"Hei! Hei! Tidak bisa begitu. Jangan bicara seperti itu, aku tidak ingin putus denganmu."
Azka protes dengan menahan tangan Ayana begitu cepat sebelum kekasihnya itu pergi dari hadapannya. Azka bertanya-tanya di dalam hatinya, mengapa Ayana begitu mudah mengatakan perpisahan setelah apa yang telah mereka berdua lalui selama ini?
"Lepas! Sebaiknya kamu pulang saja sekarang, aku harus segera pergi bekerja."
Azka menggelengkan kepalanya dengan cepat, seolah tubuhnya sudah menjawab untuk menanggapi perintah Ayana.
Ucapan Ayana terdengar sangat dingin sekali, sepertinya Ayana benar-benar sedang bicara serius. Tapi memutuskan hubungan dengan Azka tidak akan semudah itu karena pria berahang tegas itu begitu mencintai Ayana.
"Kita belum selesai bicara, kamu tidak boleh pergi!"
"Tapi ini sudah siang, aku akan dimarahi Bu Gita jika datang terlambat. Lagi pula tidak ada yang harus di bicarakan lagi, kita sudah selesai, Azka."
Alasan yang kurang baik yang di lakukan oleh Ayana sekarang ini, Azka sangat tidak suka dengan keadaan mereka sekarang ini.
"Kita tidak akan pernah selesai, aku akan memberi kamu waktu untuk menjernihkan pikiranmu. Setelah itu, kita bicara lagi."
Setelah mengatakan itu Azka meninggalkan Ayana begitu saja. Azka yakin, ini bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan semuanya kepada Ayana karena gadis cantik itu sedang di atas puncak emosinya. Masalah ini harus di bicarakan dengan kepala dingin, itulah yang dipikirkan oleh Azka sekarang ini.
Percuma juga jika Azka bicara karena Ayana pasti tidak akan percaya, Ayana hanya bisa menghela nafasnya disaat punggung tegap kekasihnya itu pergi dan perlahan menghilang dibalik pintu.
Kacau!
Semuanya kacau, perasaan Ayana sangat kacau dan berantakan. Dan entah mengapa, hati dan tubuhnya sangat bergetar disaat Azka sudah hilang dari pandangannya. Dadanya terasa sesak sekali, Ayana kini berjongkok di lantai rumahnya.Air hangat yang ada di gelas bahkan belum di berikan kepada Azka, kini Ayana hanya bisa menatap gelas itu dengan air mata yang perlahan turun begitu saja. Sebenarnya Ayana sudah berusaha menahannya tapi nyatanya dia tidak sanggup.
***
Hari ini Ayana bekerja dengan kurang fokus hingga dia harus memecahkan sebuah gelas di dapur perusahaan.
PRANGKK
"Astaga! Ada apa denganku? Ayana fokuslah!"
Ayana benar-benar dalam mood yang kacau, perkerjaannya pun berantakan karena dia terus memikirkan apa yang seharusnya tidak dia pikirkan ketika dia sedang bekerja.
"Akh!" Teriak Ayana yang terkejut saat sebuah pecahan kaca menancap di telunjuknya.
Tiba-tiba saja Ayana menangis, bukan karena sakit di telunjuknya! Tapi karena perasan kacau dan sesak yang ada di hatinya tidak dapat dia bendung lagi. Ayana hanya ingin menangis dan terus menangisi dirinya sendiri.
Tidak berbeda jauh dengan Ayana, Azka yang kini ada diruangan meeting hanya bisa menatap lurus kedepan tanpa memperhatikan presentasi dari rekan kerjanya.
Ajakan putus dari kekasihnya lebih mendominasi pikirannya untuk sekarang, untung saja tidak ada yang curiga sama sekali karena sekertaris Azka yang mengambil delapan puluh persen keputusan Azka di saat Bosnya itu malah pergi meninggalkan ruang meeting lebih dulu.
"Pak Azka sedang tidak sehat, mohon pengertiannya. Silahkan dilanjutkan saja!" Ucap sekertaris Azka yang sedikit panik dengan kepergian Azka yang begitu saja.
Azka tidak bisa fokus bekerja jika otak dan hatinya sedang berperang, di satu sisi Azka merasa tertekan dengan keinginan Ayahnya namun disisi lain Azka tidak ingin mengakhiri hubungannya dengan Ayana.
