Share

Kehamilan Ayunda

Penulis: AgilRizkiani
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-15 13:32:36

Ayunda bukanlah wanita bodoh. Sejak pertama kali sadar dari koma, ia merasa ada sesuatu yang berbeda dalam tubuhnya. Awalnya, ia mencoba mengabaikannya, berpikir bahwa mungkin ini hanyalah efek dari terlalu lama terbaring tanpa gerakan. Namun, semakin hari, ia mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak wajar.

Mual yang datang tiba-tiba, rasa lelah yang berlebihan, dan yang paling mengganggu—rasa nyeri di area intimnya.

Maka, saat Ardan pergi bekerja, Ayunda memutuskan untuk menemui dokter tanpa memberitahunya.

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya dokter yang menanganinya datang dan memulai pemeriksaan. Ayunda merasa cemas, tapi ia harus tahu apa yang sebenarnya terjadi pada tubuhnya.

“Dok, area intim saya terasa nyeri … dan tadi pagi saya sempat merasa mual,” ucapnya, mencoba tetap tenang.

Dokter menatapnya sejenak, lalu mengangguk. “Baik, kita lakukan pemeriksaan lebih lanjut.”

Pemeriksaan berjalan cukup lama, dan Ayunda mulai merasa gelisah. Namun, apa yang terjadi selanjutnya jauh di luar dugaannya.

Dokter kembali dengan ekspresi sedikit ragu, seolah-olah mencoba mencari cara terbaik untuk menyampaikan kabar ini. “Ayunda … dari hasil pemeriksaan, ada sesuatu yang perlu saya sampaikan.”

Ayunda mengerutkan kening. “Ada apa, Dok?”

Dokter menarik napas dalam. “Selamat, Ayunda. Anda sedang hamil.”

Jantung Ayunda seolah berhenti berdetak. Ia menatap dokter dengan mata melebar, berusaha mencerna apa yang baru saja didengarnya.

“Hah? Tidak mungkin, Dok! Saya baru saja sadar dari koma!” suaranya terdengar panik.

Dokter tetap tenang. “Saya sudah melakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Jika Anda ragu, kita bisa melakukan pemeriksaan ulang.”

Ayunda menggeleng, masih tidak percaya. Tubuhnya terasa lemas, seolah seluruh dunianya baru saja runtuh. Bagaimana mungkin ia hamil? Ia tidak pernah … tidak pernah disentuh oleh Mahesa.

Lalu, siapa ayah dari bayi ini?

Ayunda merasa tubuhnya gemetar. Ada sesuatu yang janggal, sesuatu yang belum ia pahami sepenuhnya. Namun, yang pasti … ada rahasia besar yang tersembunyi, dan ia harus mencari tahu kebenarannya.

Ataukah selama ini Mahesa pernah datang diam-diam dan menyentuhnya? Bukankah selama pacaran Mahesa selalu meminta itu. Apa Mahesa juga menyentuhnya saat ia tidak sadarkan diri?

Pikiran Ayunda berputar liar, mencoba mencari jawaban di antara kepingan ingatannya yang masih samar. Apakah mungkin Mahesa pernah datang diam-diam ke rumah sakit dan menyentuhnya?

Selama mereka masih berpacaran, Mahesa memang selalu menginginkan lebih. Ia sering meminta sesuatu yang tidak bisa Ayunda berikan. Tapi Ayunda selalu menolak, selalu menjaga dirinya. Ia berpikir bahwa pernikahan mereka akan mengubah segalanya, bahwa Mahesa akan menghormatinya setelah resmi menjadi istrinya.

Nyatanya, di malam pertama, Mahesa justru menghinanya. Ia bahkan menikahi wanita lain keesokan harinya. Jadi, mungkinkah pria itu pernah datang ke rumah sakit dan melakukan sesuatu saat ia tak berdaya?

Ayunda merasa dadanya sesak. Jika benar Mahesa yang menyentuhnya saat ia koma, itu artinya .…

Tidak! Ayunda menggelengkan kepala dengan kuat. Ia tidak ingin memercayai kemungkinan itu. Tapi jika bukan Mahesa, lalu siapa?

Tangannya bergetar saat ia menggenggam ujung gaunnya. Ada sesuatu yang belum ia pahami, sesuatu yang harus ia cari tahu.

