Share

Bab 8

Penulis: Khoirul N.
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-12 17:26:26

Di dalam kamar, Mas Aji tampak bergeming selagi aku menata kembali pakaian ke dalam lemari. 

"Mas Aji," panggilku tetapi tidak ada jawaban darinya. Aku menoleh untuk melihat suamiku yang duduk di atas ranjang. Keningnya tampak berkerut seperti sedang cemas memikirkan sesuatu.

Aku pun beranjak dari depan lemari dan menghampirinya. Kupegang pundak suamiku. "Mas."

"Ya. A-ada apa, Sayang?" Mas Aji memaksa untuk tersenyum.

"Kenapa? Sejak masuk ke kamar kamu hanya diam."

Sebuah napas kabur dari mulut Mas Aji. Dia meraih tanganku. "Sayang, kau pasti juga merasa kalau Mama dan Mawar tidak sungguh-sungguh menyesali perbuatan mereka. Maksudku, semua yang tadi dilakukan hanya karena mereka takut pada ancamanku. Aku khawatir, Mama dan Mawar akan bersikap buruk lagi padamu, terutama saat aku tidak ada di rumah. Aku khawatir ... keputusanku tetap tinggal di sini keliru."

Aku menarik kedua ujung bibirku, mengetahui ternyata Mas Aji mencemaskan hal yang sama denganku. Di sisi lain, aku pun mengerti jika dia juga merasa berat meninggalkan rumah ini. Maka, yang keluar dari mulutku adalah ... 

"Mas tenang saja. Jika dipikir-pikir, kita juga memiliki kewajiban untuk menyadarkan Mama dan Mawar. Jika kita pergi begitu saja, aku pasti akan mencemaskan mereka juga." Aku menghela napas panjang. Dengan kepala tertunduk aku melanjutkan, "Meski tidak dipungkiri aku marah dan kesal pada mereka, bahkan sangat-sangat marah, mereka adalah ibu dan adikmu, ibu dan adikku juga."

Mas Aji memegang kedua pipiku sebelum menatapku lekat-lekat dengan binar matanya yang penuh keresahan. "Sayang, jika kamu mau, kita masih bisa pergi sekarang. Jika kamu memang merasa sudah tidak nyaman di sini, aku akan mengemasi barang-barang kita lagi. Untuk Mama dan Mawar ...." Mas Aji mengambil jeda. 

Lantas melanjutkan dengan tatapan menerawang. "Kita pasrahkan pada Tuhan saja." Suara Mas Aji terdengar frustrasi. Dia pasti dilema. 

Memilih tinggal atau pergi sama-sama diikuti konsekuensi masing-masing.

Tapi aku sudah membulatkan niat. Melihat bagaimana Mas Aji bersikeras membelaku tadi, menyadarkanku akan sesuatu, bahwa aku harus berusaha lebih keras untuk menyadarkan mertua dan iparku dengan cara yang BERBEDA. 

Orang-orang julid seperti mereka tidak akan mempan jika dinasihati baik-baik secara langsung, juga tidak akan iba atau peduli jika disuguhi air mata. Sebaliknya, air mataku pasti akan membuat mereka semakin ingin berbuat buruk lagi dan lagi.

Jadi, dengan senyum lebar aku berkata, "Tidak Mas, kita di sini saja. Aku akan membantumu membuat Mama dan Mawar bertaubat."

Mas Aji tersenyum geli melihat ekspresi wajahku. "Caranya?"

"Kita pikirkan bersama. Pokoknya, kita harus terus berusaha untuk menyadarkan mereka, hingga kita mencapai titik lelah. Semoga saja sebelum kelelahan itu datang, Mama dan Mawar sudah benar-benar berubah."

"Kamu tahu, Sayang? Aku sangat mencintaimu." Mas Aji memelukku erat. "Apa pun yang akan dilakukan Mama dan Mawar setelah ini, kamu harus menceritakannya padaku. Semuanya tanpa terkecuali." Mas Aji memegang kedua pundakku. "Jika mereka menyakitimu lagi, jangan pernah berpikir untuk menutupinya dariku."

"Tentu saja. Tapi ...."

"Kenapa?"

"Aku pikir akan lebih baik jika kita memasang kamera pengintai di rumah ini, terutama di tempat-tempat yang sering digunakan Mama dan Mawar untuk menghabiskan waktu bersama."

