Victor segera mengakhiri telepon itu dengan dingin, seakan tak ingin mendengarkan ceramah wanita itu lebih lama lagi.
Ketika dia tiba di tempat tujuannya, dia keluar dan tetap membayar sopir taksi itu dua kali lipat meskipun sopir taksi itu tidak berhenti mengoceh di perjalanan.
“Semoga harimu menyenangkan,” kata pengemudi dengan ekspresi merendahkan di wajahnya. “Aku harap kau masih memiliki lebih banyak uang untuk menggunakan taksiku di kemudian hari.”
Lucas yang kebetulan berdiri di samping Victor kini tertawa mendengar perkataan lelaki tua itu, seolah tahu maksud hinaan tersebut.
Victor mengabaikannya dan segera berbalik menuju kantor firma hukum tersebut. Dia tidak tahu berapa lama waktu yang akan dibutuhkan untuk menyelesaikan semuanya. Namun, karena dia dan Emma sudah sepakat untuk bercerai, dia berpikir itu tidak akan terlalu lama.
Namun, begitu mereka membawa masalah ini ke hadapan arbitrator, ternyata masalahnya tidak sesederhana yang dipikirkan Victor.
Memang benar, hanya dalam waktu kurang dari lima belas menit, mereka telah resmi bercerai. Namun, bukan berarti masalah mereka selesai, dan satu-satunya alasan adalah soal pembagian harta setelah perceraian yang sedang mereka perdebatkan.
Meski mereka berdua keluar dengan masalah yang belum selesai, tapi Emma sangat yakin dia akan memenangkan perkara ini karena dia mendapat dukungan dari seorang pria kaya seperti Lucas. Di sisi lain, dia tahu bahwa Victor tidak punya apa-apa untuk membayar seorang pengacara.
“Hey, bung! Permudah saja ini untuk dirimu sendiri,” kata Lucas yang masih berdiri di dekat mobil mewah BMW miliknya. “Kau hanya akan membuang-buang uang untuk memperumit sengketa ini. Aku ragu kau masih punya uang untuk menyewa seorang pengacara berkelas untuk menghadapi kami.”
Namun Victor tidak terlalu memperdulikan ejekan Lucas. Pasalnya, perhatiannya kini tertuju pada seorang wanita cantik berkacamata, dengan rambut cokelat kekuningan, mulus tertata rapi dengan model ‘braided updo’ layaknya pengantin, tengah berdiri tegak dengan tatapan dingin di dekat sebuah limousine.
Reaksi Victor tentu saja menarik perhatian Emma dan Lucas, sehingga mereka juga mengalihkan pandangan mereka pada wanita itu.
Kenyataannya, Lucas sudah menyadari keberadaan limusin di depan mobilnya itu sedari tadi. Tapi dia tidak tahu-menahu kendaraan siapa itu. Menurutnya, itu hanya salah satu orang kaya di kota yang sedang memiliki masalah dengan hukum.
Namun kini, Victor berjalan santai dengan ekspresi wajah tenang, dengan kedua tangan di saku. Dia terlihat sangat lusuh seperti apa yang biasa terlihat dari seorang pengangguran pada umumnya. Tapi wanita itu membukakan pintu limousine dengan sedikit menundukkan kepalanya saat Victor menghampirinya.
“Mereka sudah menunggumu,” kata wanita itu.
“Terima kasih, Viona,” jawab Victor sebelum masuk ke dalam mobil.
Setelah itu, wanita itu menutup pintu lalu menoleh ke arah Lucas dan Emma dengan tatapan dingin penuh percaya diri.
“Anda tidak perlu khawatir tentang pengacara yang akan disewa Victor, Tuan Lucas. Saya akan memastikan dia mendapatkan pengacara terbaik di dunia untuk memenangkan masalah sepele ini.”
Lucas sedikit terkejut dan juga bingung, bagaimana wanita itu mengetahui namanya. Tapi kemudian, dia tersenyum begitu percaya diri, merasa reputasinya begitu bagus, hingga wanita kelas atas seperti dia pun tahu tentang dirinya.
“Kau cukup tahu tentang aku, huh?” kata Lucas sambil tersenyum sombong.
“Bagaimana mungkin aku tidak mengenalmu? Ayahmu masih berhutang pada kami. Tak mungkin kami mengabaikanmu dan keluargamu begitu saja,” jawab Viona sedikit tersenyum.
Setelah itu, dia berjalan dengan anggun, dengan penuh percaya diri menghampiri bagian belakang limusin. Sebelum terus melangkah ke sisi lain mobil, ia menatap dingin ke arah Emma dengan dagu sedikit terangkat.