Dengan napas berat, Ayunda menatap dokter yang masih berdiri di hadapannya. “Dok, apakah saya bisa mengetahui kapan tepatnya kehamilan ini terjadi?”

Dokter mengangguk. “Berdasarkan usia kandungan yang kami perkirakan, pembuahan terjadi sekitar tiga bulan yang lalu.”

Tiga bulan lalu?

Ayunda tercengang. Saat itu, ia masih dalam kondisi koma. Itu artinya… seseorang telah menyentuhnya ketika ia tidak sadarkan diri.

Ketakutan mulai merayapi tubuhnya. Ia harus mencari tahu kebenarannya, apa pun yang terjadi. Dan satu-satunya orang yang mungkin memiliki jawabannya adalah— Ardan.

Ayunda tidak memiliki ponsel, dan tubuhnya masih terasa lemah. Sejak pagi, rasa mual terus menghantuinya, membuatnya sulit berpikir jernih. Ia ingin segera mencari jawaban, ingin mengonfrontasi Ardan, tapi bahkan untuk berdiri lama pun rasanya melelahkan.

Tangannya meremas selimut di pangkuannya. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Pulang ke tempat Ardan dalam kondisi seperti ini rasanya hampir mustahil. Namun, ia juga tidak bisa diam saja, berpura-pura tidak tahu tentang kehamilan ini.

Dengan sisa tenaga, Ayunda menoleh ke arah dokter. “Dok, apakah saya bisa pulang hari ini?” tanyanya lemah.

Dokter menatapnya dengan ragu. “Kondisi Anda masih lemah, Ayunda. Saya sarankan untuk tetap beristirahat di sini setidaknya satu atau dua hari lagi. Selain itu, kita juga perlu melakukan beberapa pemeriksaan lanjutan untuk memastikan kesehatan Anda dan janin.”

Janin.

Ayunda menelan ludah. Kata itu masih terasa asing baginya. Ia belum siap mendengar bahwa ada kehidupan lain di dalam tubuhnya. Kehidupan yang ia sendiri tidak tahu berasal dari siapa.

Tapi ia juga sadar, ia tidak bisa lama-lama di rumah sakit. Ia harus segera pulang … harus bicara dengan Ardan.

“Baik, Dok. Saya akan istirahat dulu,” jawabnya akhirnya. Ia tahu, ia butuh waktu untuk menyusun pikirannya sebelum menghadapi kenyataan yang lebih besar.

Ayunda tidak bisa tenang. Pikirannya terus dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Ia merasa harus mencari kepastian—dan satu-satunya tempat yang bisa memberinya jawaban adalah rumah Mahesa.

Sebuah ide gila muncul di kepalanya. Ia akan kabur dari rumah sakit dan langsung menemui Mahesa.

Tanpa membuang waktu, Ayunda mulai menyusun rencana. Ia menunggu hingga suasana di lorong rumah sakit sedikit lengang, lalu dengan hati-hati turun dari tempat tidur. Kakinya masih terasa lemah, tapi ia tidak peduli. Dengan sedikit tertatih, ia berjalan keluar dari kamar perawatannya.

Ia melirik ke kanan dan kiri, memastikan tidak ada suster atau satpam yang memperhatikannya. Lalu, dengan langkah cepat, ia menyelinap keluar dari rumah sakit.

Udara luar terasa dingin di kulitnya, tapi itu tidak menghentikannya. Ayunda tahu ia tidak membawa uang, tapi ia tetap melangkah ke tepi jalan dan menghentikan sebuah taksi.

Sopir taksi menatapnya ragu saat ia masuk. “Mbak, mau ke mana?”

Ayunda menyebutkan alamat rumah Mahesa—rumah yang dulu ia pikir akan menjadi tempat tinggalnya selamanya.

Sopir itu sempat mengernyit, mungkin heran karena Ayunda tidak terlihat seperti seseorang yang tinggal di lingkungan elite. “Mbak, bayarannya gimana?” tanyanya hati-hati.

Ayunda menggigit bibirnya, lalu berusaha tersenyum. “Nanti, seseorang di sana yang akan membayarnya.”

Sopir itu masih terlihat ragu, tapi akhirnya mengangguk dan mulai menjalankan mobil.

