Share

69. Kabur

Author: Cerita Tina
last update Last Updated: 2025-10-09 10:22:26

Varen menatap bergantian ke arah kedua napi tahanan itu. Lalu tangannya mengambil satu pion putih dari tengah papan. Ia memainkannya di antara jari-jari, pandangannya tajam namun tenang.

“Kalian bermain dengan bagus,” katanya pelan. “Tapi ingat, permainan ini belum selesai.”

Sopir berkumis menelan ludah. “Kami nggak buka mulut, Pak. Kami tahu aturan.”

Varen menatapnya datar. “Bagus. Tetap seperti itu.”

Ia meletakkan pion itu kembali ke papan, lalu menggesernya satu langkah ke depan hingga memojokkan raja hitam.

“Skatmat,” ucapnya ringan, bibirnya terangkat dalam senyum miring.

Sopir satunya menatap Lino dan Radit bergantian, menyadari bahwa ini bukan kunjungan biasa.

Lino menatap datar. “Kalian pikir siapa yang memastikan kalian dapat ruang nyaman di sini? Siapa yang buat kasus kalian nggak berat?”

Mereka sadar, kalau Varen adalah kepercayaan dari bos besar. Sopir yang berkumis mencoba bersikap tenang, tapi tangannya sedikit gemetar saat memegang bidak.

“Kami tidak pernah ngomong ap
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Vonis Cinta Sang Hakim   69. Kabur

    Varen menatap bergantian ke arah kedua napi tahanan itu. Lalu tangannya mengambil satu pion putih dari tengah papan. Ia memainkannya di antara jari-jari, pandangannya tajam namun tenang.“Kalian bermain dengan bagus,” katanya pelan. “Tapi ingat, permainan ini belum selesai.”Sopir berkumis menelan ludah. “Kami nggak buka mulut, Pak. Kami tahu aturan.”Varen menatapnya datar. “Bagus. Tetap seperti itu.”Ia meletakkan pion itu kembali ke papan, lalu menggesernya satu langkah ke depan hingga memojokkan raja hitam.“Skatmat,” ucapnya ringan, bibirnya terangkat dalam senyum miring. Sopir satunya menatap Lino dan Radit bergantian, menyadari bahwa ini bukan kunjungan biasa.Lino menatap datar. “Kalian pikir siapa yang memastikan kalian dapat ruang nyaman di sini? Siapa yang buat kasus kalian nggak berat?”Mereka sadar, kalau Varen adalah kepercayaan dari bos besar. Sopir yang berkumis mencoba bersikap tenang, tapi tangannya sedikit gemetar saat memegang bidak. “Kami tidak pernah ngomong ap

  • Vonis Cinta Sang Hakim   68. Tutup Mulut

    Beberapa hari kemudian. Sepulang kerja, Varen mengajak rekan kantornya bertemu diam-diam. Varen tiba di kafe yang tenang di dekat gedung pengadilan. Hakim Surya seniornya sudah duduk di pojok ruangan dengan secangkir kopi didepannya.“Jarang kau ajak aku bertemu di luar jam kerja,” ujar Surya sambil melirik jam tangannya.Varen tersenyum tipis, lalu duduk berhadapan. “Saya tidak mau membicarakan ini di kantor. Terlalu banyak telinga di sana.”Surya hanya mengangkat alis, menunggu.Varen meletakkan map tipis di atas meja. “Besok, sidang Pak Jaya akan jadi perhatian media. Saya ingin kita selesaikan dengan tenang. Pak Jaya tidak akan naik banding, dia siap menerima putusan. Tapi saya berharap para sopir yang terlibat diberi hukuman ringan saja.”Surya memandangnya lekat. “Dan yang lain? Bukti tentang pejabat yang disebut di berkas?”Varen mencondongkan tubuhnya sedikit, menurunkan suara. “Tidak perlu jadi sorotan. Tidak ada gunanya membuka lebih lebar. Yang kita perlukan hanyalah penyel

