"Ya, ampun, Revan. Aku sempat ragu loh tadi, kupikir aku salah lihat." kata wanita itu sambil memeluk dan mencium pipi Revan yang sedang duduk.
Mata Rara membola melihat pemandangan didepannya, sedangkan Revan tampak terkejut dengan kedatangan wanita itu."Kamu nginep di hotel mana, Van. Nanti aku...""Sayang, ini temanku, namanya Mela..." kata Revan memotong ucapan Mela.Mela terdiam, dia segera menoleh ke belakang, mengikuti arah mata Revan. Mela melihat seorang wanita yang sangat cantik jelita meski tanpa make up yang tebal, Mela memperhatikan Rara sesaat lalu kembali memandang Revan."Ups, maaf, aku gak tau kalau kamu lagi sama seseorang." kata Mela dengan ciri khas wanita penggoda, membuat Rara ingin mencakar wajahnya.Hati Rara masih panas karena melihat pipi Revan dicium oleh bibir wanita itu."Dia pacar baru kamu, Van?." tanya Mela santai, dia hendak duduk dikursi dekat Revan."Dia istriku." kata Revan tegas membuat Mela hampir terjungkal."Kami baru saja menikah beberapa hari yang lalu." kata Revan bangga, sambil menatap Rara dengan penuh cinta.Mela mengerjap-ngerjapkan matanya tak percaya, rasanya mustahil seorang Revan Biantara akhirnya menikah."Hahhh...menikah...ah, bohong kamu, Van!." kata Mela sambil duduk. Dia menggeser kursinya agar lebih dekat dengan Revan. Rara yang memperhatikannya menjadi gerah."Van, ayo pulang, aku sudah kenyang." ajak Rara sambil menarik tangan suaminya itu. Rara tidak suka melihat Revan dekat-dekat dengan wanita berbaju kurang bahan itu. Siapa namanya, oh ya Mela, batin Rara.Revan menuruti istrinya, dia segera pergi sambil merangkul pinggang Rara meninggalkan Mela yang bengong."Van...kok ditinggal." protes Mela. Namun pasangan itu sudah berlalu.Didalam mobil Rara hanya diam saja, wajahnya cemberut memandang keluar jendela."Sayang, kamu marah?." tanya Revan. Dia mulai memanggil Rara dengan sebutan sayang.Rara hanya diam, tapi sangat ketara wanita itu sedang marah. Revan tersenyum memikirkan apakah Rara sedang cemburu."Dia cuma teman aku aja, sayang. Maaf ya, dia memang suka begitu orangnya." bujuk Revan sambil menyentuh lengan Rara.Rara menolak sentuhan Revan, dia menggoyang lengannya agar tangan Revan menjauh."Jangan berteman dengan tante-tante berbaju kurang bahan itu." kata Rara ketus. Revan hampir saja tertawa mendengar cara Rara menyebut Mela."Iya, iya, istriku...nanti aku akan lari kalau melihat dia lagi." kata Revan menggoda Rara."Aku serius Revan, aku gak suka." kata Rara marah.Revan terdiam, ternyata istrinya posesif juga.Revan menghentikan mobilnya karena mereka sudah sampai di villa. Rara segera keluar dari mobil dan masuk ke dalam villa. Revan mengejarnya dari belakang."Ra, tunggu sayang." panggil Revan. Rara masuk ke dalam kamar, lalu mengambil kapas dan cairan pembersih make up. Revan yang mengikuti dibelakangnya menjadi heran. Rara kemudian berbalik dan membersihkan pipi Revan dengan kapas ditangannya."Aku gak mau ada bekas bibir wanita itu dipipi kamu, Van." kata Rara kesal.Revan terdiam, perkataan Rara membuatnya menyadari sesuatu.'Ya Tuhan, apa Rara masih mau bersamaku jika dia tahu masa laluku seperti apa.' kata Revan dalam hati. Tiba-tiba hatinya diserang rasa cemas dan takut, Revan takut kehilangan Rara.Revan merengkuh tubuh Rara dalam