Dia harus mempertahankan Ayana apapun yang terjadi, Azka ingin terus bersama Ayana, wanita yang dicintainya. Pernikahan dengan Aura bahkan tidak pernah terlintas di pikiran Azka selama ini.
"Sial, kepalaku rasanya akan meledak."
Itulah ucapan frustasi dari Azka, Azka kini hanya berjalan menelusuri lorong untuk kembali ke ruangannya. Baru kali ini Azka merasa tidak ingin bekerja dan daya tahan tubuhnya seolah di sedot seluruhnya.
Atau mungkin efek mabuknya masih terasa hingga dia merasa sedikit tidak enak badan seharian ini.
Azka menghentikan langkahnya ketika melihat Ayana baru saja menutup pintu ruangan tim pemasaran dengan nampan yang ada di tangannya, sepertinya Kaila baru saja mengantar kopi kedalam sana.
Azka dan Ayana tanpa sengaja saling bertatapan hingga akhirnya Ayana memutuskan kontak mata di antara mereka berdua. Itu adalah hal yang biasa Ayana lakukan tapi untuk kali ini, Azka sangat tidak suka dengan keputusan Ayana.
Sretttt!
"Azka!" Pekik Ayana yang terkejut karena Azka kini menahan tanganya. Ayana kemudian melirik kanan dan kiri untuk memastikan tidak ada orang di sana.
"Lepas! Nanti ada yang melihat kita."
"Kenapa dengan jarimu?" Tanya Azka yang penasaran dan khawatir saat melihat telunjuk Ayana di perban.
Kini Azka menarik tangan Ayana agar dia bisa melihat luka tangan Ayana lebih jelas, merasa khawatir Azka hanya bisa menatap kedua mata Ayana dengan dalam.
"Astaga Azka kita sedang di kantor, bagaimana jika ada yang melihat kita. Cepat lepaskan, itu hanya terluka karena pecahan kaca."
Ayana bicara sepelan mungkin, dia juga trus melirik sekitar karena takut ada karyawan yang tiba-tiba datang. Hingga akhirnya Azka melepaskan tangan Ayana begitu saja.
"Aku lupa jika kamu sedang marah padaku, jangan ceroboh jika sedang bekerja. Kita bicara lagi nanti."
Setelah mengatakan itu Azka berlalu untuk melanjutkan niat awalnya pergi ke ruangannya, Ayana terdiam disaat punggung Azka perlahan menghilang. Benar, Ayana sedang marah dan lucunya Azka tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya kepada kekasih hatinya itu.
Ayana menghela nafasnya, sepertinya dia akan kesulitan jika dia terus bekerja disana terus menerus karena dia akan terus melihat Azka di sengaja ataupun tidak.
"Apa aku berhenti bekerja saja, ya?"
Tapi itu keputusan yang kurang tepat, perusahaan Azka membayarnya cukup tinggi dan jika Ayana berhenti, dia bingung harus bekerja dimana lagi.
Belum tentu bayaran di tempat lain akan sebesar di tempat kerjanya yang sekarang, tapi perasaan Ayana tidak nyaman jika harus terus melihat Azka. Ayana sudah memutuskannya, jika dia akan melepaskan Azka.
Hubungannya dengan Azka memang tidak akan berhasil itulah yang Ayana pikirkan belakangan ini, berita perjodohan Azka juga sudah semakin tersebar luas. Ayana rasa, dia akan menyerah dengan perasaan yang di miliknya.
Azka memasuki ruangannya dengan tidak minat, dia masih memikirkan kapan kiranya Ayana bisa di ajak bicara dengan tenang. Semakin di tunda masalah hanya akan semakin memburuk, Azka tidak ingin masalah ini berlarut-larut, apalagi mengharuskan Azka kehilangan Ayana.
"Surprise!"
Tiba-tiba suara familiar terdengar dengan jelas membuat Azka terkejut bukan main, pemilik suara itu tersenyum dengan begitu cantik ketika ia memutar kursi milik Azka.
Azka hanya bisa bisa mengerutkan keningnya, dia sangat tidak suka jika orang asing di tempatnya.
"Apa kamu terkejut dengan keberadaanku, calon suami?"
