Share

Bab 29

Author: Lia.F
last update Last Updated: 2025-09-04 19:41:34

Bitha berusaha menjalani hari-harinya seperti biasa. Bangun pagi, menulis artikel, lalu berangkat ke kantor. Mual masih sering datang, terutama saat perut kosong, tapi itu tak membuatnya berlama-lama di rumah. Bagi Bitha, bekerja adalah satu-satunya cara untuk tetap waras.

Siang itu, ia duduk bersama Gina di kantin kantor. Sesekali mereka tertawa kecil membicarakan gosip internal redaksi. Dari sudut matanya, Gina sebenarnya sudah lama memperhatikan cincin berkilau yang selalu melingkar di jari manis sahabatnya itu. Cincin yang jelas bukan sembarangan.

Pikirannya melayang pada kejadian beberapa waktu lalu—saat Bitha menerima bunga dan gaun dari Pramudya Notonegoro. Mungkinkah cincin itu juga dari Pram? batinnya. Asumsinya menguat, tapi Gina memilih menahan lidahnya.

Ia tahu, jika memang benar, Bitha pasti punya alasan kenapa tidak pernah bercerita. Apalagi sejak berita heboh tentang kedekatan Pram dengan putri seorang menteri, sahabatnya itu terlihat makin berhati-hati. Yang jela
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Usai Ciuman Panas di Ranjang CEO   Bab 33

    Pram membanting ponselnya ke atas tempat tidur. Suara benturannya menggema di dalam mansion yang sunyi. Tidak ada yang bisa ia lakukan di tempat asing ini selain menahan pikiran yang terus berputar-putar di sekitar Bitha. Dengan langkah kasar, ia menuju meja kerja. Laptop dibuka, dan layar menampilkan rekaman CCTV dari apartemen Jakarta. Tepat di sana—Bitha baru saja pulang dari reuni. Pram menajamkan pandangan. Ia memperhatikan setiap gerak-gerik istrinya dengan intensitas berlebihan, seakan satu detik saja tak boleh terlewat. Bitha berjalan menuju kamar, membuka lemari, lalu menarik sehelai piyama dari dalamnya. Setelah itu, perlahan gaun putih yang melekat di tubuhnya ia lepaskan. Pram meneguk saliva, rahangnya mengeras. Ada sesuatu yang bergejolak di dalam dirinya ketika menatap tubuh mulus yang kini hanya ia kuasai lewat layar kecil itu. Frustrasi menggumpal di dadanya. Rindu, kesal, dan rasa posesif menubruk jadi satu, memenuhi ruang kosong di hatinya. Ia ingin ada di

  • Usai Ciuman Panas di Ranjang CEO   Bab 32

    Bitha panik, matanya menyapu sekeliling meja, mencari tisu. Wajahnya tegang, bibirnya terus menggumam minta maaf. “Tunggu sebentar, saya ambilkan tisu…” ucapnya terbata. Ia bergegas menuju meja, lalu kembali dengan langkah tergesa. Dengan hati-hati, ia mulai membersihkan noda di kemeja putih pria itu. “Sudah, lumayan bersih…” ujarnya pelan, masih menunduk. Radja hanya terkekeh. Tatapannya tidak lepas dari wajah Bitha, begitu intens hingga membuatnya semakin salah tingkah. “Seingatku, dulu aku nggak pernah nemu cewek semanis kamu di sekolah,” ucapnya begitu saja. Bitha mendongak kaget, alisnya terangkat tinggi. Ia belum sempat merespons ketika pria itu tersenyum miring. “Bercanda,” Radja menimpali ringan, lalu mengulurkan tangan. “Radja.” Bitha sempat ragu sejenak, tapi akhirnya menyambut uluran itu dengan canggung. “Bitha.” Sentuhan singkat itu terasa lebih lama dari seharusnya, membuat jantung Bitha berdegup tidak karuan. “Bro…” seorang pria menepuk bahu Radja.