  • Vonis Cinta Sang Hakim   67. Titik Terang

    Varen yang dulu sempat membenci apapun tentang Fidesha transport, akhirnya mencoba mengerti. Radit menahan napas mendengar pengakuan itu. “Berarti semua tuduhan yang dilayangkan ke Fidesha selama ini tidak benar.” “Betul,” sahut Pak Jaya, suaranya bergetar. “Orang-orang saya tidak bersalah. Tapi citra kami hancur. Saya sudah tak sanggup melihat usaha ini jadi ladang kejahatan. Karena itu saya buat laporan. Tapi saat ancaman makin nyata, saya takut. Sekarang saya pikir, saya tak bisa diam lagi. Saya tidak mau ada korban berikutnya.” Varen menarik napas panjang, "Apa anda tahu Kakak saya dan suaminya adalah salah satu korban dari truk Bapak " Ucap Varen bergetar. Pak Jaya sangat kaget mendengar itu. Memang benar korban terakhir dari kecelakaan truknya adalah sepasang suami istri. Tangisnya langsung pecah. Ia bergerak dari kursinya dengan posisi lutut menyentuh lantai. "Aku memohon maaf sebesar-besarnya. Aku harus apa untuk bisa menebus sedikit dari kesalahan itu?" Ucapnya lirih s

  • Vonis Cinta Sang Hakim   66. Menyusuri

    Menjelang siang, aroma masakan yang ditata Viona memenuhi meja makan. Mangkok sup terlihat mengepul. Suara orang-orang yang baru bangun mulai terdengar. Mayang mengeliat dan duduk diatas sofabed. Ia perlahan menurunkan kaki ke lantai. Namun ia kaget ketika merasakan sesuatu yang aneh dan hangat di bawah telapak kakinya. Dengan refleks, Mayang menunduk. Astaga. Yang ia injak ternyata adalah lengan Radit, yang entah sejak kapan tertidur di samping sofa beralaskan karpet tipis. “Ya ampun." Mayang buru-buru menutup mulut agar tidak berteriak. Jantungnya berdegup kencang. Wajahnya memanas. Ia memperhatikan Radit yang masih terlelap, napasnya teratur. Wajah Radit yang tertidur terlihat tegas. Tanpa sadar Mayang bergumam pelan, “Bahkan saat tidur pun dia tetap tampan.” "Tunggu, jangan-jangan dia sempat lihat aku tidur? Aduh, gawat! Apa aku ngiler semalam? Ya ampun. Kalau dia lihat, gimana coba. Jangan-jangan dia ilfeel.” Gumamnya lagi.. Mayang memeluk bantal, menutup wajahnya yang

  • Vonis Cinta Sang Hakim   65. Tak Berbekas

    Menjelang fajar, langit masih gelap dan jalanan terasa lengang. Mobil yang ditumpangi Varen dan teman-temannya melaju pelan meninggalkan halaman hotel. Begitu sampai di luar, udara terasa dingin. Radit menarik resleting jaketnya hingga menutup leher. Varen menepuk-nepuk bahunya yang kaku, matanya menyapu jalanan kosong di sekitar. Mereka memutuskan berhenti sebentar di depan minimarket mini untuk bercengkrama, sekadar menunggu kantuk reda.Varen merapikan kerah kemejanya. Saat itu ia baru menyadari bau yang menempel di tubuhnya begitu menyengat. Campuran alkohol yang tumpah di lengan bajunya dan aroma asap rokok yang tertinggal di serat kain. Rasanya lengket, seperti menempel di kulit dan sulit dihapus meskipun ia sudah beberapa kali mengibaskan kerahnya.Lino berinisiatif mengantar Tari pulang ke rumahnya. Meninggalkan Varen dan Radit berdua. Radit menyelutuk, "Ren, tidak apa-apa pulang begitu?, baumu sangat menyengat." Varen menggaruk tengkuknya, "Istriku bisa curiga, belakangan i

  • Vonis Cinta Sang Hakim   64. Deep Talk

    Sementara itu, di rumah Viona. Mayang masih semangat bernyanyi karaoke. Suaranya terdengar sampai ke lorong kamar. Theo yang sedang bermain di kamarnya keluar sambil mengerutkan kening. Ia berjalan kecil mendekati Mayang. “Tante May, berisik!” keluhnya kesal. Rio dan Viona yang sedang duduk di ruang tamu ikut tertawa melihatnya. “Cukup, Kak. Telingaku hampir berdarah,” sindir Rio sambil menutup telinganya pura-pura kesakitan. Mayang langsung menghentikan nyanyiannya dan berekspresi manyun. “Kalian ini kurang asik. Tak bisakah kita bersenang-senang sebentar?” protesnya. Viona tertawa kecil sambil menggeleng. “Tidak ada yang larang May, tapi kecilin volumenya. Gelasku sampai bergetar." Mayang hanya terkekeh. Musik masih mengalun dari speaker, minuman dingin dan makanan ringan memenuhi meja depan mereka. Theo berlarian kesana-kemari dengan tawa riangnya, sesekali digendong Rio dengan gaya pesawat terbang hingga bocah itu menjerit kegirangan. Mayang duduk di sofa sambil mem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status