Ananda yang semakin mengecil. Kelas pun seketika hening.Sepeninggal Ananta, Ustaz Novan meneruskan kembali pelajaran. Tapi tetap saja ia tidak bisa kembali berkonsentrasi dengan apa yang ia sampaikan. Sikap Ananta tadi terus membayangi kepalanya. Ia sangat yakin pasti Bu Nyai sudah menyampaikan maksud baiknya pada Ananta. Dan ia juga yakin bahwa perempuan itu menolak untuk berta'aruf dengannya. "Pasti ia tidak mau," gumam Ustaz Novan. Sama seperti Ustaz Novan, setelah keluar dari kelas Ananta pun dilanda kegelisahan. Ia mendadak diam seribu bahasa. Salma pun jadi bingung dibuatnya. Sahabat Ananta itu ingin sekali menasehati Ananta bahwa sikapnya tidak baik. Tapi ia yakin Ananta pasti tahu apa yang ia lakukan *

  • Upik Abu jadi Nyonya   Kisah Prabu

    Jutaan detik berlalu hingga mampu mengikis nama Cinde di hati seorang Prabu Andromeda. Keputusannya menetap di Jepang adalah keputusan tepat karena di sana ia bisa menyibukkan diri dengan banyak aktivitas. Namun, meski usianya sudah hampir kepala tiga, ia masih belum bisa menemukan wanita yang mampu membuat hatinya gemetar. Seperti dulu, saat ia bersama Cinde. "Pagi, Pak Prabu," sapa Yuki, sekretaris pribadinya. Meski tahun ini ia sudah merayakan hari jadinya yang ke 45, tapi Yuki sangat cekatan. Ia adalah salah satu orang kepercayaan Prabu. "Pagi, Yuki san. Ada menu apa hari ini?"Tidak hanya piawai dalam pekerjaan, Yuki pun dikenal sangat pandai memasak. Dia bisa membuat banyak menu enak hanya dalam waktu singkat. Setiap hari ia selalu membuat eksperimen yang akan ia berikan pada Prabu. "Ini, cobalah. Aku baru selesai membuat muffin isi ayam." Yuki menyajikan dua buah kue berwarna keeemasan yang dialasi alumunium foil. Sontak, wangi tumisan ayam yang berpadu dengan bumbu dan iri

  • Upik Abu jadi Nyonya   Sikap Ananta

    "Apa? Ustad Novan? Ustadz Novan mau taaruf sama saya, Bu Nyai? Nggak, nggak mungkin. Bu Nyai pasti salah." Wanita berparas ayu itu lalu menggeleng keras. "Tidak, Ananta. Ustadz Novan sendiri yang minta bantuan ibu untuk menyampaikan niat baiknya ke kamu.""Tapi, Bu Nyai, kenapa Ustadz Novan mau taaruf sama saya? Masih banyak gadis lain yang bisa diajak taaruf, kan?" Ananta masih tidak habis pikir. "Ya, ibu juga nggak tau. Itu sudah keputusan Ustaz Novan. Ibu hanya menyampaikan. Gimana, Nanta? Apa kamu bersedia?""Maaf kalau mengecewakan Bu Nyai, tapi saya enggak bisa, Bu Nyai! Saya nggak mau. Tolong katakan sama Ustadz Novan, saya menolak tawaran taaruf itu.""Kamu nggak mau coba dulu? Hanya taaruf aja, kok. Kalau misalnya kamu tidak cocok karena suatu hal, kamu tidak harus lanjut ke proses selanjutnya, kan.""Maafkan saya, Bu Nyai. Keputusan saya sudah bulat."Lagipula kalau aku menyetujui ta'aruf ini, aku takut ke depannya hatiku akan semakin terluka, batin Ananta. "Kamu yakin?"

