"Tuan, Nona muda sudah berhasil kami temukan," ucap seorang pria tegap yang menghampiriku di halte pada seseorang di ujung telepon. Siapa pria ini? Siapa yang dia maksud dengan nona muda tadi? "Selamat malam, Nona Cinde." Pria itu menundukkan sedikit badannya. Kok, dia tau namaku? "Perkenalkan, saya Asykar. Saya datang untuk menjemput Anda.""Jemput? Jemput ke mana, Om? Saya kan nggak kenal Om."Jangan-jangan, dia penculik."Saya sudah lama mencari-cari nona. Silakan, Nona. Kakek Anda sudah menunggu," sahut pria itu lagi sambil membukakanku pintu belakang mobil. "Saya nggak punya Kakek, Om," ucapku sambil bersiap-siap untuk segera kabur dari sini. "Cinde, akhirnya gue nemuin lo di sini. Gue udah denger dari Barbetta, kalo lo diusir. Yuk, ikut. Gue bantuin cari kos-kosan di sekitar sini."Mas Pange tiba-tiba muncul di depanku. Apa, aku ikut sama Mas Pange aja, ya? Nggak, ah, yang ada nanti aku makin dianiaya sama Kak Drew. Aku diusir dari rumah kan, juga gara-gara dia. "Ayo Om,
Delapan belas tahun lalu.Putra satu-satunya keluarga Andromeda, Arjuna Andromeda yang sudah seminggu menghilang, tiba-tiba pulang kembali ke rumah. Ia membawa seorang yang sudah dinikahinya.Ibundanya, Ibu Suri, hanya bisa terdiam saat Juna memperkenalkan gadis sederhana itu sebagai istrinya. Bahkan ia tidak sempat melepas rasa rindunya akan kehadiran putra kesayangannya itu. "Kamu ... tinggalkan wanita itu atau ibu akan mencoret namamu sebagai ahli waris hotel kita!" ancam Ibu Suri. "Tapi Juna sangat mencintai Ratu, Bu. Kami juga sudah resmi menikah. Ibu tidak bisa menyuruh Juna meninggalkannya begitu saja," jawab Juna sambil menggenggam erat tangan Ratu. Ratu hanya bisa menunduk melihat kemarahan Ibu mertuanya itu. "Sekarang terserah kamu. Ibu sudah kasih kamu pilihan. Kamu tinggalkan wanita itu atau pergi dari rumah ini dan lupakan kalau kamu adalah seorang Andromeda."Ibu Suri langsung membalik badannya. Ia lalu meninggalkan Arjuna bersama istrinya di luar rumah. Sejak keda
"Benarkah itu Juna? Makasi ya, Nak." Ibu Suri terbangun, lalu langsung memeluk erat putranya."Ibu akan segera mempersiapkan pernikahan kalian. Kau hanya harus tetap bekerja seperti biasa, memimpin hotel kita.""Tapi Bu, Juna akan kembali ke Malang untuk menemui Ratu dulu. Biar bagaimanapun, dia istri Juna. Dia tetap harus tau tentang hal ini."Ibu Suri yang merasa takut kalau kepergian anaknya ke Malang akan membuat Juna tidak kembali lagi ke sisinya langsung histeris."Tidaaak! Ibu tidak mengizinkanmu pergi ke Malang lagi. Kamu tidak boleh ke mana-mana!""Bu, Juna hanya ingin memberitahu Ratu, tidak lebih. Ibu nggak usah khawatir berlebihan, ya. Nggak bagus buat kesehatan Ibu." Juna berusaha menenangkan Ibu Suri. Ia memeluk erat ibundanya dengan penuh kasih sayang."Kalau begitu, biar Ibu sendiri yang akan menjemput Ratu. Ibu akan mengajak Ratu tinggal di sini."Mata Arjuna berbinar. "Sungguh, Bu?"Ibu Suri mengangguk pelan."Tentu saja."Keesokan harinya, Ibu Suri ditemani beberapa
"Jadi, nanti kamu akan tinggal di sini bersama kakek, Cinde," ucap Sultan Andromeda.Aku masih menggeleng-gelengkan kepala atas semua yang baru saja terjadi. Sulit sekali rasanya untuk mempercayai ini semua. Siapa yang menyangka, bahwa kehidupanku yang beberapa menit lalu masih tidak jelas akan tinggal di mana, beberapa saat selanjutnya malah akan tinggal di rumah mewah bak istana ini."Tapi saya masih belum percaya, Tuan. Eh, maksud saya, kakek. Bagaimana bisa kakek yakin kalau saya adalah cucu kakek?"Sultan tersenyum. "Besok pagi akan kakek ceritakan semuanya. Sekarang sudah larut malam. Kamu pasti lelah. Istirahatlah," sahutnya bijak."Asykar, tolong panggil pelayan untuk mengantar Cinde ke kamarnya.""Baik, Tuan."Om Asykar menghubungi salah satu pelayan melalui intercom yang terpasang di dinding belakang, tempat ia berdiri.Tak lama kemudian muncul seorang wanita bereseragam hitam-putih yang sebelumnya sudah aku lihat di pintu masuk tadi."Bi Jariyah, tolong kamu antar nona mu