“Seperti kata orang, wanita hina untuk pria hina! Asal kau tahu saja, dia tak sembarangan menyandang nama “Victor” tanpa alasan. Jangan pikir kami akan membiarkanmu menang begitu saja.”
Emma dan Lucas dibuat bingung dengan perkataan Viona. Mereka hanya berdiri tercengang, menyaksikan limousine itu meninggalkan mereka. Beberapa menit telah berlalu, namun mereka masih belum dapat memahami apa yang telah terjadi.
Mereka masih belum bisa mencerna seluruh kejadian yang terjadi dalam kejadian kurang dari lima menit itu. Tentang Victor yang masuk ke dalam limousine, dan tentang perkataan Viona yang baru saja diucapkan pada Emma.
“Siapa dia?” Emma bergumam dengan suara pelan dan wajah melongo.
Dari reaksi Viona tadi, sepertinya dia cukup mengenali Emma. Namun Emma benar-benar tak tahu-menahu dengan sosok Viona. Ia pun bingung dengan perkataan Viona sebelum wanita itu pergi.
Begitu pula dengan Lucas. Dia sedikit kaget karena Viona membicarakan tentang hutang ayahnya pada mereka. Dia juga tak tahu siapa mereka yang Viona bicarakan, dan pada siapa ayahnya berhutang.
Namun dia mencoba mengabaikannya dan masuk ke dalam mobil. Emma buru-buru mengikutinya dengan masuk ke sisi lain mobil.
“Lucas, kamu kenal gadis itu?” dia bertanya.
“Tidak! Itu pertama kalinya aku melihat wajahnya,” jawab Lucas sambil menyalakan mobil.
Namun Emma nampaknya tidak puas dengan jawaban Lucas. Apa lagi, dia merasa bahwa Lucas mencoba bermain mata dengan gadis itu, dan itu dilakukan Lucas secara terang-terangan tepat di depan matanya.
“Kamu pasti berbohong. Dan lagi, sikap apa itu?” tanyanya tak sabaran dengan reaksi tak puas.
“Apa yang kau bicarakan?” Lucas menjawab dengan sikap mencoba mengabaikan reaksi tak senang Emma.
“Sikapmu itu, seperti orang yang sedang mencoba memikat seorang wanita! Jelas-jelas kamu tadi menggodanya,” tuduh Emma singkat.
“Hei, kalau yang tadi itu saja kau sebut menggoda, maka kau akan menemukan aku menggoda semua wanita setiap harinya. Apa salahnya aku menunjukkan rasa percaya diriku di depan seorang wanita? Apa kau berharap aku harus bersikap seperti seorang pecundang menyedihkan seperti mantan suamimu itu? Sialan, ada apa dengan para perempuan akhir-akhir ini.”
Emma terdiam, hanya bisa memasang wajah kesal. Lagipula ia memang merasa terintimidasi oleh sosok Viona tadi. Terlebih lagi, dilihat dari cara Viona memperlakukannya, membuatnya merasa seolah dia sedang berurusan dengan seseorang yang kedudukan jauh lebih tinggi dari dirinya.
“Siapa sebenarnya wanita itu?” gumam Emma.
“Aku yakin dia hanyalah wanita karir yang suka bermain dengan laki-laki gigolo itu,” ujar Lucas. “Aku tak percaya ternyata si brengsek itu begitu rendah.”
Perhatian Emma kembali terpancing, namun dengan wajah bingung.
“Gigolo?”
“Ya, gigolo. Tipe pria yang menjual dirinya seperti para gadis pelacur di luar sana,” jelas Lucas.
“Aku tahu apa itu gigolo. Tapi siapa yang kau sebut dengan gigolo?”
“Siapa lagi? Tadi itu hanya ada satu pria selain diriku. Apa kau tidak memperhatikan ekspresi mantan suamimu itu saat memasuki limousine tersebut? Tidakkah kau melihat dia terlihat seperti seorang budak yang begitu manut terhadap wanita itu?” Lucas bertanya secara retoris.
“Sudah begitu jelas, mantan suamimu itu selama ini telah menjadi peliharaan kesayangan wanita itu, dan sekarang wanita itu ingin mencari gara-gara dengan kita.”
