Share

Kasih sayang yang tulus

Penulis: Vyra Fame
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-27 08:46:21

"Nih 320 ribu buat tunggakan Ibu mertuaku dan ini 480 ribu buat enam bulan kedepan untuk uang keamanan, kebersihan, sama sumbangan rutin. Nih aku tambah lagi 200 ribu buat nambahin uang sumbangan rutinnya. Jadi, genep satu juta Ibu mertua aku bayar sama Bu Salamah."

Bu Salamah terdiam. Entah dia sedang memikirkan apa tapi yang jelas gak akan lagi kubiarkan tetangga di sini menghina Ibu mertuaku. Seenaknya saja mereka memandang seseorang dari uangnya saja.

"Sudah kan, Bu? Kenapa diam saja? Catat dong. Jangan sampai lupa takutnya nanti kelupaan belum dicatat eh dikata belum bayar lagi."

"Maksud kamu apa? Kamu mau nuduh saya nilep duit ini?"

"Lah, saya gak ngomong begitu kan? Itu asumsi Ibu sendiri kan? Tapi baguslah kalau sadar. Namanya aja jaga-jaga kan takutnya, takutnya ya …."

"Dasar sombong! Baru bayar segitu saja sudah merasa paling kaya!"

"Dih, ya biarin, memangnya kenapa? Yang penting saya sudah bayar lunas buat enam bulan ke depan kan? Sekalian dicatet nama Ibu mertuaku juga melebihkan uang sumbangan rutinnya. Biar kalian gak julidin Ibu mertuaku lagi."

"Halah timbang duit 200 ribu aja pake segala kudu diumumin. Saya yakin habis ini kamu pasti kalau belanja nanti ngutang soalnya duit udah habis. Iya kan?"

"Lah, sok tau nih si Ibu. Kayak yang paling tau soal keuanganku aja. Lagian biarin aja aku dikata somse, biar pada gak ngelunjak jadi orang. Seenaknya saja menghina orang mentang-mentang miskin."

"Ya kenyataan kalau Ibu mertua situ miskin."

"Lha terus kalau Ibu mertuaku miskin memangnya ada gitu nyusahin Ibu dan yang lainnya? Ada gitu Ibu mertuaku sama suamiku minta makan sama kalian? Enggak kan? Jangan mandang orang dari kastanya, Bu. Kalau sudah diperlihatkan isi saldo di atm nya bisa-bisa nanti Ibu kejang-kejang lagi."

"Halah, palingan juga berapa sih isi saldo atm nya? Sombong banget. Benar kata Bu Maemunah kamu memang gak punya adab! Bu Marini! Ajarin tuh menantu barunya sopan santun! Baru juga jadi warga sini sudah sok banget!"

Bu Salamah pun akhirnya pergi meninggalkan rumah Ibu mertuaku. Aku mendengkus kesal. Huh ingin sekali rasanya aku melahap habis badan orang itu. Baru sehari tinggal di sini tapi udah dua orang yang bikin aku kesal! 

Aku pun berniat untuk kembali ke kamarku. Namun, saat kaki ini baru saja akan meninggalkan pintu utama tiba-tiba Ibu mertuaku memanggil. 

"Sofia …."

"Ya, Bu?"

"Kenapa kamu barbar sekali, Nak?"

"Ibu mau nyalahin aku juga? Aku cuma membela Ibu. Aku tuh kesel karena mereka merendahkan Ibu. Memangnya kenapa kalau Mas Farhan hanya tukang parkir? Memangnya kenapa kalau Ibu miskin? Apa ada aturan kalau orang miskin dan tukang parkir gak boleh hidup dengan layak?" Dadaku terasa sesak. Tiba-tiba mataku terasa panas hingga tanpa aku sadari air mata sudah menetes di kedua pipiku. 

"Yuk kita duduk dulu. Kita bicara jangan sambil berdiri nanti emosi kamu kembali meledak." Ibu mertua menuntunku menuju sofa yang sudah banyak tambalan di sana dan sini. Ia lantas mengambilkan air putih di dalam gelas dan menyodorkannya padaku. Aku pun menerimanya dan minum air pemberian Ibu mertuaku. Ah … rasanya tenggorokan ini lega sekali sebab sejak tadi terasa kering gara-gara debat sama Bu Salamah si sundel bolong itu. 

"Terima kasih, Bu."

