Share

Bab 15

Author: Lia.F
last update Last Updated: 2025-08-29 19:42:10

Cukup setengah jam Bitha mewawancarai Pram. Begitu selesai, ia menutup buku catatannya lalu memasukkannya kembali ke dalam tas.

“Baiklah, Pak… terima kasih untuk wawancaranya hari ini.” Suaranya terdengar formal, berusaha menjaga jarak.

Bitha berdiri. Pram menatapnya lama, seakan ingin menahan, tapi akhirnya hanya mengangguk pelan dan ikut bangkit berdiri.

“Banu akan mengantar kamu,” ucapnya datar.

“Tidak usah, Pak. Kali ini saya bisa sendiri… saya bisa pesan taksi online.” Bitha sengaja menolak, ingin menegaskan batas yang mulai ia pasang. Ia tahu, terlalu dekat dengan Pram hanya akan menyeretnya ke dalam sesuatu yang tak siap ia hadapi.

Baru beberapa langkah ia beranjak menuju pintu, tiba-tiba dua wanita masuk begitu saja tanpa mengetuk. Salah satunya perempuan paruh baya—Bitha langsung mengenalinya sebagai ibu Pram. Sedangkan yang satunya lagi… entahlah. Gadis itu cantik dan anggun.

“Eh, sedang ada tamu ya, Pram… maaf, Mami datang tanpa bilang dulu. Mami mau ngenalin se
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Usai Ciuman Panas di Ranjang CEO   Bab 24

    Samar-samar, Bitha membuka matanya. Cahaya lampu yang tadinya buram perlahan mulai jelas. Pandangannya langsung menangkap wajah Mbak Ratih yang duduk di sisinya. Tubuhnya sendiri terasa lemah, terbaring di atas ranjang. “Bitha…” suara Mbak Ratih terdengar serius, nyaris menekan. “Coba jelasin ke Mbak, kamu udah telat menstruasi berapa lama?” Pertanyaan itu membuat Bitha terbelalak bingung. Ia sempat berpikir Mbak Ratih akan menanyakan soal kesehatannya, bukan hal itu. Linglung, Bitha mencoba mengingat—dan hatinya makin ciut ketika sadar. “Mungkin… dua atau tiga minggu,” jawabnya ragu. “Soalnya biasanya aku rutin tiap bulan.” Mbak Ratih mendesah berat, tangannya menyibak rambut dengan gerakan gusar. “Ya Tuhan…” Ia lalu mendekat, menurunkan suaranya hampir berbisik. “Bitha, jujur sama Mbak. Siapa lelaki itu?” Alis Bitha berkerut. Tapi saat menyadari arah pertanyaan itu, jantungnya seolah dihantam batu besar. Bibirnya langsung digigit, menahan rasa kalut yang membuncah. “

  • Usai Ciuman Panas di Ranjang CEO   Bab 23

    Setelah pertengkaran kemarin dengan Bitha di kantornya, Pram memutuskan satu hal: pergi. Lelaki itu ingin menjauh sejauh mungkin dari bayangan gadis itu. Kekecewaan yang menggerogotinya terlalu dalam. Ia merasa telah membuka ruang, menaruh harapan, bahkan hampir percaya bahwa Bitha bisa berbeda dari wanita lain—nyatanya semua tampak sama: mencari keuntungan dari kedekatan dengannya. Di benak Pram, Bitha pasti sedang tersenyum puas. Artikel itu akan melejitkan kariernya, menempatkan namanya di atas awan. Cepat, singkat, dan tanpa pertimbangan panjang. Dan ia, Pramudya Notonegoro, kembali menjadi lelaki naif yang terlalu mudah percaya. Ironisnya, justru Bitha yang seharusnya menjadi pengecualian. Satu-satunya wanita yang tidak membangkitkan trauma ketika ia disentuh. Tapi kini semuanya runtuh dalam sekejap. “Pak, perjalanan sudah disiapkan.” Banu bersuara pelan dari balik pintu, memecah lamunannya. Pram hanya mengangguk singkat, lalu melangkah masuk ke mobil mewah hitamnya. Pa

