Home / Rumah Tangga / WANITA RAHASIA SUAMIKU / Flashback pertemuanku dengan Mas Rafael dulu

Share

Flashback pertemuanku dengan Mas Rafael dulu

Author: Nona Masha
last update Huling Na-update: 2021-09-29 18:17:46

Aku mencoba memejamkan mataku, tidur dengan posisi memunggunginya, untung saja dia sudah terlelap duluan. Terdengar dengkuran halus dari hidungnya, bersahut-sahutan dengan detak jam di dinding kamar yang baru kutempati. Entah mengapa, rasa kantuk masih belum juga menghampiriku.

Tiba-tiba saja aku teringat quotes dari Benjamin Franklin yang mengatakan: "Bukalah matamu lebar-lebar sebelum pernikahan, dan setengah tertutup sesudahnya."

Aku menyesal, kenapa baru sekarang aku menyadari hal tersebut.

Aku memang terlalu bodoh, karena termakan sikap baik dan tutur manisnya padaku. Sebelum menerima lamarannya dulu, semestinya aku harus mencari tahu bibit, bobot, dan bebetnya. Ya, tiga kata yang selalu papa ingatkan padaku dulu, bila waktunya tiba untuk menemukan pendamping hidup. 

Papa selalu mengingatkanku untuk tidak tertipu tampan dan  mulut manis lelaki. Akan tetapi, besarnya rasa suka dan cintaku pada Mas Rafael kala itu, bahkan menutup mata dan telingaku untuk mendengar nasihat dari papa. Penyesalan dan rasa sakit itu kembali menyelimuti hatiku.

Seketika hatiku terasa perih mengingat setiap kenangan dulu bersama Mas Rafael, moment-moment yang membuatku dimabuk asmara, sampai merasa bahwa aku adalah satu-satunya bidadari di hatinya. Bagaimana tidak, lelaki itu tuturnya begitu lembut, perhatian, dan sangat romantis padaku. Setiap kata-kata gombalan dan kalimat yang berisi rayuan yang dia ucapkan padaku, ibarat candu yang sering membuatku merindu, untuk terus berada  di dekatnya. 

Bahkan 2 bulan setelah mengenalnya, aku menyuruhnya untuk melamarku kepada kedua orang tuaku, meski kala itu papaku sangat menentang hubungan kami, dan sangat susah mendapat restu darinya untuk menyetujui lamaran Mas Rafael. 

Memori di otakku  kembali menayangkan bagaimana manisnya pertemuanku dulu dengan Mas Rafael. Jika dulu, saat aku mengingat-ngingatnya, membuatku sering senyum-senyum sendiri. Ibarat pertemuan cinta dua sejoli di sinetron-sinetron FTV ataupun bahkan di kisah cinta novel-novel romansa yang pernah aku baca.

Pertemuan kami pertama kalinya berawal ketika ban mobilku yang tiba-tiba meletus di tengah jalan, saat aku hendak ke pesta ulangtahun temanku. Aku kaget bukan kepalang, karna mobilku nyaris ditabrak dari belakang oleh sebuah mobil rush warna hitam keluaran terbaru.

Pengemudi di mobil tersebut keluar, lalu menghampiriku, sambil mengetok pintu mobilku, bersamaan dengan suara klakson yang bertubi-tubi dari kendaraan lain, yang mengantri panjang di belakang mobil Rush hitam dibelakang mobil kami.

Aku yang masih shock, mencoba mengumpulkan sisa-sisa kesadaranku, sebelum akhirnya membuka kaca mobil jendela di samping  setir kemudi yang ku pegang.

"Mbak ... ada masalah apa dengan mobilnya, kok tiba-tiba mogok gitu di tengah jalan?" tanya Mas Rafael kala itu padaku.

Ketika melihatnya, membuat perhatianku teralihkan, pada sepasang matanya yang dalam menatapku dengan tajam. Hal itu membuatku kikuk dan berdebar-debar tak biasa.