  • Upik Abu jadi Nyonya   Tawaran Taaruf

    "Apa Ibu tidak salah dengar, Van? Kamu mau menikah dengan gadis cacat? Apa tidak ada gadis lain? Kamu itu masih muda, masih perlu dilayani oleh istrimu nanti. Aktivitas padat. Kalau tidak ada istri yang melayanimu kamu akan kesulitan."Novan terdiam mendengar untaian kata keluar satu persatu dari mulut ibunya. Ia sudah mengira jika ibunya pasti tidak akan mudah menerima keputusannya. Namun, Novan tidak akan menyerah. Ia akan berusaha membujuk Ibunya dan keluarga besarnya agar bisa menerima Ananta. "Iya. Mbak setuju sama apa yang ibu bilang. Sebaiknya kamu simpan saja rasa cinta kamu sama gadis itu. Cari wanita lain yang bisa membuatmu menjadi lelaki sempurna dan bisa melayanimu seperti istri pada umumnya." Setali tiga uang dengan sang ibu, begitu juga dengan Lastri, kakak sulung Novan yang dengan terang-terangan menolak maksud Novan untuk melamar Ananta. Novan meremas ke sepuluh jemarinya yang ia letakkan di atas lutut. Ia lalu menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan l

  • Upik Abu jadi Nyonya   Perasaan Ustaz Novan

    Di dalam kamarnya Novan merebahkan tubuh sambil melihat ke langit-langit. Memandang wajah Ananta membuatnya teringat akan seseorang yang sudah lama berada dalam hatinya: gadis yang dulu pernah ia sukai semasa kuliah di Turki. Namun, karena perbedaan status, Novan hanya menyimpan perasaannya dalam-dalam.Novan tahu tidak seharusnya menatap wajah Ananta. Karena sebagai guru harus menundukkan pandangan. Ia hanya sesekali menatap wajah itu. Makanya kemarin saat Pak Kiyai memanggilnya, dadanya berdegup kencang. Ia takut perasaannya pada Ananta akan diketahui oleh Pak Kyai.Novan Berencana untuk melamar Ananta tetapi tidak secepat itu, karena mereka juga baru bertemu beberapa kali. Ia ingin menyelidiki keluarga Ananta dulu dan melamarnya langsung pada sang Ibu. Setelah ibunya Ananta merestui baru ia akan mengatakan semuanya pada Pak Kyai. Novan pun berencana untuk menyampaikan maksudnya itu pada sahabat baiknya Ustadz Fadil. Yang juga merupakan pengajar di pesantren itu. "Aku tahu sebenarn

  • Upik Abu jadi Nyonya   Iri

    "Nggak papa, kok, Sal. Aku mau jawab. Apa yang kamu denger emang bener. Aku udah pernah nikah."Ucapan Ananta membuat bola mata Salma membulat. Kemudian ia bangkit dari duduknya dan mendekati Ananta. "Terus gimana ceritanya kamu bisa masuk ke pesantren ini? Suami kamu tahu? Dia ngijinin? Seingatku, kamu datang ke sini cuma sama ibu, teman dan adikmu."Raut wajah Ananta langsung berubah sedih. "Suamiku nggak ikut, Sal, karena dia udah meninggal. selain kehilangan kaki, di kecelakaan itu aku juga kehilangan suami. Dan enggak cuma itu, aku juga kehilangan calon anak," ucap Ananta sambil tersenyum."Ya Allah, Ta." Salma pun langsung memeluk erat Ananta. Beberapa menit ke depan kedua sahabat itu saling mengeluarkan tangis. "Ujian kamu berat banget, sih. Sabar, ya," ucap Salma sambil mengusap pelan punggung Ananta. "Allah memberikan ujian itu karena cuman kamu yang bisa. Orang lain nggak mungkin sanggup. Kalau aku yang diuji kayak gitu, mungkin aku bisa gila kali, Ta.""Iya, Sal. Aku udah