  • Usai Ciuman Panas di Ranjang CEO   Bab 22

    Bitha mengikuti Langkah Pram ke sebuah ruangan yang sudah Banu yakini steril dari pendengaran orang lain. Di balik kaca ruang meeting mereka bicara. Seharusnya Pram mendatangi Pimpinan Redaksi Bitha lebih dulu, namun rasa kesalnya tak bisa ia sembunyikan. Terlebih kini mereka dekat. Pram hanya tak suka, jika Bitha mungkin mengambil kesempatan dari kedekatan mereka. Kedua tangan Pram terlipat di dada. Di tatapnya Bitha intens. Gadis itu hanya diam. “Kamu tau kenapa saya harus bicara sama kamu?” Bitha menggeleng. Pram menghela nafas kasar. “Bitha, saya jelas-jelas tidak suka dengan isi artikel itu. Bukankah saya hanya izinkan kamu menulis tentang biografi saya, dan filter mana yang harus di up atau di hold…” Nada suara Pram merendah, tapi justru terasa lebih mengancam. “Apa kamu sengaja, hah? Mau cari sensasi dengan menuliskan sisi yang tidak saya izinkan?” Bitha mengangkat wajahnya, matanya bergetar menahan amarah. “Pak, saya tidak menulis gosip. Saya menulis apa yan

  • Usai Ciuman Panas di Ranjang CEO   Bab 21

    Hari itu, artikel biografi tentang Pram resmi tayang di halaman utama media nasional. Judulnya menghantam tepat ke jantung reputasi yang selama ini melekat padanya: “Kisah Berbeda di Balik Nama Besar Pramudya Notonegoro—Benarkah Predikat Casanova Hanya Semu Belaka?” Judul itu segera jadi sorotan. Trending. Dibicarakan di forum, disebar di media sosial, dan memancing ratusan komentar dalam hitungan menit. Sebagian publik merasa terkejut, sebagian lagi merasa skeptis—apa benar, sosok flamboyan itu hanyalah korban stigma? Di ruang kantornya yang luas, Pram menatap layar komputer dengan rahang mengeras. Tangannya mengepal di atas meja. Bukan karena isi artikel itu memojokkannya, tapi karena judulnya terasa terlalu berani. Ia bisa menerima jika orang meragukan keputusan bisnisnya, tapi menyentuh reputasi pribadinya—itu lain cerita. “Casanova semu belaka, hah?” gumamnya rendah. Banu, yang berdiri tak jauh darinya, bisa merasakan aura tegang sang bos. “Pak… artikel ini sudah vi

  • Usai Ciuman Panas di Ranjang CEO   Bab 20

    Menatap seporsi steak di depan matanya, Bitha refleks menelan saliva. Aroma gurih itu begitu menggoda, membuatnya beberapa kali meneguk kosong sebelum akhirnya mengambil garpu. “Habisin ya…” Pram tersenyum tipis, menyandarkan tubuh santai di sofa. Tatapannya penuh arti. Bitha mengangguk kecil, bibirnya merekah dengan senyum cerah—senyum yang jarang ia tunjukkan saat bersama Pram sebelumnya. Tanpa banyak pikir, ia mulai menyuapkan potongan steak premium itu, dan mendesah pelan menikmati rasa daging yang lumer di lidahnya. “Jadi,” suara Pram kembali terdengar, pelan tapi menohok, “mulai sekarang kamu nggak akan nolak lagi kalau saya coba dekati, kan?” Bitha terdiam sepersekian detik, masih mengunyah. Lalu, entah karena lapar yang akhirnya terpuaskan atau karena hatinya sendiri, ia mengangguk sambil tersenyum samar. Dalam dirinya, ia mencoba meyakinkan—Pramudya ini nyata. Lelaki itu bukan sekadar rumor atau headline gosip. Ia hanya ingin jujur pada dirinya sendiri, bahwa memang

  • Usai Ciuman Panas di Ranjang CEO   Bab 19

    “Tolong ambilkan saya minum, bisa?” Pram mendongak, menatap Bitha yang masih berdiri memandanginya. Bitha menghela napas kasar, namun akhirnya berbalik juga, mengambil segelas air putih untuknya. Ia meletakkannya di meja dengan agak keras. “Terima kasih,” ujar Pram pelan, sopan. “Kamu tidak makan?” “Ya gimana mau makan… orang jatah saya Bapak abisin.” Cebiknya ketus. Pram melirik mangkuk mie instan itu lalu tersenyum tipis. “Oh, maaf… saya lupa. Ini masih ada kalau kamu mau. Kita bisa berbagi.” Bitha hanya memutar bola matanya malas. Ia kemudian duduk di sebelah Pram, kedua tangan terlipat di dada, punggungnya tegak seperti siap menginterogasi. “Serius deh, Pak. Kenapa Bapak ke sini?” “Karena kamu ingkar janji,” jawab Pram datar. Bitha menoleh cepat, melotot tak percaya. “Saya nggak pernah janji sama Bapak buat datang.” “Tapi saya sudah bilang, kamu nggak bisa nolak tanpa alasan jelas.” “Diiih…” Bitha mendesah kesal. “Argumen macam apa itu? Namanya juga ajakan,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status