"Eh, ini, Mas, kayaknya ban saya meletus." jawabku asal.

"Hah, meletus? Balon hijau kali. Ini namanya pecah, Mbak," ujarnya padaku.

Dan seketika pipi ini merah menahan malu.

"Mbak punya ban cadangan, nggak?" tanyanya padaku.

"Ada, Mas, cuman aku gak bisa ganti." 

"Ya sudah, tepikan dulu mobilnya, ntar biar Mas bantuin kamu ganti bannya," ucapnya padaku menawarkan bantuan.

Aku hanya mengangguk, sambil melempar senyum padanya, sebelum akhirnya lelaki itu kembali ke mobilnya. Lalu aku menepikan mobilku di pinggir jalan, untuk menghindari amukan klakson massa yang membuat gendang telingaku nyaris sobek.

Tak lama setelah aku menepikan mobil, mobil Mas Rafael juga berhenti dan parkir di belakangku. Ia mengeluarkan peralatan-peralatan yang dibutuhkan untuk mengganti ban sialan yang pecah tak lihat waktu dan tempat tersebut.

Ada debar-debaran tak karuan di dada, ketika memerhatikan dia mengganti ban mobil tersebut. Dadanya yang bidang, matanya yang tajam, otot-otot lengannya yang kekar, terlihat samar-samar di lengan bajunya yang slim fit itu. Apalagi, sesekali ia melirik dan melempar senyum ke arahku, membuatnya begitu sangat mempesona di mataku.

Tiga puluh menit berlalu, dan akhirnya selesai juga ban mobilku dia ganti. Tak lupa aku mengucapkan terima kasih padanya, dan menjabat tangannya sebagai tanda perkenalan dariku. "Alena Alysia. Panggil aja Alena."

"Rafael," balasnya singkat memperkenalkan namanya, sambil tersenyum dan menggenggam erat tanganku.

Seketika aku merasakan ada desiran halus di dadaku.  Sesuatu yang mengalir di dalam darahku menuju hatiku. Apakah mungkin ia telah mentransfer signal berbentuk hati lewat tanganku? Agar aku bisa terpesona oleh tebaran senyumnya itu.

Ah, tiba-tiba aku merasakan ada banyak gambar berbentuk hati berwarna maroon sedang bertebaran di kepalaku. Duh, apakah mungkin inikah yang dinamakan jatuh cinta pada pandangan pertama?

***

Sejak pertemuan hari itu, aku berharap bisa kembali lagi bertemu dengan dia, dan bisa bertukar nomor dengannya. Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Baru saja aku mengkhayal bisa bertemu dengannya, eh, aku malah dikejutkan olehnya.

"Mikirin apa sih, Mbak. Melamun, ya? Masih ingat aku, nggak?" bisiknya ditelingaku.

Seketika mataku berkedip cepat, mengikuti irama nadiku yang tak beraturan. Menarik nafas sejenak, lalu mengembuskannya, sebelum akhirnya aku menjawab obrolannya barusan.

Pertemuan yang tak disengaja itu, berlokasi tepatnya di sebuah BANK milik swasta di kotaku.

"Eh, iya mikirin kamu." Kalimat yang  spontan keluar dari mulutku.

"Masa iya?" jawabnya sambil tersenyum menatapku.

 

Tuh, kan, jadi geer akunya dibikin begitu, jadi kesemsem. Duh, Mas, gantengnya kelewatan. Pakai pelet apa sih kamu sebegitu memikatnya di hatiku.

"Ehmm ... ini aku sedang mengurus berkas-berkas  untuk pembukaan rekening depositoku," jawabku padanya.

"Sini, aku bantu biar cepat," tawarnya padaku.

"Emang masnya kerja di sini?" tanyaku padanya.

"Iya, aku kerja di sini sebagai bagian marketing," akunya padaku saat itu.