Kening Mas Aji berkerut. "Apa ... itu perlu, Sayang? Maksudku, bukan aku tidak mau, tapi aku ingin kamu tahu, dengan atau tanpa video apa pun, aku akan percaya dengan ceritamu, Sayang. Aku sungguh menyesal karena dulu terlalu sibuk bekerja dan tidak terlalu mengurus hal-hal yang terjadi di rumah. Aku bahkan sering tertidur saat kamu menceritakan apa saja yang terjadi di rumah selama aku bekerja. Maaf ya."

Rupa-rupanya suamiku masih saja merasa bersalah. Aku mencium pipi Mas Aji. "Berhentilah meminta maaf. Aku bisa mati karena bosan mendengarmu mengatakannya terus."

Seperti dugaanku, Mas Aji tertawa kecil, membuatnya terlihat semakin tampan. 

"Mas, CCTV itu bukan untuk mendapatkan bukti atas hal buruk yang mungkin akan dilakukan Mama dan Mawar."

"Lalu?"

"Supaya kita tahu, apa yang mereka rencanakan. Jujur saja, sejak pertama kali aku menjadi menantu di rumah ini, aku merasa ... kehadiranku tidak diinginkan. Kamu pasti bisa menilai sendiri kalau Mama dan Mawar sampai detik ini sepertinya belum bisa menerimaku seutuhnya. Aku khawatir, mereka akan berusaha untuk memisahkan kita, Mas, sebab Mama dan Mawar menginginkan perempuan yang lebih baik dariku untuk menjadi istrimu."

Mas Aji langsung merengkuhku. Dia memelukku erat sembari mengusap lembut rambutku. "Jangan berbicara seperti itu. Kamu yang terbaik. Aku tidak mau dan tidak akan berpisah darimu. Berjanjilah untuk tetap menjadi istriku sampai aku mati."

Aku berusaha keras untuk menahan tawa karena khawatir akan menyinggung suamiku, tetapi tampaknya Mas Aji mendengar gelakku juga.

"Kamu kok malah ketawa?"

"Ya kamu lucu sekali, Mas, berlebihan banget. Kayak aku ini mau ke mana saja. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Mas. Sampai kapan pun aku tetap akan menjadi istrimu. Bahkan setelah mati, aku mau menjadi istrimu di surga nanti."

Mas Aji tersenyum sebelum menempelkan bibirnya ke pipiku. "Jadi, kapan CCTV akan dipasang di rumah kita?"

"Besok bagaimana?"

"Setuju. Nanti aku akan memberikan uang pada Mama dan Mawar supaya mereka pergi jalan-jalan besok. Ya sebagai bentuk permintaan maafku karena tadi sudah berteriak dan membentak mereka. Selain itu, tentu saja agar CCTV bisa dipasang tanpa sepengetahuan mereka."

"Sangat cerdas!" pujiku sambil mencubit lembut pipi Mas Aji.

"Sayang, sebenarnya ... ada satu hal lagi yang ingin aku lakukan supaya Mama dan Mawar berpikir ulang jika hendak bersikap buruk padamu."

Aku mengernyitkan dahi. "Apa, Mas?"

"Jika kamu tidak keberatan, aku akan memberikan uang bulanan dan uang jajan Mama, juga Mawar padamu. Akan lebih baik jika kamu memberikan uang itu pada mereka setiap hari. Harapannya, karena mereka tahu uang yang biasa aku berikan ada padamu, mereka akan bersikap lebih baik. Ya mungkin awalnya kebaikan mereka hanya pura-pura, tapi ... siapa tahu, karena terbiasa berpura-pura baik, mereka akan menjadi baik sungguhan."

Aku bergeming, tetapi mataku mulai membendung air. Aku terharu karena Mas Aji memikirkanku sampai seperti itu. 

"Sayang, kamu ... tidak setuju?"

Aku menggeleng pelan.

"Kalau kamu tidak setuju, tidak apa-apa, aku akan memberikannya seperti biasanya saja."

"Tidak, aku sangat setuju. Terima kasih sudah sangat percaya padaku, Mas." Aku memeluk Mas Aji dan dibalas dengan pelukan erat pula.

Aku tahu saat bangun tidur besok, semua akan menjadi berbeda. Telah tercium aroma peperangan yang sebenarnya.

Aku yakin, sebagaimana yang aku lakukan bersama Mas Aji, saat ini, Mama dan Mawar pun pasti tengah berkonspirasi untuk memberikan perlawanan sengit padaku.