"Sama-sama, Sayang." Ibu mertua mengelus lembut rambut panjangku. Aku pun merebahkan kepala pada bahunya. Ah, rasanya nyaman sekali. Sudah lama aku tidak merasakan belaian lembut seorang Ibu. Dan kini aku kembali dapat merasakannya. 

"Coba ceritakan sama Ibu apa yang terjadi? Kenapa sampai bisa Bu Salamah mengataimu tidak punya adab dan sombong?" Aku menarik kepala dan menatap Ibu. Ibu pun membalas tatapanku sembari tersenyum. Betapa teduhnya wajah Ibu, ia sama sekali tidak menyiratkan kemarahan. 

Akhirnya aku pun menceritakan awal mula aku dan Bu Maemunah beradu mulut. Ibu sejak tadi hanya diam saja. Beliau sepertinya memberikanku kesempatan untuk mengeluarkan apa yang aku rasa. Setelah aku rasa cukup aku pun terdiam. 

"Jadi, apa menurut Ibu aku salah kalau aku membela diri dan keluargaku dari orang-orang toxic seperti mereka? Aku gak ada nyenggol orang-orang itu. Malah aku gak kenal kan aku baru sehari di sini. Tapi sikap mereka menunjukkan kalau mereka benar-benar tidak suka sama keluarga kita."

"Ibu tidak menyalahkanmu, Nak, hanya saja kita tidak bisa memaksa orang untuk suka sama kita. Apa pun yang kita lakukan sekalipun itu yang terbaik menurut kita jika orang itu tidak suka maka tidak akan ada artinya. Jadi, lebih baik diam agar masalah tidak merembet kemana-mana. Kalau seperti ini nanti akan ada lagi omongan menantu Bu Marini yang begini dan begitu."

"Biarin saja, Bu, biar mereka tau kalau keluarga kita tidak lagi bisa diinjak-injak. Biar aku yang maju nanti."

"Memangnya kamu gak capek kalau harus kelahi terus? Selain bertengkar bikin capek hati dan badan, kelahi juga bisa bikin rezeki seret."

"Astaghfirullahaladzim. Maafin aku ya, Bu. Aku benar-benar emosi. Mereka memandang kita sebelah mata hanya karena profesi Mas Farhan tukang parkir."

"Ya soal itu biarkan saja, toh mereka  pernah tahu kan kondisi yang sebenarnya. Lagian bukan mereka juga yang kasih kita makan kan? Yang penting itu dari kamunya. Apakah kamu akan sabar menjadi teman hidup seorang tukang parkir seperti Farhan yah, secara kehidupan kamu sebelumnya itu kan serba ada dan serba wah. Dan sekarang kamu harus tinggal di rumah Ibu yang sangat sederhana ini, ditambah lagi tetangga di sini yah begitu itu lah."

"Ibu bicara apa sih? Aku memutuskan untuk menikah dengan Mas Farhan tentu saja sudah persiapkan semuanya. Lagian memangnya apa ada yang salah dengan kerjaan tukang parkir? Selama pekerjaan itu halal gak masalah buatku. Dan lagi mereka juga gak tahu kan dari uang hasil tukang parkir itu Mas Farhan bisa melanjutkan pendidikannya ke tingkat perguruan tinggi hingga akhirnya kenal sama aku dan menikah. Hanya tinggal bersabar sedikit saja Mas Farhan akan lulus terus diwisuda deh. Setelah itu aku berencana mengajak Mas Farhan untuk bekerja di kantornya Papa. Dan hal ini juga sudah aku bicarakan sama Papa. Alhamdulillah Papa setuju."

"Maksud kamu? Kamu mau minta Farhan kerja di kantor Papa kamu? Kamu serius, Sofia? Kamu gak lagi becandain Ibu kan? 

"Iya, Bu, mana mungkin aku bercanda soal beginian. Jadi, nanti Mas Farhan sudah tidak usah lagi kerja jadi juru parkir di kantor Papa aku. Ibu setuju kan? Aku sangat yakin kalau Mas Farhan pasti bisa menaikkan derajat Ibu dan keluarga kita. Gimana? Ibu senang gak?"

"Lho, Ibu kok nangis? Apa ucapanku ada yang salah?" Aku bingung karena tiba-tiba Ibu menangis dan kini beliau sudah memelukku. 

