Share

WANITA YANG DIRAHASIAKAN SUAMIKU
WANITA YANG DIRAHASIAKAN SUAMIKU
Penulis: Ucu Nurhami Putri

Bab 1

"Kamu yakin suamimu setia padamu?" tanya sahabatku, Rania. Dia adalah temanku ketika aku masih bekerja di salah satu pabrik yang ada di Sukabumi, Jawa Barat. Sekarang dia merantau ke Jakarta agar mendapatakan gaji yang lebih besar.

Saat ini kita sedang makan di restoran yang mahal dan aku sendiri yang meminta Rania untuk datang karena sudah lama kita tidak bertemu.

Jujur saja, aku sebenarnya sangat terkejut dengan pertanyaannya. Secara garis besar, dia juga sudah tahu Mas Nizam, suamiku, dia sangat setia dan baik hati.

Dia tidak akan berani melukai hati orang, apalagi aku, istrinya sendiri. Aku yakin itu.

"Tentu saja. Bukankah kamu lebih tahu tentang hal ini setelah aku?" Aku tertawa kecil, berusaha mencairkan suasana yang sudah menegang.

"Aku tahu kamu sangat percaya pada suamimu, tapi aku tidak," ucapnya lagi membuatku sangat terkejut.

Jelas-jelas dia tahu semuanya, tapi kenapa harus berbohong?

"Sudahlah, Rania. Aku cukup bahagia dengan pernikahan ini, jadi aku tidak mau menyiramkan minyak pada tempat yang masih aman," tolakku halus.

Aku paling tidak menyukai orang-orang yang membicarakan kejelekan suamiku, padahal dia adalah orang yang sangat baik. Jangankan manusia, kalau di rumah tiba-tiba ada semut pun, dia biasa mendiamkan, katanya kasihan.

Rania tidak lagi bicara, dia bahkan menghabiskan semua nasi gorengnya tanpa sisa sedikit pun di piring. Padahal biasanya dia tidak makan banyak.

"Aku akan menganggap percakapan hari ini tidak ada. Aku mohon, sejahat apa pun Mas Bagas, dia tidak akan berani melukaiku, jadi jangan katakan yang tidak-tidak lagi, ya. Apalagi sahabatmu ini cinta mati sama dia," pintaku tulus.

Dia masih bergeming dan tidak mengeluarkan suara apa pun. Matanya menatap kosong ke arah depan dan hingga kita kembali ke mobil, dia masih diam.

Dari beberapa temanku, memang hanya Rania yang belum berumah tangga, dan selama ini penciumannya sangat sensitif. Bahkan sampai hal-hal mistis.

"Aku antar kamu sampai kontrakan," ucapku mengawali pembicaraan.

"Tidak usah. Aku ikut kamu pulang saja. Hari ini aku tidak tenang membiarkan kamu pulang sendirian," tolaknya membuatku menggelengkan kepala.

Ini siang hari, tapi sikapnya sangar keterlaluan. Aku memang penakut, tapi kalau malam. Siang-siang gini memangnya ada hantu? Ada-ada saja dia ini.

Aku hanya terkekeh. "Aku berani kalau siang bolong begini sendirian, Rania."

"Aku tahu, tapi aku yang khawatir," tandasnya lagi.

Kali ini aku hanya mengangguk dan melakukan apa yang dia katakan.

"Sudah, sekarang aku sudah di depan rumah." Aku tersenyum tipis ke arahnya yang masih memasang wajah dingin.

"Aku juga sudah pesan ojek," ucapnya yang tiba-tiba terdengar parau, lalu memelukku. "Ingat untuk selalu menghubungi aku apa pun yang terjadi nanti ya, Sel. Aku enggak tenang kalau sehari saja tidak bisa mendapatkan kabar darimu."

Aku terdiam mendengar kata-katanya. Ah, ya, aku juga seperti itu. Namun, aku merasa sikap Rania akhir-akhir ini sedikit berubah. Apa mungkin dia tahu sesuatu yang tidak aku ketahui?

"Baiklah, insyaallah kamu akan menjadi orang pertama yang akan aku hubungi di saat aku ada masalah," janjiku sebelum dia melepas pelukan, lalu turun dari mobil karena ojek yang dia pesan sudah menunggu.

***

Setelah pulang dari restoran, aku langsung memasak makanan kesukaan suamiku dan anak perempuanku yang masih berusia enam tahun. Selama ini hanya mereka berdua yang selalu aku perhatikan karena keduanya teramat penting.

Rania dan teman lainnya juga penting, tapi tetap saja keluarga yang utama.

Suara mobil masuk ke halaman membuatku tersenyum lebar karena artinya Mas Nizam sudah pulang. Segera aku berlari ke arah pintu dan membukanya, tapi hatiku sedikit kecewa karena yang aku lihat adalah mama mertua, bukan Mas Nizam seperti yang aku harapkan.

"Assalamualaikum." Mama mendekat dan memelukku erat. "Apa kabar, Sayang?"

"Wa'alaikumussalam, Ma. Alhamdulillah aku baik."

"Tadinya Mama ke sini lusa, tapi tadi Nizam telepon, katanya dia tidak bisa pulang, dan tiba-tiba harus keluar kota. Jadi, Mama datang ke sini sekarang," jelasnya.

"Keluar kota?" Aku sedikit kaget.

"Iya. Katanya mau ke Bogor. Memang dekat, tapi katanya besok pagi-pagi sekali dia harus sudah ada di proyek untuk bertemu dengan pihak investor," jawabnya lagi. "Katanya nanti dia akan telepon kamu."

Tidak lama ponselku berdering dan ternyata dari Mas Nizam.

"Halo, Mas! Kamu, kok, mendadak keluar kota, sih?" Aku bertanya kesal.

"Maaf, ya, Sayang. Tadi aku tiba-tiba ada pihak investor dan mereka mengajak berbicara di proyek besok pagi-pagi sekali. Karena proyeknya ada di Bogor, jadi Mas tepaksa langsung berangkat ke sama," jelasnya. "Sebagai permintaan maaf, Mas sudah tranfser, silakan habiskan untuk apa pun yang kamu inginkan."

"Ya, sudah, hati-hati ya, Mas."

Baru saja menutup telepon dari Mas Nizam, aku kembali dibuat diam dengan pesan yang dikirimkan Rania.

(Aku ke Bogor dulu, ya, Sel. Ingat untuk menghubungi aku kalau ada apa-apa. Jaga dirimu baik-baik.)

Kenapa mereka bisa kebetulan sama-sama ke Bogor?

Tidak mungkin kalau mereka pergi bersama, bukan?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status