Tidak masalah. Selama Mas Aji menggenggam tanganku erat, serangan seberat apa pun yang akan mereka luncurkan, aku siap melawan dan bahkan memberikan serangan balasan yang lebih ampuh.

Tanpa sadar aku mengembuskan napas panjang dan berkata, "Rasanya sudah tidak sabar untuk memulai peperangan esok hari."

"Apa, Sayang? Perang?" 

"Em ... itu ... anu ... maksudku-"

Belum sampai aku menuntaskan kalimat gagapku, Mas Aji sudah mendorong tubuhku hingga rebah di atas ranjang.

Suamiku tersenyum genit sembari membuka kancing bajunya. "Tenang saja, aku sudah mengunci pintunya. Perang kita mulai sekarang!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Video Mertua Menggosipkanku dalam Acara Keluarga Suamiku    Bab 146

    Mengira Retno akan berbuat macam-macam padanya, jelas Mayang merasa terintimidasi. Wajahnya yang pucat semakin pucat karena takut menantu yang tersakiti akan membalaskan dendam. Keringat sampai keluar membasahi keningnya atas bayangan buruk yang terlintas di kepalanya. Menyadari ekspresi ketakutan yang ditunjukkan mertuanya, Retno bertanya untuk memastikan. "Mama kenapa? Mama takut padaku?" Mayang ingin sekali kabur dari kamarnya, tetapi itu mustahil dilakukan. Jangankan berlari atau beranjak dari ranjang, duduk saja dia tak bisa. "Mama, kata dokter, Mama harus makan dan minum obat teratur. Aku sudah membuat sup ayam kesukaan Mama. Aku akan menyuapi Mama." Retno menyendok sup untuk diberikan pada Mayang. Dia benar-benar membuat Mayang ketakutan karena mengira ada racun atau zat berbahaya dalam sup tersebut. Dalam hati Mayang memaki dirinya sendiri karena memiliki tangan yang tidak berguna. Ingin rasanya Mayang menepis mangkuk di tangan Retno hingga terjatuh dan supnya tumpah semu

  • Video Mertua Menggosipkanku dalam Acara Keluarga Suamiku    Bab 145

    "Halo, dengan siapa ini?""Sa-saya, Paijo Mbak. Itu, sopir barunya Nyonya."Retno mengerutkan kening. "Nyonya?""Anu, itu, maksud saya, Bu Mayang.""Ya, Pak, saya menantunya. Ada apa?" ucap Retno setelah terdiam beberapa saat."Oh, menantunya, bukan anaknya ya. Itu Mbak, Nyonya pingsan. Saya sudah telepon dokter, tapi belum datang. Saya telepon Mbak karena semalam Nyonya sempat minta untuk diteleponkan, tapi tidak jadi. Jika Mbak tidak repot, tolong datang ke rumah Nyonya, ya Mbak.""Aku sudah di depan Pak Paijo. Bapak tunggu di kamar Mama saja."Retno menutup telepon masih dengan jantung berdetak cepat. "Ada apa, Sayang?""Mama pingsan, Mas."Retno dan Aji turun dari mobil mereka yang telah terparkir di halaman rumah Mayang. Aji menggandeng istrinya untuk jalan bersama ke dalam rumah.Namun, saat berada di depan pintu utama, Aji sempat berhenti. Hal buruk yang pernah terjadi di rumah itu terlintas di kepalanya. Bayangan itu buyar setelah dia mendengar suara Retno yang mengajaknya se

  • Video Mertua Menggosipkanku dalam Acara Keluarga Suamiku    Bab 144

    Belum sampai Mawar menuntaskan ucapannya, Retno telah memotong dengan berkata, "Jika aku datang sebagai seorang ibu, aku pasti sudah tertawa melihat orang yang pernah memasukkan obat penggugur kandungan di minumanku dipenjara. Jika aku datang sebagai seorang istri yang hendak dipisahkan dari suaminya dengan intrik menjijikkan, aku pasti menambah penderitaanmu dengan memberikan sumpah serapah bahkan tamparan." Mawar terdiam. Dia jelas masih sangat ingat pada apa yang dilakukan ke Retno. "Apa kamu melihatku melakukan itu?" Mawar masih diam meski dalam hati dia menjawab, 'tidak'. Alih-alih menunjukkan rasa senang atau puas melihat dirinya dipenjara, Mawar justru melihat kecemasan dan kesedihan di wajah kakak iparnya itu, sorot mata dan raut muka yang dia harapkan ditunjukkan Aji kemarin. Retno menghela napas panjang. "Aku tidak akan lupa bahwa suamiku adalah kakakmu. Itu artinya, kamu adikku juga. Walau aku berharap memiliki adik yang lebih baik, aku tidak bisa menolak kekurangan dari