BERSAMBUNG...
"Kenapa begitu terkejut? Kamu tidak pernah mengira jika aku akan ada disini kan?"Aura berbicara dengan senyum lebarnya, dia sangat senang melihat ekspresi Azka yang terlihat begitu terkejut dengan keberadaannya.Semakin dilihat Azka semakin terlihat tampan, Aura sepertinya sudah memilih pilihan yang sangat tepat karena menerima perjodohan dari sang Ayah."Bagaimana bisa kamu masuk kesini, aku tidak suka jika ada pengganggu disaat aku bekerja." Tegas Azka."Azka! Kamu terlalu kasar sekali, aku bukannya mau mengganggumu. Aku hanya membawakan ini... seharusnya kamu berterima kasih bukannya mengataiku pengganggu."Aura sangat tidak terima dengan apa yang baru saja Azka katakan karena ucapan Azka terdengar sangat memojokkan dirinya, itu juga menyinggung harga dirinya.Azka memang tidak suka jika ada yang mengganggunya ketika bekerja, pengecualian jika Ayana yang menjadi pengganggu maka Azka selalu menunda pekerjaannya dan membiarkan Ayana berceloteh hingga puas."Cobalah, aku membelinya d
Azka membawa paksa kekasihnya menuju kediaman mewahnya, Ayana juga sudah tidak melakukan pemberontak lagi. Dia sudah pasrah."Bersihkan tubuhmu, malam ini kamu menginap di sini."Ayana sudah mengangkat bibirnya untuk menolak tapi Azka sudah lebih dulu melanjutkan ucapannya, "Tidak ada penolakan.""Kamu selalu berbuat semaumu," ujar Ayana yang menatap Azka sedang membuka dasi yang melilit di lehernya.Mendengar itu, Azka hanya menghela nafas. Dia juga tidak ingin jadi pemaksa untuk Ayana tapi kekasihnya itu belakang ini senang sekali membuat tensi darahnya meninggi.Tak ada pembicaraan apapun lagi setelah Ayana menuruti semua ucapan Azka, dia pergi ke arah kamar mandi lalu membersihkan tubuhnya. Sebelum beranjak dari kamar mandi, Ayana sempat mengirim pesan kepada Neneknya jika dia tidak akan pulang malam ini.Terpaksa Ayana harus berbohong dan mengatakan jika dia sedang lembur di kantor."Hahh ... sepertinya aku harus mengakhirinya malam ini." Ujar Ayana saat melihat pantulan dirinya
"Aghm!"Azka menggeram nikmat saat dia berhasil menyalukan hasratnya, dia langsung terengah setelah menggulingkan tubuhnya di samping sang kekasih.Ayana pun nampak begitu kelelahan saat melakukan kegiatan panas dengan Azka, dia sudah tidak bisa berpikir jernih dan hanya bisa mencoba mengatur nafasnya dengan susah payah.Melihat wanita yang dicintainya sudah seutuhnya menjadi miliknya, Azka menarik sudut bibirnya lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjang mereka.Sang Genral manager masih tidak bisa percaya jika akhirnya dia bisa menyentuh wanita yang paling di cintainya. Hatinya begitu bahagia dan dia bersumpah, sampai mati pun dia tidak akan pernah meninggalkan Ayana."Terima kasih sudah percaya padaku, Ayana." Ujar Azka yang menarik tubuh Ayana agar bisa dia peluk. Ayana tidak menggeming, dia hanya menikmati kehangatan yang keksihnya berikan.Lama Ayana terdiam, akhirnya dia mulai tersadar dengan hal bodoh yang sudah dia lakukan dengan Kekasihnya. Seharusnya dia mengakhiri