  • Upik Abu jadi Nyonya   Sahabat Baru

    Ananta membuka album foto di mana terdapat gambarnya dengan Tezza. Lagi-lagi air matanya menetes deras. Meski ia belum terlalu ingat, tapi melihat wajah pria itu saja bisa membuat lukanya kembali terbuka. Tak lama kemudian, pintu kamarnya diketuk seseorang. Dan setelahnya muncul seorang gadis berjilbab panjang berwajah manis dengan tahi lalat di sudut bibir kanan."Assalamualaikum, Ta. Yuk, sebentar lagi kelas dimulai," ujar gadis bernama Salma. Ia mendekati Ananta lalu mendorong kursi roda sahabatnya itu. "Hari ini kita akan belajar mengenai ilmu fiqih," ujar Salma lagi. "Kamu pasti bakal suka. Karena pengajarnya itu adalah salah satu ustaz terbaik di pesantren ini. Oh ya, rata-rata sih yang diajar sama beliau bilang, kalau mereka suka sama pelajarannya." Salma menjelaskan tanpa diminta. "Ya maklum sih, mereka rata-rata menyukai pengajarnya, bukan apa yang beliau ajarkan."Mata Ananta membulat. Ia lalu mengangkat kepalanya ke arah Salma. "Memang ada apa dengan ustaz itu?""Dia mas

  • Upik Abu jadi Nyonya   Surat Alfa

    Pesantren Tahfizhullah, Bogor. Dear Dyari,Sesuai dengan keinginanku sendiri, hari ini aku sudah mulai tinggal di pesantren. Alhamdulillah suasana di sini sangat nyaman dan menyenangkan. Semua pengurus pesantren, dan keluarga Pak Kyai sangat welcome dan selalu siap menawarkan bantuan padaku kapan pun aku butuh.Dy, beberapa hari lalu, Ibu, Abqo dan Fenita sendiri yang mengantarku ke sini. Meski berat, tapi aku tetap harus memilih jalan ini, Dy. Aku nggak mau terus menjadi beban untuk mereka. Aku sadar seperti apa kondisiku. Jika tinggal bersama ibu, ibu yang mulai tua, akan kerepotan mengurusku, sedangkan Abqo dan Fenita, meski mereka bilang kalau akan selalu membantu, tapi saat mereka nanti sudah disibukkan dengan aktivitas harian, dan saat mereka punya anak, aku pasti akan membuat mereka susah. Aku tidak mau itu, Dy. Aku tidak sampai hati lagi menyusahkan mereka, orang-orang yang sangat aku sayang. Jadi, Dy, mulai hari ini selain kepada Robb-ku, hanya padamulah aku akan berkeluh-k

  • Upik Abu jadi Nyonya   Memulai dari Awal

    Kupandangi bangunan kokoh yang kini berdiri angkuh di hadapan. Rumah yang cukup besar. Halamannya juga luas. Ada energi kuat yang seakan menarikku untuk segera masuk ke dalam. Bola mataku langsung berputar ke segala arah dengan perasaan yang gamam. Aku memang merasa kalau dulu pernah tinggal di sini, tetapi untuk mengingat semua aktivitas apa saja yang kulakukan saat berada di dalamnya aku masih belum bisa. Fenita terus mendorong kursi rodaku menuju ke dalam. Di ruang tamu aku langsung disambut dengan aneka fotoku bersama dengan seseorang yang kuyakin dialah Mas Tezza. Lalu Alfa? Seperti apa wajahnya? Di buku harian pun aku tidak menyimpan gambarnya. "Nah, ini dulu kamar kamu sama Om Tezza," ucap Fenita. "Kamu mau tidur di ranjangnya, Ta? Biar aku bantu."Aku menggeleng pelan. "Nggak usah, Fen. Aku duduk di sini aja."Kepala ini kembali berputar ke segala arah. Di dalam kamar ini juga banyak sekali foto-fotoku bersama Mas Tezza. Ah, iya, itu aku atau Lisfi? Yang tertulis di buku

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status