pelukannya. Dia memeluk istrinya itu dengan erat."Ra, aku cuma milik kamu. Selamanya aku akan tetap jadi milikmu." kata Revan sambil mencium pucuk kepala Rara.Rara terisak dipelukan Revan, entah mengapa dia bersikap sangat kekanakan seperti itu. Hati Rara tiba-tiba merasa takut, jika Revan mengkhianatinya seperti Nathan, meninggalkan dirinya karena wanita lain.Revan membimbing Rara untuk duduk ditepian ranjang, dia lalu mencoba mengajak Rara berbicara."Ra, lihat aku." kata Revan sambil memegang dagu Rara membuat istrinya itu menatap matanya."Maafkan aku, Van." kata Rara lirih. Revan menggeleng."Kamu gak salah, Ra. Kamu memang berhak marah jika ada wanita lain yang menyentuh suamimu." kata Revan lembut sambil tersenyum."Kamu gak menganggap aku kekanak-kanakan?." tanya Rara."Enggak dong, sejujurnya aku senang kamu cemburu seperti tadi." goda Revan membuat Rara tersipu."Enggak, mana ada aku cemburu." sanggah Rara."Bener gak cemburu, kok pipi aku digosok pakai kapas?." kata Revan sambil menaik-naikkan alisnya."Ya biar bersih aja, ada lipstiknya tadi." kata Rara manyun membuat Revan tertawa."Jadi kamu gak masalah kalo lipstiknya gak berbekas?." goda Revan lagi.Rara melotot, dicubitnya pinggang Revan karena berani menggodanya.Revan tertawa, dia berkelit dan dengan gesit justru menjatuhkan tubuh Rara dan menindihnya.Revan membelai lembut pipi Rara dan menciumi wajah wanita itu, membuat Rara meremang."Van..." panggil Rara saat bibir Revan menjelajahi lehernya."Hmmmm..." jawab Revan sambil terus melakukan aksinya, dia menyesap leher jenjang Rara yang mulus dan membuat beberapa tanda merah disana."Jangan tinggalin aku ya." pinta Rara dengan mata terpejam, entah wanita itu menyadari perkataannya atau tidak, yang pasti Revan sangat bahagia mendengarnya."Kinara, aku mencintaimu, aku sangat mencintaimu." bisik Revan ditelinga Rara.Kata orang percintaan sehabis merajuk itu membuat sensasi yang berbeda. Revan dan Rara membuktikannya malam ini. Mereka bergumul dengan panas dan saling menyentuh satu dengan yang lain. Rara merasakan tubuhnya terbuai dan dia sangat menikmati sentuhan-sentuhan Revan diseluruh tubuhnya. Cara Revan memanjakannya diatas ranjang membuatnya menjadi wanita yang paling bahagia. Revan pun merasakan perbedaan yang besar dipenyatuan mereka kali ini, istrinya itu menjadi lebih agresif dan membalas dengan panas setiap sentuhan yang diberikannya. Revan sangat bahagia, karena Rara tidak lagi ragu menyatakan hasratnya di atas ranjang membuat Revan merasa diinginkan dan merasa dicintai oleh wanita pujaannya itu."Ra, kita gak usah nunda punya anak ya." kata Revan sambil mengusap lembut perut rata Rara.Rara membuka matanya, kantuknya seketika hilang. Dia sedikit terkejut mendengar ucapan Revan."Kamu udah siap, Van?." tanya Rara serius. Dia tak menyangka Revan akan membahasnya diawal pernikahan mereka.Rara pikir karena mereka adalah pengantin baru, Revan ingin menikmati dulu kebersamaan mereka hingga beberapa bulan kedepan, baru akan berpikir punya anak.Karena setau Rara, Bastian dan Fina seperti itu, mereka sengaja menunda memiliki anak karena masih ingin berduaan."Siap lahir batin, sayang." kata Revan.Rara membalik tubuhnya sehingga dia dan Revan saling berhadapan. Rara menatap lekat manik mata suaminya itu."Beneran kamu siap?." tanya Rara memastikan.Revan mengangguk."Biasanya kan laki-laki masih pingin begituan lebih lama, Van. Apalagi kita pengantin baru." kata Rara masih belum percaya.Revan tertawa mendengar ucapan Rara, istrinya itu sungguh pintar membuatnya merasa gemas.Revan