"Hiks ... hiks ... hiks ...." Ayana tak bisa menahan dan membendung air matanya, dia terus terisa dengan pasrah di dalam kamarnya. Dia mencoba meredam tangisannya di atas bantal, tapi ternyata suara tangisannya terdengar oleh sang Nenek. Nenek yang hendak memanggil cucunya makan malam pun mendengar suara tangisan Ayana, tangannya yang sudah melayang di ambang pintu pun menjadi ragu untuk memberikan ketukan. Tangan Sang Nenek mengepal ragu, dia mundar mandir di depan pintu kamar Ayana dengan panik. Dengan meyakinkan dirinya, Nenek pun memberanikan diri untuk mengetuk pintu. Tok Tok Tok "Ayana? Ayo makan dulu, Nak?" Ajak Sang Nenek yang semakin khawatir karena Ayana sejak tadi tidak keluar kamar dan hanya menangis dalam diam. "Ayana Sayang?" Panggil Nenek lagi untuk kedua kalinya yang akhirnya membuat Ayana mendengar dengan jelas panggilan Sang Nenek. Tidak ingin membuat Neneknya khawatir, Ayana pun berteriak untuk menjawab ajakan Neneknya makan malam. "Tidak, Nek. Nenek saja y
Aura mengerucutkan bibirnya setelah dia memasuki lift, menyusul suaminya. Azka tiba-tiba mengajaknya pulang padahal mereka belum menghabiskan malam pertama!"Kamu pulang saja dengan supir, aku ada urusan." Ujar Azka yang membuat Aura langsung menoleh."Ta-" belum sempat Aura menjawab, pintu lift sudah terbuka dan Azka pergi begitu saja dengan wajah dinginya."Ish! Kenapa dengannya?" gerutu Aura yang menghentakan kakinya dengan perasaan kesal. Bukan apa-apa, seharusnya dia dan suaminya membahas soal bulan madu, tapi sejak semalam Azka sulit sekali di ajak berkomunikasi. Dia langsung tidur setelah mandi.Bagaimana Aura tidak kesal dengan suaminya itu?***Azka terus menghubungi nomor sang kekasih tapi Ayana sama sekali tidak menerima panggilannya. Sampai akhirnya, sudut matanya melihat Ayana sedang menuggu bus di stasiun.Azka dengan cepat memutar arah mobilnya untuk menghampiri Ayana. Ayana yang tadinya menunduk dengan lesu langsung mengerutkan keningnya saat melihat sebuah mobil berhe
"Aku mencintaimu!" Jawab Aura."Karena aku mencintaimu, aku menikahimu. Apa kamu tidak merasakan itu?" Lanjut Aura dengan nada yang cukup tegas namun sedikit gemetar."...."Tapi Azka tidak menjawab, dia sepertinya tidak tertarik untuk menjawabnya. Dia malah hendak pergi jika Aura tidak menahan tangannya."Mau kemana? Pergi lagi? Kenapa kamu selalu menghindar dariku? Aku ini istrimu, Azka."Azka menaruh tanggannya di atas punggung tangan Aura yang menahan tangan miliknya, lalu menepiskan tangan cantik itu dengan tidak berperasaan."Hanya istri kan?" Setelah mengatakan itu Azka pergi begitu saja. Suara mobil Azka terdengar meninggalkan kediamannya. Dia pergi dari rumah barunya bersama sang istri, pria tampan itu merasa stress jika lama-lama menghadapi sikap istrinya.Aura jelas tahu jika Azka tidak mencintai, tapi kenapa gadis itu memaksakan cintanya yang bertepuk sebelah tangan? Azka tidak habis pikir dengan itu.Dengan pikiran yang runyam, Azka akhirnya memarkirkan mobilnya di dekat
Seperti biasa, Azka masuk kantor pukul 9 pagi. Semua pegawai langsung memberi sapaan dengan menundukan kepala mereka untuk sesaat.Azka pun langsung menaiki life menuju ruangannya, ketika membuka ruangannya ia langsung tersenyum saat dia masuk ruangannya, ternyata ada Ayana yang baru saja selesai membersihkan ruangan sang atasan."Pagi?" Sapa Azka yang membuat Ayana terkejut. Melihat Ayana yang terkejut dengan ekspresi lucu, Azka jadi tertawa. Entah kenapa, pagi ini perasaanya sangat baik.Mungkin itu karena si cantik Ayana."Kenapa tidak membalas sapaan Boss mu, Ayana?" Tanya Azka yang sudah ada di belakang tubuh Ayana yang malah langsung membereskan peralatan kerjanya."Hei? Kamu marah padaku?" Tanya Azka yang menarik tangann Ayana agar menghentikan aktifitas yang sedang dilakukannya.Ayana pun menghela nafasnya dengan berat, "Kita sedang di kantor, Azka."Ayana menegur sang kekasih dengan lembut, itu membuat Azka pun hanya bisa ikut menghela nafasnya. Dia jadi sedikit kesal dan j
