Share

6. PERNAH TIDUR BARENG

Hari ini, Venus berulang tahun.

Berkat bantuan Liliana dan Adhiguna, Suci kini sudah berada di apartemen Venus tanpa sepengetahuan pemiliknya.

Suci hendak membuat surprise untuk Venus.

Dan semua ide ini bermula dari Liliana dan Adhiguna sendiri.

Setelah mengantar Suci ke apartemen sang anak, lalu Liliana membantu Suci memasak sejenak, kedua orang tua itu pun pamit pada Suci sebab sore ini mereka harus kembali terbang ke Swiss untuk melanjutkan pengobatan yang dijalani Liliana.

"Kenapa sih Mama harus pergi lagi? Kenapa Mama tidak menjalani pengobatan di Indonesia saja Ma?" ucap Suci dengan bibir cemberut.

"Sayang, Mama melakukan ini semata-mata karena Mama ingin hidup lebih lama lagi, semua Mama lakukan demi kamu dan Venus, karena pengobatan di sana lebih bagus, lebih canggih. Mama nggak mau melewati masa-masa emas sebagai seorang nenek di mana Mama harus terbaring di tempat tidur tanpa bisa ikut menimang cucu-cucu Mama nanti," jawab Liliana dengan sikap lembutnya.

Suci mengesah berat. Baru saja beberapa hari indah terlewati dengan keberadaan sang Mama, tapi kini Suci harus kembali berpisah dengan Liliana.

"Mamakan cuma sebentar di Swiss, nanti menjelang hari pernikahanmu dengan Venus, Mama dan Papa ke Jakarta lagi," Liliana mencoba menghibur Suci.

Suci mengangguk pasrah. Dia membalas pelukan Liliana sama erat.

Setelah kedua orang tua angkatnya itu berpamitan, Suci kini berada sendirian di dalam apartemen mewah milik calon suaminya.

Suci merasa asing dengan tempat itu karena memang ini pertama kalinya dia datang ke sini.

Setelah memastikan semua masakan terhidang rapi di atas meja makan, Suci hendak melepas celemeknya untuk mencuci tangan, tapi, dia urung melakukannya karena detik itu juga Suci mendengar suara pintu apartemen yang terbuka.

Suci buru-buru merapikan sedikit penampilannya, rambutnya dan pakaiannya. Sepertinya Venus sudah pulang, Suci akan menyambutnya.

Dengan langkah pelan dan bantuan tongkat di tangan, Suci melangkah ke luar dari dapur.

"Mas... Mas Venus? Itu kamu kan? Kamu sudah pulang Mas?" sapa Suci sambil meraba dinding. Langkahnya terhenti di ambang pintu pembatas antara meja makan dengan ruang TV.

"Oh, Suci? Lo di sini?" ucap sebuah suara dengan nada kaget.

Mendengar suara itu, Suci pun dibuatnya sama kaget. Sebab itu bukan suara Venus, melainkan suara seorang wanita asing yang tidak dia kenal.

"Ya, saya Suci. Kamu siapa?" tanya Suci dengan suara yang sedikit bergetar. Entah kenapa perasaannya mendadak tidak enak.

"Oh, kenalin gue Hanni, gue temennya Venus," wanita bernama Hanni itu berjalan mendekati Suci dan menjabat tangan Suci.

"Oh..." gumam Suci pelan. Sangat pelan.

Hanni tahu, dari ekspresinya sepertinya Suci cukup syok mendapati dirinya masuk secara tiba-tiba ke apartemen Venus bahkan di saat laki-laki itu tidak ada.

Wajar sih, calon istri mana yang tidak curiga jika memergoki ada wanita lain masuk ke apartemen calon suaminya? Pikir Hanni membatin.

Wanita itu diam-diam menyeringai. Seperti sedang menertawakan nasib Suci yang malang.

"Udah, santai aja, nggak usah kaku begitu. Anggap aja rumah sendiri. Gue juga cuma mampir sebentar aja kok ke sini, mau ambil baju," ucap Hanni setelahnya. Wanita itu masuk ke dalam kamarnya, meninggalkan Suci yang terdiam membisu.

Mengambil baju?

Kalau memang cuma teman dekat, lalu kenapa dia bisa seleluasa itu masuk ke apartemen Mas Venus saat apartemen ini kosong?

Apa itu artinya dia juga memiliki kunci serep apartemen ini?

Atau memang dia juga tinggal di sini?

Berbagai pertanyaan hinggap dalam benak Suci.

"Maaf sebelumnya, kamu kenapa bisa masuk? Memangnya, kamu punya kunci apartemen ini?" tanya Suci memberanikan diri. Bagaimana pun dia berhak tahu.

Saat itu, Hanni baru saja keluar dari kamar sambil menenteng tas ransel berukuran sedang berisi pakaiannya.