Sepanjang perjalanan, Ayunda menggenggam perutnya yang masih rata, mencoba memahami kenyataan bahwa ada kehidupan lain di dalam dirinya. Ia tidak tahu apa yang akan ia temui di rumah Mahesa. Apakah pria itu benar-benar pelakunya? Ataukah ada sesuatu yang lebih besar yang belum ia ketahui?

Tapi satu hal yang pasti, ia harus mendapatkan jawaban—sekalipun itu berarti membuka luka lama yang selama ini ia coba lupakan.

Namun saat taksi itu berhenti Ayunda juga melihat lelaki yang akan ia temui Tengah menggendong seorang anak perempuan kisaran usia 4 tahun dengan penuh tawa.

"Mahesa!!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Usai Bangun dari Koma   Berhasil

    Akhirnya, perjuangan selama 50 jam membuahkan hasil. Dengan tangan yang masih terpasang infus, Dipta berhasil membobol sistem milik Siren dan membekukan seluruh jaringan digital yang ia kendalikan. Siren, yang saat itu sedang berusaha mentransfer seluruh dana dari perusahaan Dipta ke rekening pribadinya, gagal total. Dana tersebut berhasil dikembalikan, dan semua jejak digitalnya diamankan.Dipta tidak berhenti sampai di situ. Ia sudah merencanakan segalanya. Setelah memastikan sistem kembali stabil, ia langsung mengirimkan tim polisi ke lokasi yang telah dilacak sebelumnya. Siren dan beberapa orang yang terlibat akhirnya berhasil dikepung.Melihat keberhasilan itu, Ayunda tak bisa menahan luapan emosinya. Dengan refleks, ia langsung memeluk Dipta yang masih duduk lemah di kursinya. Pelukan itu spontan, penuh rasa lega dan bahagia.Momen itu sempat membuat semua yang ada di ruangan terdiam. William dan beberapa staf yang melihatnya langsung salah tingkah. Mereka berpura-pura sibuk, me

  • Usai Bangun dari Koma   Lanjut Hacker Siren

    Namun Dipta tetap tak bergeming. Matanya terpaku pada deretan kode yang terus bergerak di layar. Napasnya berat, seperti menahan beban tak kasat mata yang terus menindih.William menatap Ayunda sekilas, lalu memberi isyarat mata. Ia mengerti maksudnya.“Aku panggil dokter sekarang,” bisik William. “Kalau dia tidak mau istirahat dengan sadar, kita harus paksa.”Ayunda mengangguk pelan. Beberapa menit kemudian, dokter kantor datang dengan peralatan lengkap. Melihat itu, Dipta mengerutkan kening.“Kalian serius?” protesnya pelan.“Kalau kamu terus memaksa tubuhmu begini, kamu bisa kolaps. Kami butuh kamu tetap hidup, Dipta,” jawab Ayunda tanpa basa-basi.Setelah dicek, suhu tubuh Dipta mencapai 39 derajat Celsius. Dokter menyarankan agar ia diberi infus dan obat penurun demam. Tanpa menunggu izin lebih lanjut, William dan Ayunda langsung mengarahkan dokter membawa Dipta ke ruangan istirahat khusus.Di ruangan itu, Ayunda duduk di sisi tempat tidur sementara infus dipasang ke tangan Dipta

  • Usai Bangun dari Koma   Perjuangan

    Melihat kelengahan Dipta dan Ayunda, Siren tak menyia-nyiakan kesempatan. Dengan cepat, ia mendorong Dipta dengan sekuat tenaga hingga pria itu tersungkur keras ke lantai jembatan. Tak berhenti di situ, Siren juga mendorong Ayunda, membuat wanita itu terhuyung dan nyaris jatuh. Telapak tangannya terhempas ke permukaan jembatan yang penuh dengan serpihan kaca, membuatnya berdarah hebat."Aku akan menghancurkan perusahaanmu untuk kedua kalinya, Dipta! Dan kali ini aku pastikan, kau takkan bisa bangkit lagi selamanya!" teriak Siren dengan penuh dendam sebelum akhirnya melarikan diri ke arah hutan kecil di balik jembatan.Dipta yang sempat hendak mengejar langsung berhenti saat mendengar Ayunda menahan erangan kesakitan. Ia segera berbalik dan melihat wanita itu tengah berusaha bangkit sambil memegangi tangannya yang dipenuhi darah."Ya ampun, Ayunda maafkan aku. Semua ini karena aku. Kamu tak seharusnya terseret dalam kekacauan ini," ucap Dipta dengan panik.Ia segera membantu Ayunda ber