(Kamu masih marah?)Azka bertanya melalui pesan singkat, Ayana hanya bisa terdiam. Dia hanya takut, takut jika hal buruk datang di hidupnya. Dia juga merasa bodoh karena selalu luluh dengan ucapan kekasihnya.Ting!Satu notifikasi kembali masuk tapi itu bukan pesan dari Azka melainkan notifikasi mbangking miliknya. Ayana cukup terkejut dengan jumlah uang yang ia terima di rekeningnya."Apa ini? Kenapa banyak sekali?"Tak lama kemudian ada pesan singkat lagi yang masuk dan itu dari sang kekasih.(Gunakan uang itu untuk membawa Nenekmu ke rumah sakit, semalam aku mendengar percakapan kalian berdua. Maaf.)(Tolong jangan menolaknya, Ayana. Aku hanya ingin membantumu dan Nenek, aku tidak ingin kamu sedih lagi.)"Hei sedang apa?"Ayana langsung saja menarik tangannya dan membalik layar ponselnya saat mendengar suara Olive di belakangnya. Dengan wajah yang panik, ia pun menjawab, "Ti-tidak ada.""Biasa aja kenapa, gugup sekali. Aku tidak membaca chatmu.""Karena kamu datang tiba-tiba, aku
Tak!Ponsel Ayana seketika terjatuh dari tangannya. Pikirannya sudah melayang entah kemana."Dia Kakakku yang perfeksionis itu, dulu aku sering bercerita tentang dia padamu, kan? Sampai saat ini hubungan kami masih seperti itu, seperti musuh saja. Menyebalkan sekali, kan?"Ocehan Mahen membuat jantung Ayana seketika berdetak tak karuan. Fakta yang sangat mengejutkan bagi Ayana, kenapa dia tidak tahu jika Mahen dan Azka adalah saudara?"Ayana? Ayana?"Mahen memanggil Ayana tapi Ayana sedang terkejut bukan main. Sehingga Mahen menutup panggilannya, sedangkan Ayana masih terdiam dengan tatapan tak percaya."Kenapa? Kenapa harus Mahen yahg menjadi adikknya? Kenapa?" Ayana menjatuhkan air matanya tanpa ia sadari.Baru saja Ayana merasa hidupnya bisa berlanjut tapi mengapa ia harus terus terlibat dengan keluarga Wijaya lagi? Apa sekarang dia harus kabur dari Mahen juga?"Hah... Ayana bodoh, kenapa kamu terus terlibat dengan keluarga mereka?" Gumam Ayana yang langsung mengusap air matanya.T
"Hahaha, apa yang kamu bicarakan? Bercandamu sangat tidak lucu sekali."Ayana menepuk pundak Mahen sambil tertawa. Tapi Mahen tidak merubah ekspresi wajahnya, dia masih begitu serius menatap Ayana. Sampai akhirnya, Ayana perlahan menghentikan tawanya.Mahen menatap dalam, penuh harapan, membuat Ayana menjadi merasa ada aura yang berbeda. Ayana pun mengedipkan kedua matanya dengan lucu."Apa aku terlihat sedang bercanda sekarang?" Tanya Mahen yang membuat Ayana menutup mulutnya rapat-rapat."Aku tidak bercanda, Ayana. Aku ingin menikahimu, kehamilanmu juga akan semakin membesar. Bayi ini membutuhkam sosok Ayah dan aku bersedia menjadi Ayahnya.""...."Ayana masih terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja dia dengar. Perlahan, Mahen pun memegang tangan Ayana dan tatapan hangatnya sama sekali tidak pernah redup."Ayo, memulai hidup baru bersamaku, aku akan menerima semuanya. Aku akan mencintaimu dan juga anak dalam kandunganmu, biarkan dia menjadi anakku juga, Ayana."Pengungkapan Mah