"Loh, emangnya Venus belum cerita? Udah dua minggu gue tinggal menumpang di sini, kebetulan kan kamar di apartemen ini ada dua," jawab Hanni dengan entengnya.

Perasaan Suci semakin tidak karuan. "Tapi, Mas Venus nggak pernah cerita tentang kamu."

Hanni tersenyum tipis. "Oh begitu?" gumam Hanni memperdengarkan suaranya yang seperti orang terkejut.

Hanni berjalan ke arah meja makan, melewati tempat Suci berdiri. Wanita berambut coklat maroon itu menuang segelas air putih untuk dia minum.

"Gue lagi ada masalah keluarga, terus kabur dari rumah. Berhubung gue nggak bawa apa-apa pas gue kabur, jadi gue minta bantuan Venus buat nampung gue di apartemennya untuk sementara," tutur Hanni menjelaskan apa yang memang baru saja dia alami akhir-akhir ini.

Wanita itu menduduki salah satu kursi di meja makan. Kedua bola matanya membulat ketika mendapati begitu banyak masakan lezat terhidang di sana.

"Ini semua lo yang masak?" tanya Hanni seolah tak yakin.

Suci tersenyum tipis. "Kalau kamu mau, makan saja, tapi nasinya belum matang."

Hanni tersenyum miring. "Nggak salah deh Venus cari calon istri, ya walau pun buta, seenggaknya lo masih bisa ngurusin Venus nantinya, secara lo pinter masak."

Suci merasa dadanya sesak saat kata 'Buta' terlontar begitu saja dari mulut Hanni. Tampaknya, Hanni itu orangnya sangat blak-blakan.

Suci hanya diam. Dia berlalu melewati Hanni di meja makan sambil melepas celemeknya.

Suci mencuci tangan di wastafel.

Hanni masih asik menikmati hidangan di meja makan itu ketika Suci kembali dari dapur.

Suci duduk di salah satu kursi di meja makan tak jauh dari Hanni.

Hanni cuek saja dengan keberadaan Suci, toh Suci tidak bisa melihat apa yang kini sedang dia lakukan, pikir Hanni.

"Kamu sudah lama kenal dengan Mas Venus?" tanya Suci tiba-tiba.

Hanni mengunyah makanan di mulutnya dan menelannya bulat-bulat. "Ya lumayanlah," jawab Hanni acuh.

"Teman kuliah, atau teman satu kantor?"

"Gue ketemu Venus di Club malam beberapa tahun yang lalu, waktu itu Venus lagi mabuk, terus curhat sama gue, katanya dia lagi kesel sama cewek belagu yang udah nolak dia. Dia mau buat pelajaran ke cewek itu dengan memperkosa tuh cewek tapi sayangnya rencana dia gagal," cerita Hanni apa adanya. Hanni memandang Suci lekat, sekadar ingin tahu bagaimana ekspresi Suci setelah mendengar cerita itu.

Hanni bisa menebak sepertinya Suci kaget, meski perempuan itu berusaha menutupinya.

"Apa sebegitu buruk kelakuan Mas Venus selama ini?" tanya Suci setelah dia terdiam cukup lama. Entah kenapa, pikirannya mendadak aneh.

"Ya itulah Venus. Ada baiknya lo mempertimbangkan matang-matang niat lo untuk menikah sama dia. Venus itu nggak cocok sama lo," kata Hanni lagi, mengompori.

Kenapa dia mengatakan semua ini padaku?

Apa maksudnya?

Apa mungkin dia menyukai Mas Venus sehingga malah menjelek-jelekkan Mas Venus di hadapanku supaya aku membatalkan pernikahanku dengan Mas Venus?

Lagi-lagi, Suci hanya bisa berasumsi.

"Ini pertanyaan terakhir," ucap Suci lagi. Suaranya terdengar bergetar. Suci menelan salivanya yang mendadak pahit.

Hanni menunggu pertanyaan lanjutan dari Suci dengan sabar. Gayanya yang cuek tampak santai dengan satu kaki yang terangkat di kursi.

"Sedekat apa hubungan kalian sampai bisa tinggal bersama selama ini?" tanya Suci lagi menyudahi interogasinya.

Hanni menyudahi makannya. Dia mengelap mulutnya dengan tissue.

"Yakin lo mau tau?" tanya Hanni balik. Sepulas senyum miring terbit di wajah cantiknya.

Suci mengangguk yakin.

Hanni bangkit dari duduknya, menghampiri Suci dan mengambil posisi berdiri membungkuk di belakang Suci, mendekatkan bibirnya ke arah telinga Suci.

"Gue sama Venus, udah pernah tidur bareng..." bisik Hanni kemudian.

Mendengar pengakuan Hanni, mendadak, tubuh Suci membeku di tempat.

*****

Jangan lupa tinggalkan jejak, vote dan komentarnya ya...

Salam Herofah...

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Herofah
Dikuncinya dr mulai bab 12 ya Kakak ......
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
hadehhh harus beli koin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status