  • Usai Bangun dari Koma   Siren Dalangnya

    Dipta segera berdiri. "Kita harus ke rumah sakit sekarang. Kalau orang itu masih hidup, kita harus pastikan dia aman dan bisa bicara sebelum semuanya terlambat."Ayunda menggenggam tasnya erat-erat, menahan gemetar di ujung jarinya. "Aku ikut."Oma Ola mengangguk, memberi restu dengan sorot mata penuh keyakinan. "Pergilah. Aku akan tetap di sini, mengoordinasi tim hukum."Tanpa membuang waktu, Dipta dan Ayunda melesat keluar hotel. Di dalam mobil, udara terasa berat, seolah beban kebenaran itu sendiri menekan mereka."Kalau ini benar ulah Siren," kata Ayunda pelan, "dia sudah jauh lebih berbahaya dari yang kita kira."Dipta mengangguk sambil menatap lurus ke jalan. "Aku curiga, ini bukan hanya soal proyek atau dendam. Ini bisa melibatkan jaringan yang lebih besar. Ada sesuatu yang Siren lindungi dengan segala cara."Mereka tiba di rumah sakit. Lorong-lorongnya lengang, kecuali satu ruangan di ujung, dijaga dua orang polisi. Dipta menunjukkan tanda pengenalnya. Mereka diperbolehkan mas

  • Usai Bangun dari Koma   Nikah?

    Bahkan di tengah malam itu, Ayunda dan Dipta tetap mengadakan pertemuan terbuka dengan perwakilan warga, berusaha mencari titik temu demi meredam kekacauan yang terjadi.Namun, suasana pertemuan jauh dari kondusif. Ayunda menjadi sasaran makian dari beberapa warga. Mereka memojokkan dirinya, bahkan ada yang merendahkan, mengatakan bahwa seorang wanita tidak pantas menjadi pemimpin, apalagi setelah membuat banyak warga menderita.Dengan ketenangan luar biasa, Ayunda menjelaskan bahwa sebelum proyek ini dimulai, ia telah melakukan kerja sama resmi dengan para pihak terkait dan memberikan kompensasi yang nilainya tidak main-main. Ia menegaskan, "Siapa pun yang mengalami kerugian karena proyek ini, saya bertanggung jawab penuh. Kami siap mengganti semua kerugian dengan adil."Namun, sebagian besar warga hanya terdiam. Dari raut wajah mereka, terlihat jelas ada sesuatu yang disembunyikan. Seolah-olah mereka hanya mengikuti skenario yang diatur oleh pihak terten

  • Usai Bangun dari Koma   Kerusuhan

    Dipta, yang awalnya tampak malu-malu, akhirnya mau juga makan bersama Oma Ola dan Ayunda. Di sana, si kembar disuapi oleh sang babysitter, karena memang mereka sedang sangat sulit makan—mungkin memasuki fase GTM (Gerakan Tutup Mulut). Padahal, Ayunda sudah berusaha memberinya vitamin, tapi tetap saja tidak banyak membantu. Namun, Ayunda tidak menyerah. Ia terus saja merayu si kembar dengan penuh kesabaran, sampai akhirnya mereka mau menghabiskan makanan, dibantu oleh tangan-tangan penuh kasih yang menyuapi.Malam itu menjadi momen pertama kalinya Dipta makan bersama keluarga Ayunda. Suasana di meja makan terasa hangat dan penuh tawa ringan. Oma Ola tampak sangat tertarik dengan kehadiran Dipta, sebaliknya Ayunda justru lebih banyak diam. Pikirannya berkecamuk, mengingat kejadian siang tadi saat Siren—mantan istri Dipta—melabraknya di tempat umum.Meski begitu, Ayunda mencoba menepis semua kekhawatirannya. Ia tahu, antara dirinya dan Dipta tidak ada hubungan apa-apa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status