"Bagaimana? Apa sampai saat ini kamu tidak bisa mengetahui dia dimana?" Tio menunduk pasrah saat Azka bertanya dengan tatapan yang begitu tajam. Dia langsung memijat pelipisnya, hari demi hari rasanya semakin buruk karena kabar Ayana sama sekali tidak terdengar. "Maafkan saya, Tuan." "Ini sudah hampir 4 bulan, sebenarnya apa yang kamu kerjakan? Kerjamu sangat tidak becus!" Azka langsung saja pergi dari ruangan kerjanya. Kepalanya sedikit terasa berat dan dia pun berjalan menuju kantin, kebetulan sekali, Sang Genral manager itu melihat seorang gadis yang sedang makan dengan lahap di sudut kantin. Dengan kakinya yang gelisah, dia datang menghampiri Olivia, sahabat Ayana. Dia tidak punya pilihan lain, dia harus bertanya langsung pada Olivia. "Boleh saya duduk disini?" Tanya Azka yang membuat Olivia langsung tersedak dengan makanannya. "Uhuk!" "Ah, maaf, membuatmu terkejut." Olivia benar-benar akan mengeluarkan kedua bola matanya karena melihat siapa yang datang ke tempat
"Dengar... aku tidak akan bertanya jika kamu tidak ingin bercerita lebih dulu. Tapi satu hal yang bisa kamu ingat, aku akan selalu ada di sampingmu. Jadi ceritakan apapun yang ingin kamu bagikan denganku, aku siap menjadi pendengar yang baik untukmu."Kedua bola mata Ayana kembali berkaca-kaca, setiap ucapan Mahen sangat menyentuh hatinya. Dengan cepat, Ayana memeluk Mahen."Aku bingung, Mahen. Haruskah aku memberitahu Ayah dari bayi ini? Apa yang harus aku lakukan?"Mahen terdiam untuk sesaat, membiarkan Ayana meluapkan emosinya dengan menangis. Dengan sabar, Mahen menepuk-nepuk punggung Ayana dengan lembut. Berharap itu bisa membantu menenangkan hati Ayana yang kebingungan.Tapi jika boleh Mahen jujur, dia ingin tahu siapa yang telah berani menodai gadis sebaik Ayana. Kenapa Ayana sampai merelakan tubuh dan harga dirinya demi seorang pria?Itu sangat bukan Ayana yang Mahen kenal, dia pikir, Ayana tidak akan terjebak dalam hubungan seperti itu."Apa aku boleh berpendapat?" Tanya Mah
Setelah bertemu kembali dengan Ayana, Mahen semakin sering datang ke Cafe Cielo. Dia datang hanya untuk melihat Ayana, yang ternyata pandai beradaptasi. Sebenarnya Mahen masih merasa ada yang mengganjal, soal tangisan Ayana hari itu."Kenapa kamu terus menatapnya, apa dia gadis yang sering kamu ceritakan padaku?" Cielo bertanya sambil menyeruput kopi miliknya.Dia sejak tadi memperhatikan Mahen yang terus mantap Ayana yang sedang bekerja. Sampai akhirnya Cielo menghampiri Mahen untuk menemaninya sarapan."Dunia ternyata sangat sempit, ya, Cielo. Aku sekarang merasa sangat bodoh, seharusnya aku tidak jadi pengecut dan melarikan diri saat itu.""Kalian masih muda kala itu, jangan terlalu menyalahkan dirimu sendiri. Aku dengar, dia datang kemari untuk pengobatan Neneknya. Dia juga belum menikah, kalian mungkin di pertemukan kembali agar kalian bisa bersama setelah kalian dewasa." Mahen melirik Cielo lalu tersenyum, "Apa aku boleh mengejar cintanya lagi?""Lakukan sesukamu! Bukankah sela
"Halo, selamat pagi?" Sapa seorang wanita bernama Cielo."Halo, Saya Ayana yang melamar kerja kemarin."Ayana bicara bahasa spanyol sebisanya, dan itu terdengar lucu di telinga Cielo. Cielo pun tersenyum dengan begitu ramah, sampai akhirnya Cielo berbicara bahasa Indonesia yang membuat Ayana sangat terkejut."Oh, kamu orang Indonesia, kan? Silahkan masuk, kita bicara di dalam.""Eh? Anda bisa bahasa Indonesia?" Tanya Ayana yang sangat terkejut dan tidak bisa menyembunyikan wajah terkejutnya."Tentu saja, aku dulu pernah tinggal di Indonesia sebagai mahasiswa.""Ah, pantas saja.""Tenang saja, disini juga banyak orang Indonesia yang sering datang. Kamu akan mendapatkan banyak teman nantinya.""Aku harap begitu."Ayana masih malu-malu dengan keramahan yang diberikan oleh Cielo. Dia hanya mengikuti wanita berumur 35 tahun itu menuju ke dalam sebuah cafe yang masih tutup."Sengaja aku memintamu datang lebih awal agar aku bisa memberitahumu aturan kerja di sini." Ungkap Cielo yang hanya