Selamat membaca, jangan lupa tinggalkan jejak ya, Kak. Makasi udah mampir. Semoga suka. Kuusap pelan gambar seorang pria bersama dengan seorang wanita, di dalam album foto berwarna keemasan ini. Seorang pria tampan dengan senyum hangat yang menenangkan siapapun yang melihatnya. Garis wajahnya tegas, tulang rahangnya besar dan ada sebuah lesung pipit di kedua pipinya saat ia tersenyum. Rambutnya hitam bergelombang. Iris mata coklatnya mengingatkanku pada seseorang yang juga mempunyai warna lensa mata yang sama. Diriku. Jika bercermin, aku akan memiliki garis wajah yang serupa dengan pria di foto ini."Jadi pria ini adalah ayahku?" tanyaku masih sambil memandangi gambar tak bergerak itu."Iya, Cinde. Dia Arjuna, anak Kakek satu-satunya yang juga ayahmu.""Lalu, wanita di sebelahnya ini ... apa dia ibuku?"Kakek Sultan menggeleng pelan. "Dia Selena. Istri kedua ayahmu," jawabnya pelan seraya mengalihkan pandangan ke arah luar jendela yang terletak persis di sebelah kanannya. "Ibumu ber
Selamat membaca. Mohon bantuannya untuk love dan komennya ya Kak. Makasi udah mampir. Semoga suka."Cindelaras Putri Arjuna. Ibumu tidak mengizinkan nama Andromeda ada di belakang namamu," sambung Kakek lagi. "Tapi berkat bujukan dari Asykar, Ibu pemilik panti tempat kau tinggal tetap bersedia untuk terus mengabarkan mengenai tumbuh kembangmu. Ia rutin mengirimi kami fotomu setiap kau berulang tahun."Kuhirup napas dalam dan mencoba meredam rasa sedih yang saat ini sedang kurasakan."Apa ayahku masih hidup?"Dengan kursi rodanya kakek Sultan berjalan menghampiriku, lalu mengenggam erat tanganku."Cinde, kau adalah satu-satunya cucu kakek. Arjuna sudah ... " Ia menjeda kalimatnya, terlihat matanya mulai mengembun. "Empat tahun lalu, saat hendak kembali ke tanah air, ayahmu beserta istri dan anaknya, yang juga adikmu, mengalami kecelakaan. Pesawatnya jatuh dan meledak," ujarnya nyaris tanpa suara."Kemudian satu tahun setelahnya,
"Cinde, nanti sebelum memimpin hotel, kamu akan kakek sekolahkan ke New York untuk mempelajari bisnis. Setelah itu ke Jepang untuk mengetahui tentang hotel kita di sana," ucap Kakek setelah kami selesai makan siang.Saat itu kami tengah berada di teras belakang, tepat di depan ruang makan. Tempat yang langsung mengarah ke sebuah taman yang juga berukuran luas. Di sisi kirinya terdapat sebuah kolam renang berhiaskan bebatuan alam di sekelilingnya. Selain itu juga terdapat banyak bunga bougenville dan soka di beberapa tempat.Kakek duduk di atas kursi rodanya dengan menghadap ke arah taman belakang. Sedangkan Prabu berada di belakangnya. Ia mendorong kursi roda kakek karena Om Asykar diminta kakek untuk mengurus sesuatu di hotel."Apa Cinde sanggup, Kek?" jawabku sambil menunduk."Kamu adalah gadis yang cerdas, Cinde. Kakek yakin kamu sanggup. Lagi pula seperti yang tadi kakek ucapkan, Kakek sendiri yang akan membimbingmu. Tentu saja dengan bantuan
"Iya, Pak. Maaf," Sahutku sambil menunduk.Selesai melampiaskan kekesalannya, Pak Bimo pergi meninggalkanku yang masih terdiam di depan wastafel cuci piring.Sudah satu bulan aku bekerja di bagian dapur hotel milik Kakek. Sejak itu, dalam satu minggu selalu ada saja benda yang kupecahkan. Padahal pekerjaanku hanya mencuci piring. Pekerjaan yang sudah sangat biasa kulakukan sejak tinggal bersama ibu angkatku dulu. Namun, memang jumlah piring yang aku cuci berjumlah sangat banyak dan harus kukerjakan dalam waktu cepat."Udah, sini, Gue bantu."Raja, rekanku sesama karyawan dapur langsung mengambil alih tugasku. Tangannya cekatan mencuci semua tumpukan piring yang masih tersisa."Eh, nggak usah, Ja. Ini, kan, tugasku. Nanti kalau kamu yang ngerjain, bisa-bisa aku kena omel Pak Bimo lagi," sahutku tetap ber-aku-kamu padanya, walaupun ia menggunakan gue dan o."Udah, nggak apa. Gue ngerjain ini sekalian mau ngasih lo contoh. Biar lo