Emma tenggelam dalam pikirannya yang dalam, mencoba mencerna kata-kata Lucas. Harus dia akui tadi itu Victor terlihat begitu kelam, murung, dan begitu tak bersemangat saat wanita itu membawanya ke dalam limousine.Namun begitu, dia masih begitu sulit menerima kenyataan kalau Victor adalah seorang gigolo. Dia mungkin menilai Victor rendah, tapi tidak sampai menganggapnya serendah itu juga.Dan sekarang, Lucas malah tak bisa menahan tawanya melihat Emma yang masih kebingungan itu.“Coba pikirkan lagi, apakah ada kemungkinan lain yang masuk akal. Dilihat dari gayanya saja, jelas sekali wanita itu adalah wanita kelas atas yang angkuh dan suka merendahkan orang. Wanita-wanita yang seperti ini kebanyakan belum menikah. Mereka memandang laki-laki lebih sebagai mainan, karena mereka lebih mementingkan karir dan uang. Soal kehangatan di malam hari, mereka bisa membayar seorang gigolo tanpa harus hidup terikat.”Emma tertegun mendengar penjelasan seperti itu. Masalahnya, perkataan Lucas tersebu
Victor mencoba mengabaikannya. Tapi setelah dia keluar, dia menahan pintu mobil untuk berbicara dengan Viona sejenak.“Kalau bisa nanti pakai mobil biasa saja. Limousine hanya membuatku menjadi pusat perhatian. Jujur, aku sama sekali tidak nyaman dengan itu.”“Lah, kenapa? Apakah bekerja terlalu lama sebagai pengantar pizza membuatmu tidak nyaman lagi menjadi orang kaya?” tanya Viona dengan sedikit senyum konyol.“Bukan itu! Tapi, Limousine?” bantah Victor tampak tak terima. “Apa perlu menjemputku dengan limousine segala?”“Kenapa tidak? Aku tahu kamu sedang ada urusan perceraian dengan si lampir itu,” jawab Viona berceletuk. “Aku justru menggunakan Limousine ini untuk pamer di depannya, karena aku tahu dia pasti mencampakkanmu dengan memandang rendah dirimu.”“Terserah apapun itu!” Victor mengibaskan tangannya sambil memalingkan wajah. “Aku hanya tidak ingin pergi ke kantor dengan menggunakan Limousine ini lagi.”“Kamu tidak perlu khawatir. Kami telah menyiapkan mobil lain untukmu di
Tentu Oliver tahu kalau Victor pasti tak senang dengan itu. Tapi dia kemudian menepuk bahunya lagi dengan tersenyum enteng, sebelum benar-benar meninggalkan kamar kecil tersebut.“Sampai jumpa lagi,” ucapnya.“Tentu saja!” balas Victor dengan nada penuh percaya diri.Laki-laki itu kembali terkekeh mendapat balasan seperti itu dari Victor, merasa sangat puas karena berhasil mengejek dan merendahkannya.Dia bahkan mulai memikirkan ide untuk mengejek Victor lagi, nanti saat mereka bertemu lagi, karena dia yakin Victor bekerja di perusahaan itu hanya sebagai seorang office boy yang bisa dia suruh-suruh.Victor tidak begitu tersinggung dengan kata-kata nasihat dari Oliver, karena nasihatnya itu benar. Meski begitu, dia masih sedikit tersinggung dengan cara Oliver mengusapkan tangannya yang basah ke bahunya.Setelah ia selesai bermain-main dengan hand dryer itu, Victor segera menelpon Viona untuk menanyakan arah.[Naik saja lift dan pergi ke lantai paling atas]“Lantai paling atas?”[Ya, la
Namun, ia langsung menahannya, karena takut akan pengaruh besar dari seorang Charles William.Meski begitu, tetap saja ia merasa kesal, karena merasa telah menyia-nyiakan waktunya di perusahaan itu selama 5 tahun ini.“Lima tahun! Kau menyia-nyiakan 5 tahunku dengan memberikan kapal ini kepada seorang kapten amatir yang bahkan…”“Berbicara dengan tema bajak laut sekarang, huh?” Viona memotong kata-katanya. “Jika Anda keberatan, Anda boleh meninggalkan kapal, Tuan Camilo. Dengan senang hati aku akan menyiapkan sekoci untuk membawamu ke pelabuhan terdekat.”Pria bernama Camilo itu kini menggerutu, berusaha menahan amarahnya. Pada akhirnya, dia pun pergi dengan kedua tangan terkepal.“Tidak perlu! Aku tahu ke mana harus pergi!”Setelah menunggu beberapa saat, Viona bertanya pada yang lain apakah masih ada yang ingin keluar dari ruang rapat. Ia bahkan memberikan peringatan kepada mereka yang memutuskan untuk tetap tinggal.“Charles tidak akan keberatan jika ada yang memilih untuk pergi. N