  • Usai Ciuman Panas di Ranjang CEO   Bab 31

    Sabtu pagi, Bitha enggan bangun dari tempat tidur. Rencananya, akhir pekan ini hanya akan ia isi dengan bermalas-malasan. Apalagi setelah momen menyebalkan bersama Pram semalam, mood-nya benar-benar jatuh. Nafas berat berulang kali lolos dari bibirnya, seolah sakit hati masih bertahan di dadanya, menyesakkan setiap ruang. “Aku apa dibanding Janestha…” gumamnya lirih, nyaris seperti bisikan yang ditujukan pada diri sendiri. Tiba-tiba, ponsel di atas bantal bergetar. Layar menyala berkali-kali, menampilkan rentetan pesan dari grup SMA. ANGGITA Girls, malam ini reuni jangan lupa! NOVIA Yuhuuu, gue baru dari butik cari dress code. Putih kan ya! GINA Pergi barengan kan? Jemput ya cyiiin! Bitha sontak terduduk. Reuni. Ia bahkan melupakan janji itu. Beberapa minggu terakhir, hidupnya hanya berputar di sekeliling Pram, hingga urusan lain nyaris ia abaikan. Jika punya pilihan, Bitha tak ingin pergi. Namun apa dikata janji telah ia ikrarkan pada teman satu geng nya semasa SM

  • Usai Ciuman Panas di Ranjang CEO   Bab 29

    Bitha berusaha menjalani hari-harinya seperti biasa. Bangun pagi, menulis artikel, lalu berangkat ke kantor. Mual masih sering datang, terutama saat perut kosong, tapi itu tak membuatnya berlama-lama di rumah. Bagi Bitha, bekerja adalah satu-satunya cara untuk tetap waras. Siang itu, ia duduk bersama Gina di kantin kantor. Sesekali mereka tertawa kecil membicarakan gosip internal redaksi. Dari sudut matanya, Gina sebenarnya sudah lama memperhatikan cincin berkilau yang selalu melingkar di jari manis sahabatnya itu. Cincin yang jelas bukan sembarangan. Pikirannya melayang pada kejadian beberapa waktu lalu—saat Bitha menerima bunga dan gaun dari Pramudya Notonegoro. Mungkinkah cincin itu juga dari Pram? batinnya. Asumsinya menguat, tapi Gina memilih menahan lidahnya. Ia tahu, jika memang benar, Bitha pasti punya alasan kenapa tidak pernah bercerita. Apalagi sejak berita heboh tentang kedekatan Pram dengan putri seorang menteri, sahabatnya itu terlihat makin berhati-hati. Yang jela

  • Usai Ciuman Panas di Ranjang CEO   Bab 29

    Pram baru saja terjaga ketika matanya menangkap sosok Bitha keluar dari kamar mandi. Rambutnya masih basah, menetes pelan di atas bathrobe putih yang membalut tubuh mungilnya. Seketika naluri lelakinya berontak. Andai saja ia tak harus segera terbang ke Edinburgh, Pram pasti sudah menarik istrinya itu kembali ke ranjang. Ditahannya napas, menelan saliva yang terasa pahit di tenggorokan. Wajahnya pun memanas, sulit sekali menyamarkan gejolak itu. “Mas Pram sudah bangun?” suara lembut Bitha memecah keheningan. Pram buru-buru berdeham, membersihkan tenggorokan yang tercekat oleh pemandangan barusan. “Hmm…” “Berangkat jam berapa?” tanya Bitha lagi sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. “Sekitar jam delapan.” “Mandi dulu gih, habis itu langsung sarapan.” Pram mengangguk dan beranjak dari tempat tidur. Saat Bitha mendekat untuk menyerahkan handuk, sejenak mata mereka bertemu. Ada jeda singkat, seakan waktu menahan langkah. Entah dorongan dari mana, Pram tiba-ti

  • Usai Ciuman Panas di Ranjang CEO   Bab 28

    Kamar Bitha malam itu tampak berbeda. Tirai putih baru terpasang, sprei bersih berganti dengan warna lembut, dan beberapa bunga melati ditaburkan di meja rias. Lampu temaram kuning menciptakan suasana hangat—meski semua serba sederhana, aura malam pengantin tetap terasa. Bitha duduk di tepi ranjang dengan kebaya putihnya, kepalanya tertunduk. Ia masih gemetar, sulit percaya kalau statusnya kini sudah berubah. Suaminya… adalah Pram. Lelaki yang selama ini hanya ia tatap dari kejauhan, dengan segala jarak status, kini ada di sampingnya. Pintu kamar pelan terbuka. Pram masuk dengan langkah tenang, lalu menutup pintu di belakangnya. Untuk sesaat, ia hanya berdiri, menatap Bitha yang terlihat begitu rapuh di atas ranjang. “Bitha…” suara Pram rendah, nyaris bergetar. Bitha mengangkat wajah, matanya masih basah. “Mas…” hanya itu yang keluar, lalu ia buru-buru menunduk lagi. Pram menghampiri, duduk di sampingnya. Tangannya terulur, meraih jemari Bitha yang dingin. Ia menggenggamnya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status