"Terimakasih, Nak. Kehadiranmu di keluarga kami seperti malaikat penolong. Terima kasih juga sudah mau menerima anak Ibu apa adanya. Berkat kamu Farhan akhirnya bisa mewujudkan impiannya yaitu bekerja di tempat yang dingin dan pastinya bisa Ibu banggakan. Hanya kasih sayang tulus yang bisa Ibu berikan sebagai bentuk balas jasa atas kebaikanmu dan juga Papamu."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Zuhdi Ahmad
sangat menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • WANITA YANG KALIAN HINA MISKIN ITU MERTUAKU   Ending

    Sofia melajukan mobilnya menuju rumah Pak RT. Meski begitu Sofia tetap memerintahkan bawahannya untuk bersiap di kantor polisi dan menunggu telepon darinya. Dia akan memberikan salah satu kesempatan untuk yang terakhir kalinya. Kalau saja Bu Saras tetap tidak mengaku maka dengan sangat terpaksa Sofia akan memenjarakannya."Ingat, kamu harus bersiap di sana. Begitu aku telepon kamu ke sini sama polisi," titah Sofia penuh ketegasan.Tanpa menunggu jawaban, Sofia langsung memutuskan sambungan telepon dan fokus menyetir.BrakBrakTerdengar suara langkah berderap yang kian mendekat saat Sofia memukul pintu dengan keras. "Siapa, sih gak sabaran ...." Mata Bu Saras membelalak dan terdiam saat melihat Sofia yang datang. "Pantesan gak sabaran."Sofia menyunggingkan senyum seringai. "Justru karena aku terlalu sabar makanya baru ke sini. Ayo, ikut!"Bu Saras menahan tangannya yang ditarik oleh Sofia. "Heh, dasar gak sopan! Datang-datang malah tarik orang.""Masih mending Bu Saras aku tarik.

  • WANITA YANG KALIAN HINA MISKIN ITU MERTUAKU   Bu Saras dilaporkan juga

    "Halah gak usah pura-pura, Bu Saras. Aku tahu kalau Bu Saras yang bikin mertuaku pingsan."Antara terkejut, tetapi senang Bu Saras berkata, "Jadi si Marini cuma pingsan?"Tentu saja Bu Saras senang mengetahui kenyataan kalau Bu Marini hanya pingsan dan bukannya meninggal. Artinya dia bukanlah seorang pembunuh dan tidak akan dipenjara. "Maksud perkataan Bu Saras apa?"Sofia tersenyum samar, dia berhasil menjebak Bu Saras. Memancingnya untuk mengaku kalau yang membuat Bu Marini pingsan adalah dirinya. Sofia tidak punya bukti, karena itu dia harus membuat bukti.Degh"Ya ... ya maksudnya ke-kenapa kamu sampai besar-besarkan masalah ini kalau mertuamu itu cuma pingsan? Emang apa lagi?" jawab Bu Saras terbata-bata. Bahkan keringat sebesar biji jagung sudah memenuhi dahinya. Mulutnya mungkin bisa berbohong, tetapi tidak dengan gerak-geriknya yang jelas menunjukkan kecemasan."Beneran?" Mata Sofia memicing, tetapi Bu Saras tetap bungkam. "Padahal aku punya bukti CCTV loh.""Mana mungkin! Ta

  • WANITA YANG KALIAN HINA MISKIN ITU MERTUAKU   Penangkapan lusi

    "Ibu kenapa–""Aku gak bisa cerita, Mas. Pokoknya kamu nyusul ke rumah sakit sekarang," potong Sofia sebelum suaminya selesai bicara. Setelah itu langsung mematikan sambungan telepon. Tanpa berpikir, Farhan langsung izin untuk pulang cepat dan menuju rumah sakit. Meski tidak bisa berpikir jernih, Farhan berusaha fokus berkendara. Salah-salah dia justru ikut dirawat di rumah sakit. Setelah sampai, Farhan menghampiri gegas Sofia yang sedang duduk dengan raut cemas di depan ruang UGD. "Mas!" Sofia bangkit dan memeluk sang suami saat melihatnya. "Bagaimana keadaan ibu? Kenapa dia bisa pingsan?" cecar Farhan yang langsung memberondong Sofia dengan pertanyaan begitu mereka bertemu. Sofia menggeleng. "Aku juga nggak tahu Mas. Sebab waktu aku pulang Ibu udah pingsan."Mendengar hal itu, Farhan makin khawatir dengan kondisi sang ibu. Pasalnya selama ini, Bu Marini tidak pernah menunjukkan tanda-tanda penyakit kronis. Bahkan Beliau juga tidak pernah mengeluh sakit. "Mau ke mana?" tanya

  • WANITA YANG KALIAN HINA MISKIN ITU MERTUAKU   Ibu kenapa?