Meski setelah sebulan berkenalan dengannya, barulah aku tahu bahwa ia bukanlah bagian marketing di BANK tersebut. Namun, jabatannya ialah sebagai Pimpinan Cabang di BANK tersebut. Sejak saat itu, hubungan dan komunikasiku dengan Mas Rafael semakin akrab saja.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • WANITA RAHASIA SUAMIKU   Papa Masuk Rumah Sakit

    Segera ku pesan taxi online, menuju ke rumah sakit cinta kasih tempat dimana papa dibawa. Segala pikiran berkecamuk dalam dada. Bagaimana bila semua tidak baik-baik saja.Tiga puluh menit dalam perjalanan akhirnya aku sampai juga. Untung saja jarak antara Laboratorium pelangi dan rumah sakit cinta kasih tidak begitu jauh.Setelah membayar taxi online tadi aku segera menelepon mama, untuk menanyakan dimana mereka berada."Halo, Ma. Aku udah sampai nih di rumah sakit," kataku pada mama lewat telepon sembari berjalan menuju tempat resepsionis."Kita di IGD, Nak," jawab mama lemah.Setelah bertanya pada bagian resepsionis arah ruangan UGD, aku berjalan cepat menuju ruang IGD tersebut.Dari jauh aku melihat mama yang tengah memeluk papa sambil menangis terisak-isak. Aku segera berlari berhambur ke pelukan mama. Tak terasa air mata jatuh dipelupuk mata, semakin lama semakin deras tak terbendung lagi. kugenggam erat tangan mama, mencoba memberinya kekuatan, lidah dan mulutku kelu tak mampu b

  • WANITA RAHASIA SUAMIKU   Dokter Cheloz

    Dua minggu setelah aku membawa rambut dan liur Mas Rafael dan Jay ke Laboratorium Pelangi, kini aku kembali lagi mendatangi tempat ini sendiri tanpa ditemani Vika.Aku keluar rumah tanpa sepengetahuan Mas Rafael. Ia sedang ada meeting penting pagi ini di kantornya. Desi juga sedang tidak ada di rumah. Dan saat pergi, aku memberi alasan pada Bik Ijah bahwa aku sebentar mau ke mall bersama Vika.Perasaanku campur aduk duduk di Klinik ini. Menunggu sesuatu yang hasilnya membuat perasaanku deg-degan tak beraturan. Seorang analis kesehatan yang menerima sampel itu dua minggu yang lalu dariku menyuruhku untuk agak sedikit sabar sebentar menunggu giliranku dipanggil.Untuk membunuh kebosanan, aku membuka wo tv, dan menonton drama layangan pedot yang tengah viral. Terbawa perasaan menonton film tersebut, tepat saat episod satunya berakhir, tiba-tiba seorang perawat memanggil namaku, dan menyuruhku untuk masuk ke ruangan dokter.Segera ku masukkan ponselku ke dalam tas. gegas aku melangkah ma

  • WANITA RAHASIA SUAMIKU   perusahaan papa

    Pulang dari laboratorium pelangi, aku mengajak Vika untuk pergi ke rumah papa mamaku. Rinduku sudah menggunung pada mereka. Kesibukan Mas Rafael membuat kami susah mengatur jadwal untuk sekedar menjenguk kedua orangtuaku tersebut. Sudah hampir empat bulan aku tidak pulang ke rumah ini. Kondisi pagar rumah tertutup, tetapi belum digembok. Aku membuka pagar pelan-pelan agar sampai tidak ketahuan, karena ingin memberi kejutan kepada papa mama. Vika mengikutiku memasuki pekarangan rumahku istanaku ini yang sudah empat bulan tak kukunjungi. Rumah terasa sepi, tak seperti biasanya akan ada satpam yang berjaga-jaga di pos satpam. Bunga-bunga mama di taman juga terlihat tidak begitu terurus. Aku menekan bel rumah berkali-kali tanpa mengucapkan salam. Sengajaku agar kedatanganku adalah surprise untuk papa dan mama. Selang lima belas menit terdengar sahutan. Pintu dibuka oleh mama. Mama sangat terkejut melihat kedatanganku, segera aku berhambur ke dalam pelukan mama. Mama mengecupku berkali-

