Share

PERTENGKARAN

"Hei! Hei! Tidak bisa begitu. Jangan bicara seperti itu, aku tidak ingin putus denganmu."

Azka protes dengan menahan tangan Ayana begitu cepat sebelum kekasihnya itu pergi dari hadapannya. Azka bertanya-tanya di dalam hatinya, mengapa Ayana begitu mudah mengatakan perpisahan setelah apa yang telah mereka berdua lalui selama ini?

"Lepas! Sebaiknya kamu pulang saja sekarang, aku harus segera pergi bekerja."

Azka menggelengkan kepalanya dengan cepat, seolah tubuhnya sudah menjawab untuk menanggapi perintah Ayana.

Ucapan Ayana terdengar sangat dingin sekali, sepertinya Ayana benar-benar sedang bicara serius. Tapi memutuskan hubungan dengan Azka tidak akan semudah itu karena pria berahang tegas itu begitu mencintai Ayana.

"Kita belum selesai bicara, kamu tidak boleh pergi!"

"Tapi ini sudah siang, aku akan dimarahi Bu Gita jika datang terlambat. Lagi pula tidak ada yang harus di bicarakan lagi, kita  sudah selesai, Azka."

Alasan  yang kurang baik yang di lakukan oleh Ayana sekarang ini, Azka sangat tidak suka dengan keadaan mereka sekarang ini.

"Kita tidak akan pernah selesai, aku akan memberi kamu waktu untuk menjernihkan pikiranmu. Setelah itu, kita bicara lagi."

Setelah mengatakan itu Azka meninggalkan Ayana begitu saja. Azka yakin, ini bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan semuanya kepada Ayana  karena gadis cantik itu sedang di atas puncak emosinya. Masalah ini harus di bicarakan dengan kepala dingin, itulah yang dipikirkan oleh Azka sekarang ini.

Percuma juga jika Azka bicara karena Ayana pasti tidak akan percaya, Ayana hanya bisa menghela nafasnya disaat punggung tegap kekasihnya itu pergi dan perlahan menghilang dibalik pintu.

Kacau!

Semuanya kacau, perasaan Ayana sangat kacau dan berantakan. Dan entah mengapa, hati dan tubuhnya sangat bergetar disaat Azka sudah hilang dari pandangannya. Dadanya terasa sesak sekali,  Ayana kini berjongkok di lantai rumahnya.

Air hangat yang ada di gelas bahkan belum di berikan kepada Azka, kini Ayana hanya bisa menatap gelas itu dengan air mata yang perlahan turun begitu saja. Sebenarnya Ayana sudah berusaha menahannya tapi nyatanya dia tidak  sanggup.

***

Hari ini Ayana bekerja dengan kurang fokus hingga dia harus memecahkan sebuah gelas di dapur perusahaan.

PRANGKK

"Astaga! Ada apa denganku? Ayana fokuslah!"

Ayana benar-benar dalam mood yang kacau, perkerjaannya pun berantakan karena dia terus memikirkan apa yang seharusnya tidak dia pikirkan ketika dia sedang bekerja.

"Akh!" Teriak Ayana yang terkejut saat sebuah pecahan kaca menancap di telunjuknya.

Tiba-tiba saja Ayana menangis, bukan karena sakit di telunjuknya! Tapi karena perasan kacau dan sesak yang ada di hatinya tidak dapat dia bendung lagi. Ayana hanya ingin menangis dan terus menangisi dirinya sendiri.

Tidak berbeda jauh dengan Ayana, Azka yang kini ada diruangan meeting hanya bisa menatap lurus kedepan tanpa memperhatikan presentasi dari rekan kerjanya.

Ajakan putus dari kekasihnya lebih mendominasi pikirannya untuk sekarang, untung saja tidak ada yang curiga sama sekali karena sekertaris Azka yang mengambil delapan puluh persen keputusan Azka di saat Bosnya itu malah pergi meninggalkan ruang meeting lebih dulu.

"Pak Azka sedang tidak sehat, mohon pengertiannya. Silahkan dilanjutkan saja!" Ucap sekertaris Azka yang sedikit panik dengan kepergian Azka yang begitu saja.

Azka tidak bisa fokus bekerja jika otak dan hatinya sedang berperang, di satu sisi Azka merasa tertekan dengan keinginan Ayahnya namun disisi lain Azka tidak ingin mengakhiri hubungannya dengan Ayana.

