Bitha tahu, menginjakkan kaki ke vila Pramudya berarti menyerahkan dirinya pada permainan yang tidak bisa ia menangkan. Pria itu terlalu berbahaya—bukan karena reputasinya, tapi karena setiap bisikan darinya selalu berhasil membuat Bitha lupa siapa dirinya.Semua sentuhannya. Tatapan Pram diam.Justru menusuk ke dada menyeruak jantungnya yang berdetak untuknya.Banu, suruhan Pram menepati janjinya. Tepat pukul lima sore, sebuah mobil hitam mengilap berhenti di depan kantor Litera. Seorang sopir membukakan pintu, dan Banu berdiri di sampingnya dengan senyum sopan yang sudah terlatih. “Selamat sore, Mbak Bitha. Silakan,” ucap Banu, dengan nada profesional khas asisten pribadi. Tanpa banyak kata, Bitha melangkah masuk ke dalam mobil. Banu duduk di depan, bersebelahan dengan sopir. Sementara Bitha duduk sendirian di belakang. Kabin mobil sunyi, hanya suara mesin dan lalu lintas Jakarta di kejauhan yang terdengar samar. Tapi di dalam kepala Bitha, suasananya jauh dari tenang. Banya
Last Updated : 2025-08-25 Read more