  • WANITA RAHASIA SUAMIKU   Menunggu Hasil Tes DNA

    Entah apa yang membuat hatiku agak sedikit bahagia hari ini. Kupoles makeup tipis di wajahku. Kelihatan natural seperti tidak memakai apa-apa. Ya, gayaku memang begitu adanya. Aku tersenyum mengamati wajahku di cermin, berjanji pada hatiku untuk menemukan titik terang antara Jay, Rafael, Steven dan Desi. Segera aku mengambil tasku, kuperiksa semua isinya apakah masih aman, terlebih-lebih sampel DNA Mas Rafael dan Jay yang telah kuambil itu. Hari ini aku berencana akan pergi ke laboratorium pelangi ditemani oleh Vika. “Mas, aku mau keluar dulu ya, mau jalan sama Vika,” ujarku pada suamiku yang tengah mandi di kamar mandi Tiba-tiba Mas Rafael membuka pintu kamar mandi, aku tersentak kaget melihatnya tidak memakai apa-apa. Spontan aku menutup wajah dengan kedua tangan. “Loh, kenapa kamu takut, bukannya kamu udah lihat semuanya?” godanya padaku. Tak kusahut ucapannya. Aku membalikkan badan dan meninggalkannya. “Aku mau keluar bareng Vika, mau refreshing.” Aku setengah berteriak mengat

  • WANITA RAHASIA SUAMIKU   Sampel untuk tes DNA suamiku

    Malam ini suamiku agak lama pulang karena lembur seperti katanya tadi saat meneleponnya, aku memilih untuk tidur duluan tanpa menunggunya, sementara di luar angin kencang, dan suara petir yang bersahut-sahutan dengan air hujan yang jatuh tak mengenal waktu dan tempat tersebut.Aku terus mencoba memejamkan mataku meski terasa susah karena perasaan takut dengan suasana hujan yang terasa mencekam, apalagi tak lama setelahnya lampu ikut-ikutan padam, sungguh membuat keadaan tampak semakin menyeramkan.Saat kantuk mulai menjalari diriku, mataku mulai terasa berat. Barang lima menit aku mulai terltidur, terdengar suara ketukan di depan pintu kamar kami. Seperti yang bermimpi, terdengar seperti suara Mas Rafael.“Alena, Lena ... buka pintunya.”Aku membuka mata, dan masih bergeming, rasanya berat sekali menggerakkan tubuhku untuk sekedar berjalan dan membukakan pintu untuknya.Aku masih mengucek-ngucek mata ketika teleponku berdering. Telepon

  • WANITA RAHASIA SUAMIKU   Steven dan Jay mirip

    Siang ini Jay pulang sekolah dijemput oleh Steven. Ketika keduanya memasuki rumah membuat perasaan curiga dan penasaranku muncul. Jika diperhatikan dengan seksama keduanya sangat mirip bagai pinang dibelah dua. Hanya kelihatannya Jay adalah versi kecil dari Steven. Untuk mengobati rasa penasaranku, aku berencana untuk melakukan tes DNA Jay dan suamiku apakah benar bahwa Jay adalah anaknya dari hasil hubungannya dengan Desi di masa lalu.Satu jam setelah mengantar Jay, Steven pamitan untuk pulang ke tempatnya. Hatiku tak tahan untuk menanyai masa lalu dan hubungannya dengan Desi.“Steven ...!” panggilku tatkala Steven hendak keluar rumah. Dia membalikkan badan melihat ke arahku.“Ya?” ucapnya.“Em, Aku mau nanya sesuatu,” kataku berusaha menahan diri, agar bicaraku tak membuatnya curiga.“Apa itu?” tanyanya sambil berjalan dan mengambil kursi tepat di hadapanku.“E–ehm, mau nanya aja

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status