Dia harus mempertahankan Ayana apapun yang terjadi, Azka ingin terus bersama Ayana, wanita yang dicintainya. Pernikahan dengan Aura bahkan tidak pernah terlintas di pikiran Azka selama ini.

"Sial, kepalaku rasanya akan meledak."

Itulah ucapan frustasi dari Azka, Azka kini hanya berjalan menelusuri lorong untuk kembali ke ruangannya. Baru kali ini Azka merasa tidak ingin bekerja dan daya tahan tubuhnya seolah di sedot seluruhnya.

Atau mungkin efek mabuknya masih terasa hingga dia merasa sedikit tidak enak badan seharian ini.

Azka menghentikan langkahnya ketika melihat Ayana baru saja menutup pintu ruangan tim pemasaran dengan nampan yang ada di tangannya, sepertinya Kaila baru saja mengantar kopi kedalam sana.

Azka dan Ayana tanpa sengaja saling bertatapan hingga akhirnya Ayana memutuskan kontak mata di antara mereka berdua. Itu adalah hal yang biasa Ayana lakukan tapi untuk kali ini,  Azka sangat tidak suka dengan keputusan Ayana.

Sretttt!

"Azka!" Pekik Ayana yang terkejut karena Azka kini menahan tanganya. Ayana kemudian melirik kanan dan kiri untuk memastikan tidak ada orang di sana.

"Lepas! Nanti ada yang melihat kita."

"Kenapa dengan jarimu?" Tanya Azka yang penasaran dan khawatir saat melihat telunjuk Ayana di perban.

Kini Azka menarik tangan Ayana agar dia bisa melihat luka tangan Ayana lebih jelas, merasa khawatir Azka hanya bisa menatap kedua mata Ayana dengan dalam.

"Astaga Azka kita sedang di kantor, bagaimana jika ada yang melihat kita. Cepat lepaskan, itu hanya terluka karena pecahan kaca."

Ayana bicara sepelan mungkin, dia juga trus melirik sekitar karena takut ada karyawan yang tiba-tiba datang. Hingga akhirnya Azka melepaskan tangan Ayana begitu saja.

"Aku lupa jika kamu sedang marah padaku, jangan ceroboh jika sedang bekerja. Kita bicara lagi nanti."

Setelah mengatakan itu Azka berlalu untuk melanjutkan niat awalnya pergi ke ruangannya, Ayana terdiam disaat punggung Azka perlahan menghilang. Benar, Ayana sedang marah dan lucunya Azka tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya kepada kekasih hatinya itu.

Ayana menghela nafasnya, sepertinya dia akan kesulitan jika dia terus bekerja disana terus menerus karena dia akan terus melihat Azka di sengaja ataupun tidak.

"Apa aku berhenti bekerja saja, ya?"

Tapi itu keputusan yang kurang tepat, perusahaan Azka membayarnya cukup tinggi dan jika Ayana berhenti, dia bingung harus bekerja dimana lagi.

Belum tentu bayaran di tempat lain akan sebesar di tempat kerjanya yang sekarang, tapi perasaan Ayana tidak nyaman jika harus terus melihat Azka. Ayana sudah memutuskannya, jika dia akan melepaskan Azka.

Hubungannya dengan Azka memang tidak akan berhasil itulah yang Ayana pikirkan belakangan ini, berita perjodohan Azka juga sudah semakin tersebar luas. Ayana rasa, dia akan menyerah dengan perasaan yang di miliknya.

Azka memasuki ruangannya dengan tidak minat, dia masih memikirkan kapan kiranya Ayana bisa di ajak bicara dengan tenang. Semakin di tunda masalah hanya akan semakin memburuk, Azka tidak ingin masalah ini berlarut-larut, apalagi mengharuskan Azka kehilangan Ayana.

"Surprise!"

Tiba-tiba suara familiar terdengar dengan jelas membuat Azka terkejut bukan main,  pemilik suara itu tersenyum dengan begitu cantik ketika ia memutar kursi milik Azka.

Azka hanya bisa bisa mengerutkan keningnya, dia sangat tidak suka jika orang asing di tempatnya.

"Apa kamu terkejut dengan keberadaanku, calon suami?"

BERSAMBUNG...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status