  • Video Mertua Menggosipkanku dalam Acara Keluarga Suamiku    Bab 143

    Setelah semalam Retno berhasil meyakinkan Aji, pagi-pagi sekali keduanya tampak telah meninggalkan rumah. Mereka pergi berdua dengan mengendarai sebuah mobil. Aji sendiri yang menyetir mobil tersebut.Tak lama kemudian mereka sampai di tempat yang dituju. Jika Aji terlihat mengembuskan napas panjang, Retno tampak tersenyum."Ayo kita turun, Mas," ajak Retno sambil memegang tangan Aji yang masih berada di kemudi.Dengan wajah cemas Aji menjawab, "Sayang, aku minta maaf. Tapi tampaknya aku akan menunggumu di sini saja.""Kamu tidak ikut masuk saja, Mas?""Aku sudah bertemu dengannya kemarin. Sampai sekarang aku masih belum bisa melupakan wajahnya. Jadi, aku pikir sebaiknya aku menjaga agar tidak bertemu dengannya lagi untuk sementara waktu sampai ya ... aku merasa siap." Aji memaksa untuk tersenyum.Tepat sekali, Retno dan Aji memang pergi ke kantor polisi tempat di mana Mawar di penjara sementara hingga proses persidangannya dilangsungkan.Meski awalnya Aji mencemaskan Retno jika menem

  • Video Mertua Menggosipkanku dalam Acara Keluarga Suamiku    Bab 142

    Sepulangnya Aji dari kantor polisi, tidak dipungkiri ada keresahan di hatinya. Jika ditanya apakah dia marah dan kecewa pada Mawar atau tidak, jelas sudah jawabannya. Sejatinya Aji begitu murka hingga tangannya bergetar sampai sekarang. Dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran adik perempuannya itu.Tapi, Aji mencoba untuk tidak terlalu pusing akan hal tersebut. Dia hanya ingin fokus pada keluarga kecilnya. Dan untuk itu, Aji akan merahasiakan kabar buruk tentang Mawar dari istrinya. Dia tidak ingin Retno menjadi khawatir karena ini. Bahkan sebelum masalah besar itu menimpa, Retno sudah mencemaskan ibu dan adiknya. Tidak tahu bagaimana perasaan Retno jika Mawar dipenjara karena menjadi pengguna dan pengedar narkoba.‘Aku harus bersikap seolah semua baik-baik saja. Dan keluarga kecilku memang baik-baik saja. Jadi Aji, kamu harus tenang.’ Aji berbicara pada dirinya sendiri tanpa suara. Aji sudah berdiri di depan pintu beberapa menit lalu sekadar untuk menyiapkan diri, supaya Retno ti

  • Video Mertua Menggosipkanku dalam Acara Keluarga Suamiku    Bab 141

    “Tolong Pak, Bu, lepaskan aku. Aku tidak salah. Semua barang haram itu punya pacarku.” Mawar merengek sambil memegangi jeruji besi. Tidak ada respons dari polisi yang berjaga hingga membuat Mawar frustrasi.“Pak, Bu, aku hanya korban. Aku tidak tahu apa-apa. Tolong lepaskan aku.” Dia memohon lagi.“Jangan berisik! Semua bukti sudah jelas. Kamu tidak bisa mengelak lagi. Kamu pasti akan dipenjara. Dan jika kamu tidak kooperatif dengan kami, saya pastikan kamu akan mendapat hukuman lebih lama. Orang-orang sepertimu adalah sampah yang merusak saja!” Polisi wanita yang sejak tadi mencoba tuli, pada akhirnya kehilangan kesabaran juga.“Bagaimana reaksi keluarganya?” tanya polisi lainnya pada polwan itu.“Ibunya tidak bisa datang karena terkena stroke. Menurut penuturan sopirnya, tubuhnya tidak bisa digerakkan, hanya bisa berbicara, itupun tidak jelas.”“Apa?” lirih Mawar mendengar kabar buruk tentang sang mama. Seketika kakinya terasa lemas hingga dia terduduk bersandar di jeruji besi. Bu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status