Revan sedang berbicara dengan seorang wanita di proyeknya, Rara yang duduk tak jauh dari tempat mereka berdiri memperhatikan dengan seksama.Rara sedikit kesal melihat klien wanita disamping Revan itu terus melihat dan memperhatikan suaminya.Rara tahu tatapan wanita itu bukan tatapan yang biasa, tapi tatapan suka dan memuja. Padahal Revan tadi sudah memperkenalkan Rara sebagai istrinya pada wanita itu, tapi ternyata tak membuat wanita itu menjaga matanya."Dasar wanita genit." Rara mengomel sendiri, dia menyesap jus jeruk yang ada didepannya.Revan memang laki-laki yang tampan, bahkan ketampanannya diatas rata-rata. Tubuhnya yang tinggi dan atletis dengan berat badan yang ideal membuatnya semakin rupawan.Revan sesekali terlihat menoleh ke arah Rara, saat mata mereka bertemu, senyum mereka saling mengembang. Rara menyukai interaksi kecilnya dengan Revan.Dulu ketika bersama dengan Nathan, entah mengapa Rara tidak pernah mendapati hal-hal kecil yang manis seperti ini."Baiklah kalau b
"Van, aku mau bicara!" kata sosok itu ketika sudah lebih dekat dengan mereka.Rara menggigit bibirnya dalam, dia menatap Revan dan sosok wanita itu bergantian. Rara lalu melepaskan tangannya dari tangan Revan, membuat Revan menoleh."Aku tunggu disana, Van." kata Rara lalu segera masuk ke restoran tanpa menunggu jawaban suaminya.Revan sedikit keberatan, dia hendak mengejar Rara namun wanita didepannya menghandang. Matanya melotot."Kamu mau apa sih, ganggu banget jadi cewek!" kata Revan kesal."Kamu berhutang penjelasan sama aku, Van!" kata wanita itu.Revan menarik nafasnya panjang. Kesal."Dengar ya, Dinda. Dari awal kamu ngejar aku, aku sudah bilang gak akan menjanjikan hubungan apa-apa sama kamu.""Kita cuma one night stand, gak lebih!.""Aku juga gak pernah maksa kamu. Jadi aku gak berhutang apa-apa sama kamu!." kata Revan dengan suara rendah tapi penuh penekanan. Wajahnya marah dan serius."Tapi aku mencintai kamu, Van." kata Dinda sedih, air matanya berlinang.Revan melihat ora
"Van, ayo kita ngobrol!." kata Rara ketika melihat Revan yang baru saja keluar dari kamar mandi.Revan tertegun, ternyata Rara masih mengingat janjinya siang tadi."Baiklah, aku ganti baju dulu ya." kata Revan sambil membuka lemari dan mengambil piyama tidurnya.Rara duduk ditepian ranjang menunggu suaminya berganti pakaian. Rara sudah mulai terbiasa melihat tubuh polos suaminya.Revan terdiam sesaat sebelum menghampiri Rara. Sebenarnya ada perasaan takut terselip dihatinya, Revan takut Rara tidak bisa menerima masa lalunya dan membuat pernikahan mereka yang baru seumur jagung menjadi berantakan."Ra, aku sudah cerita kan kalo aku jatuh cinta padamu sejak dulu." kata Revan setelah duduk disebelah istrinya.Rara mengangguk, dibiarkannya Revan menggenggam jemari tangannya."Dan, saat aku tahu kalau kamu bertunangan, aku patah hati." Revan terdiam sejenak sebelum melanjutkan ceritanya."Aku mulai suka mabuk-mabukan.""Aku sering menghabiskan waktu di club. Aku jadi suka kehidupan malam."