    "Lho Mama mau ke mana?" tanya Lusi saat melihat mamanya sudah seperti bersiap untuk pergi. "Mau ke rumah si Marini. Mau buat perhitungan sama tuh menantunya, enak saja main pecat anak orang tanpa alasan yang jelas.""Tapi, Ma ...." Lusi mencoba mencekal lengan mamanya. Meski detik berikutnya sang mama menghentakkan tangannya dan cekalan Lusi langsung terlepas. "Sudah, jangan halangi Mama, Lusi! Kamu terlalu baik, makanya si Sofia seenaknya sama kamu. Udah, biar mama aja yang urus," ujar Bu Saras dengan mata memerah dan rahang mengeras. Perempuan paruh baya itu sangat marah. "Aku ikut, Ma.""kamu di sini aja. Tunggu beres. Kalau mama yang turun tangan dijamin masalah beres."Meski Bu Laras melarang Lusi, nyatanya sang anak tetap membuntutinya secara diam-diam. Lusi mau melihat secara langsung bagaimana Sofia diberi pelajaran oleh mamanya. Pokoknya Lusi mau mensyukuri setiap kejatuhan Sofia. Sesampainya di tujuan, rupanya Sofia dan Farhan masih belum pulang. Mereka masih di kantor

  • WANITA YANG KALIAN HINA MISKIN ITU MERTUAKU   Pelakor tidak perlu cantik, yang penting gatal

    "Tutup mulutmu!" "Ups maaf aku sengaja, hahaha!" Sofia tergelak sembari memegang perutnya karena tidak tahan sebab menahan kegelian melihat wajah shock di depannya. Namun, menurut Lusi tawa Sofia seperti ejekan baginya. "Katakan apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Lusi sembari menatap Sinis Sofia. "Lho kan aku sudah bilang barusan kalau aku ke sini karena menggantikan suamiku bertemu dengan mantan pacarnya yang tidak tahu malu dan tidak tahu diri ini." Sofia memandang remeh pada Lusi. "Tutup mulutmu Sofia! Aku ke sini tidak untuk bertemu denganmu tapi dengan Farhan. Katakan di mana dia!""Ups, sabar dulu dong nafsu amat sih sama laki orang." Sofia sengaja mengeraskan suaranya sehingga membuat orang-orang yang ada di sekitarnya menoleh ke arah mereka. "Pelankan suaramu, Sofia!" Lusi menatap Sofia penuh amarah bahkan wajahnya saja sudah memerah. "Lho, kenapa? Bukankah ini yang kamu inginkan? Mana Lusi yang pandai merayu suami orang saat di chat? Kenapa tiba-tiba sekarang melempe

  • WANITA YANG KALIAN HINA MISKIN ITU MERTUAKU   Surat pemecatan Lusi

    BAB 36[Baiklah, kalau kamu serius dengan ucapanmu silahkan temui aku di cafe wash-wush besok pas jam makan siang.][Baiklah, aku udah gak sabar buat ketemuan sama kamu deh. Sampai jumpa besok ya, Sayangku]Sofia sampai menggelengkan kepalanya membaca isi pesan dari Lusi. Ia tidak habis pikir kenapa bisa ada manusia tidak tahu diri dan tidak tahu malu seperti Lusi. Dulu saja dihina, dicaci, bahkan, dicampakkan. Lantas? Kenapa sekarang dia seolah-olah mau membahas masa lalu seakan masih peduli? Cih! "Yasudah lebih baik kita tidur sekarang. Gak usah kamu pikirkan si Lusi karena sampai kapan pun aku gak kan pernah mau lagi berpaling padanya. Ya kali aku katarak secara kamu dan dia saja cantikan kamu ke mana-mana. Kamu juga bisa menerimaku dan Ibuku apa adanya. Masa iya mau aku tukar sama koreng cicak begitu." Sofia tergelak mendengar Farhan mengatakan koreng cicak untuk Lusi. "Kok ketawa sih, Sayang." Farhan menjawil hidung istrinya. "Habis kamu lucu masa iya dikata koreng cicak.""Lh

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status