Victor meninggalkan rapat. Tak satu pun dari para eksekutif tersebut yang menyuarakan keberatan mereka. Kecuali Viona yang langsung bergegas menyusul Victor ke ruangan sebelah.“Hei, Victor! Mau ke mana kau?”Victor menjawabnya sambil terus berjalan keluar ruangan dan menuju lift. “Maaf, aku punya masalah yang harus segera aku selesaikan. Jika tidak, Tuan Benigno akan marah kepadaku. Meskipun hanya pemilik toko pizza, ada yang bilang dia punya hubungan dengan mafia.”Namun kemudian, Victor berhenti sejenak setelah dia menyentuh tombol di lift, menyadari bahwa dia tidak punya cukup uang untuk membayar utangnya kepada Tuan Benigno.Dia memiliki dua rekening bank. Satu yang ia gunakan sejak kuliah, yaitu uang yang ia kumpulkan sendiri. Sedangkan rekening bank lainnya merupakan tabungan dari uang yang ia peroleh semata-mata dari ayahnya sejak kecil, William Charles, salah satu pengusaha terkaya di Amerika.Dia telah menyimpan begitu banyak uang karena jarang menggunakannya di masa lalu. N
Seringkali, orang baru menyadari betapa berharganya sesuatu setelah kehilangannya. Sama seperti Benigno yang kini mulai merasakan kehilangan pegawai andal seperti Victor.Terlepas dari seberapa sering dia memarahi Victor, kenyataan Victor telah bekerja untuknya selama lima tahun pastilah memiliki arti baginya.Sebenarnya dia sudah mendapatkan pengganti Victor. Namun hal itu membuatnya semakin sadar, betapa sulitnya mencari karyawan sebaik dan seloyal dirinya.Lagi pula, di mana lagi dia bisa menemukan seorang lulusan universitas ternama, yang mau bekerja untuknya begitu lama sebagai pengantar pizza.“Sudah kubilang! Anda akan merindukannya. Pria seperti dia sangat langka saat ini,” kata seorang pelayan, seorang gadis remaja cantik berwajah ceria dan polos berambut hitam tebal, sambil menggoda Tuan Benigno.“Diam kau! Kenapa kau tak keluar saja sana dan ajari si anak baru itu sesuatu,” bentak Benigno sambil berlalu pergi.Dia kembali ke kantornya, mengambil telepon, dan mencoba menghub
Sementara itu, Emma saat ini sedang dilema. Meski sudah bercerai dengan Victor, ia bahkan belum menjadi istri sah Lucas.Dan entah kenapa, Lucas tampak begitu enggan untuk membawanya tinggal di rumahnya bersama kedua orang tuanya. Bakan sejauh ini dia belum pernah mengenalkan Emma pada mereka.Dan dia juga tidak berniat mencarikan tempat tinggal baru untuk Emma. Sebaliknya, Lucas lebih memilih mencari bantuan, menyewa tukang kunci untuk membukakan pintu bagi Emma, sehingga dia bisa kembali ke rumah tempat dia tinggal bersama Victor.“Anda yakin ini rumah Anda?” tukang kunci bertanya.“Kenapa kau tidak tanyakan saja pada tetangga wanita tua itu?” kata Emma.Tukang kunci melirik sekilas ke rumah sebelah, dan memang ada seorang nenek tua, Ny. Greta, yang sedang sibuk menyiram taman kecilnya.Mendapati wanita tua itu tidak terlalu mempedulikan mereka, tukang kunci yakin bahwa klien yang dia layani saat ini bukanlah pencuri. Lagi pula, dia hanya malas repot-repot memastikannya. Jadi, dia
Dia memungut dan memeriksanya, baik cincin maupun kotaknya. Mungkin dia bukanlah ahli dalam menilai suatu perhiasan. Tapi dia mulai ragu apakah itu benar-benar cincin palsu.Hanya setelah dia menemukan nama “Johnson’s Pleasantry” di bawah kotak, dia yakin bahwa cincin itu tidak mungkin barang palsu.Johnson's Pleasantry adalah toko perhiasan terkenal di kota, toko di mana Victor membeli barang tersebut. Toko ini sangat populer di kalangan pasangan calon suami-istri, terkenal dengan validitas dan reputasinya yang baik dalam menjual perhiasan khusus untuk pernikahan.“Tidak mungkin Johnson’s Pleasantry menjual cincin palsu kepada orang yang akan menikah,” gumamnya dengan mata terbelalak.Emma memakai kembali sepatunya, dan bergegas keluar rumah dengan membawa cincin itu. Dia mengunci pintu dan mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Lucas kembali.Menurutnya, lebih baik pergi bersama Lucas daripada memesan taksi dengan uangnya sendiri. Atau mungkin membantunya menjual cincin itu dengan h