Pagi ini suasana kamar mewah Azka nampak begitu tenang, si tampan menggeliat saat tubuhnya mulai terbangun dari alam mimpi."Engh!" Geraman halus keluar begitu saja saat perlahan matanya terbuka, namun dia merasa ada yang aneh ketika dia mengucek matanya.Tanganya merasa begitu ringan padahal dia ingat betul, semalam dia memeluk kekasihnya dengan posesif. Perlahan matanya pun terbuka, ranjang sebelahnya ternyata sudah kosong."Kemana dia?" Gumamnya yang kemudian membuka selimut dan turun dari ranjang.Azka pun melirik jam yang sudah menujukan pukul 10 lebih, dia juga langsung mengecek ponselnya yang ternyata ada puluhan panggilan tak terjawab dari Tio, sang sekertaris."Dia tidak meninggalkan pesan sama sekali," ucap Azka yang melihat aplikasi pesan singkat yang ternyata tidak ada satu pun pesan singkat yang di kirim oleh Ayana.Di pun langsung menekan layar benda pipih itu untuk menghubungi nomor sang kekasih. Tapi ponsel Ayana tidak bisa dihubungi membuat Azka mengerutkan keningnya.
"Kamu datang terlalu cepat, aku belum selesai masak." Ujar Ayana yang tahu jika yang memeluknya saat ini adalah Azka."Aku sudah tidak sabar untuk pulang setelah membaca pesan darimu, terimakasih karena tidak mengikuti perintah dari Ibuku."Ayana seketika terdiam, dia tidak tahu harus menjawabnya dengan apa. Jika saja Azka tahu, jika ini adalah malam terakhir mereka, apa yang akan di lakukan oleh pria yang kini memeluknya dengan posesif itu?"Pergilah mandi lebih dulu, kamu bau. Aku akan menyelesaikan ini dengan cepat." Ujar Ayana yang membuat Azka langsung mencium tubuhnya."Apa aku bau?" Tanyanya keheranan. Dia merasa masih wangi, karena parfum mahalnya tidak hilang dengan cepat."Ya, kamu bau. Sana pergi mandi!!" Usir Ayana yang kini memutar tubuh Azka dan mendorongnya untuk menjauh. Azka terkekeh saat mendengar Ayana tertawa dan kembali fokus pada daging yang sedang dia panggang.Setelah selang beberapa menit, Azka benar-benar pergi mandi. Dia membersihkan tubuhnya dengan cepat ag
"Kamu dari mana?"Langkah Aura terhenti saat Azka melihatnya baru pulang pukul satu malam. Padahal sejak kemarin, Azka menunggu istrinya itu pulang. "Syuting." Jawab Aura singkat. Baru saja Aura akan berjalan menuju kamarnya tapi Azka kembali membuka mulutnya."Ikut aku, aku ingin bicara. Bukannya kamu juga ingin bicara soal Ayana, kan?"Mendengar sebuah nama yang ia benci, Aura menatap kesal Azka yang lebih dulu masuk ke ruang kerjanya. Meskipun lelah, tapi apa yang dikatakan oleh Azka ada benarnya juga, dia juga ingin mendengar apa yang akan di kataka Azka tentang perselingkuhannya dengan Ayana.Azka menaruh kopinya di meja kerjanya, dia melirik Aura yang baru saja masuk ke ruangannya. Terlihat jelas tatapan Aura tidak seperti biasanya, ada kemarahan yang sangat ketara disana."Apa yang ingin kamu katakan?" Tanya Aura dengan tenang."Bukankah itu pertanyaan yang harusnya aku tanyakan padamu?" Jawab Azka yang kini duduk di kursi kerjanya.Aura langsung mengerutkan keningnya, Azka