"Rara..." Revan terkejut saat melihat istrinya sudah bangun dan sedang duduk ditepian ranjang."Sudah bangun?." Revan berusaha tenang dan tersenyum padahal hatinya cemas, apakah Rara tadi mendengarnya sedang menerima telpon didalam kamar mandi.Rara membalas senyum Revan dan memandangnya, terlihat sekali jika laki-laki sedang memperhatikan mimik wajahnya. Mungkin dia sedang mencari kecurigaan dimata Rara."Hmm...Aku baru saja bangun." jawab Rara pendek."Kamu tadi kemana?." tanyanya, berharap suaminya itu jujur."Aku kekamar mandi, buang air kecil." jawab Revan sambil membelai rambut Rara yang hitam berkilau."Ohhhh..." ada sedikit rasa kecewa di hati Rara, dan Revan melihatnya dari cara Rara menatapnya."Hmmm...tadi sekretarisku telpon, tiket pesawat dan hotel untuk bulan madu kita sudah siap. Siang besok kita bisa berangkat." kata Revan yang akhirnya memilih bercerita dia juga mengangkat telpon."Sekretaris kamu?." tanya Rara. Revan mengangguk.Rara ingin bertanya siapa namanya, nam
"Apa kau juga termasuk yang mengincar suamiku?." tanya Rara sengaja, membuat senyum Ines memudar dan menatap tajam ke arahnya.Kedua wanita itu saling menatap dingin, membuat Revan menjadi salah tingkah."Hmmm...sayang ayo kita pergi." ajak Revan pada istrinya. Namun Rara masih enggan beranjak.Rara melihat Ines yang melangkah mendekatinya, wanita itu tersenyum sinis dan berbisik didekat telinganya."Suamimu itu, pernah menghabiskan malam panas denganku.""Dia sangat hebat diranjang, hmmm aku sangat menikmati permainannya." kata Ines sedikit mendesah mencoba mempengaruhi Rara."Apa dia pernah bercerita?." tanya Ines sambil tertawa.Tangan Rara mengepal, dia sudah mengira bahwa wanita seperti Ines pasti akan mengatakan hal seperti itu.Ines sedikit menjauh dari tubuh Rara setelah berbisik. Dia menatap puas pada wajah Rara. Dia berharap Rara marah dan mempermalukan dirinya sendiri.Namun Rara justru tersenyum menatap Ines, membuat wanita itu heran. Rara lalu mendekati Ines dan berbisik
Rara mendengar suara seseorang memencet kode keamanan pada pintu apartemen, tak lama pintu pun terbuka dan Revan terlihat masuk."Sayang, kamu belum tidur?." Revan menatap Rara yang masih duduk di sofa sambil menonton tivi."Hmmm...aku belum bisa tidur." jawab Rara sambil berdiri dan menghampiri Revan. Diambilnya tas kerja Revan dari tangannya."Apa kamu sengaja menungguku?" tanya Revan dengan berbinar, dikecupnya pipi Rara dengan mesra. Rara hanya tersenyum samar, tapi tak menolak ciuman Revan dipipinya."Kamu sudah makan?" tanya Rara mengalihkan perhatian."Belum? Kamu?"Rara menggeleng, dilepasnya dasi Revan dari kerah kemejanya."Kamu mandi aja dulu, aku panasin makanan." kata Rara sambil berlalu, dia hendak menyimpan tas kerja Revan juga dasinya.Revan terdiam, merasakan sesuatu yang berbeda dari istrinya. Rara terlihat agak murung malam ini."Sayang, apa terjadi sesuatu?" tanya Revan sambil menyusul langkah Rara.Rara berhenti, ditatapnya Revan dengan sorot mata datar."Kamu man
"Sya, ini istri saya, Kinara." kata Revan memperkenalkan Rara. Rara tertegun mendengar Revan menyebut nama sekretarisnya.Marsya tersenyum, matanya bergantian menatap Rara dan Revan."Selamat pagi, bu Kinara, saya Marsya sekretaris pak Revan." kata Marsya sambil mengulurkan tangan. Kinara menyambutnya."Selamat pagi." Rara mengulum senyumnya yang paling cantik. Rara menatap lekat manik mata wanita itu, dan menangkap kegelisahan disana.Marsya melepas tangannya dengan salah tingkah. Beberapa kali Rara melihat wanita itu mencuri pandang ke arah suaminya."Saya haus, boleh saya minta air?" pinta Rara. Marsya terkejut lalu memandang Revan."Bawakan istri saya jus jeruk dan air mineral ya, juga camilan. Biar istri saya gak bosen nemenin saya di kantor." kata Revan sambil menatap Marsya. Rara memperhatikan interaksi mereka. Dari sudut Revan, Rara melihat suaminya bersikap biasa saja. Namun dari sudut Marsya, Rara melihat wanita itu sedikit keberatan."Ba...baik, Pak." terdengar suara gugup