Share

Empat

21+

Kami yang baru setengah mainan pun harus berhenti karena mendengar teriakkan yang cukup keras.

"Apa lagi sih?" gerutuku dengan suara serak.

"Tunggu sebentar ya, Dek," ucap mas Aryo dengan napas memburu.

"Gak usah, Mas. Biarin aja," sahutku manja, kemudian memutuskan melanjutkan kegiatan tadi. Namun, gair*h suamiku itu sudah tak seperti tadi. Aku pun menghentikan gerakannya, mendorongnya untuk melepaskan diri ini.

"Hai ada apa?" tanyanya gusar.

"Udahan, aku mau lihat kenapa perempuan itu teriak," balasku, dengan perasaan dongkol aku turun dari ranjang, merapikan pakaian lalu berjalan gontai ke luar kamar.

"Ada apa, Mb-Astagfirullah," ucapku kaget.

"Ada apa ini?" tanyaku. Aku yang tadinya kesal berubah menjadi panik melihat Ratih kewalahan memapah tubuh suaminya yang sudah terkapar di lantai.

"Mas Aryo, tolong!" Bukannya menjawab, Ratih malah memanggil suamiku.

"Sini-sini, biar saya bantu, Mbak." Aku pun bersiap untuk ikut mengangkat tubuh Agus. Namun dengan cepat Ratih menepis tanganku.

"Gak usah, biar mas Aryo saja," sahutnya. Sekarang dia sedang duduk kemudian memangku kepala suaminya.

"Mas Aryo! Tolong!" teriaknya lagi. Aku sungguh tak habis pikir. Kok bisa-bisanya dia seperti itu.

"Astaghfirullah! Ada apa ini? Ya Allah, Agus ...." Tak menunggu lebih lama suamiku itu bak pahlawan dia sudah datang untuk membantu Ratih.

"Sini, Mbak. Saya bantu," ucapnya sambil duduk dan siap membopong tubuh Agus.

"Iya-iya, Mas. Hati-hati ya," ucapnya seraya memundurkan sedikit tubuhnya.

"Biar aku saja, Mas. Sana kamu mundur dulu," titahku yang langsung mengambil alih kepala Agus yang sudah diangkat suamiku itu.

"Mas Aryo saja, Mbak. Ini berat loh!" seru Ratih. Namun, aku tak peduli.

"Kalau kita berdua pasti kuat lah, Mbak," sahutku, "Ayo!" seruku padanya. Bisa kulihat wajah Ratih nampak jengkel dan itu membuatku tersenyum puas.

Aku tak sungguh-sungguh mengangkat tubuh Agus, hanya sedikit menahannya sementara semua beban ditahan oleh istrinya.

"Bantu lah, Mbak!" serunya karena kewalahan.

"Lah emang dari tadi, kau lihat aku lagi ngapain?!" seruku tak mau kalah. Dengan susah payah akhirnya tubuh Agus bisa kembali berbaring di tempat tidur.

"Ayo, Mas," ajakku pada mas Aryo yang dari tadi merasa serba salah.

"Mas!" Kembali aku memanggilnya karena dia sama sekali tak beranjak. 

Tak lama kemudian terdengar suara adzan subuh, aku pun bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dari hadast besar.

****

Selesai salat subuh, kembali aku melanjutkan membaca Alquran, karena aku ikut bergabung di grup one day one juz. Alhamdulillah.

Saat aku menyelesaikan bacaan sebanyak satu juz, waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh, gegas aku bangkit, melipat mukena dan menaruhnya di tempat biasa.

Ketika melewati cermin yang ada di lemari, aku berhenti sejenak. Memperhatikan wajahku, masih cukup manis, ah aku suka.

Ketika hendak meraih handle pintu, kembali aku teringat kalau ada orang lain yang bukan muhrim di rumah ini. 

Kembali ke tempat tidur, meraih jilbab instan yang berada di atas sandaran ranjang. Memakainya lalu merapikan sebentar kemudian kembali beranjak ke luar kamar.

Sambil bersholawat, langkahku sungguh ringan menuju dapur, seperti biasa sebelum berangkat kerja aku akan memasak untuk sarapan juga untuk nanti makan malam, sampai aku tak menyadari kalau dari tadi tak menjumpai mas Aryo.

Gusti Allah, dunia seolah berhenti berputar, aku benar-benar shock melihat apa yang terjadi di depan mata ...

"Gusti Allah ...," lirihku menyebut nama Tuhanku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status