WANITA YANG KALIAN HINA MISKIN ITU MERTUAKU

WANITA YANG KALIAN HINA MISKIN ITU MERTUAKU

last updateLast Updated : 2024-07-15
By:  Vyra FameCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating. 1 review
41Chapters
6.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Ini adalah kisah antara mertua, menantu, dan suami yang sangat klop, akur dan juga kompak. Sofia harus dibuat senewen setiap harinya pada kelakuan absurd dari tetangga rumah ibu mertuanya. Karena kedatangan Sofiya di keluarga Bu Marini membuat keluarga Bu Marini terangkat derajatnya di mata para tetangga yang selalu menghinanya. Apakah Sofia benar-benar akan membungkam mulut jahat para tetangganya terhadap ibu mertaua dan suaminya yang hanya berprofesi sebagai tukang parkir itu?

View More

Chapter 1

Hari pertama dibuat kesal

WANITA YANG KALIAN HINA MISKIN ITU MERTUAKU. 

BAB 1

"Eh kamu kan istrinya Farhan ya? Anaknya si Marini?" tanya seorang wanita paruh baya padaku. Kutaksir usia wanita itu sekitar 48 tahunan. 

"Iya, Bu. Ibu mau belanja juga?" Aku menjawabnya dengan sopan sembari tersenyum manis ke arahnya. Namun, bukannya balasan senyum yang kudapatkan melainkan tatapan sinisnya padaku. 

"Ya Iyalah mau belanja. Memangnya kalau ke tukang sayur mau ngapain kalau gak belanja? Masa iya mau ngemis?" Jawaban seseibu itu membuat beberapa wanita yang juga tengah berbelanja mendadak tertawa. Memangnya apa yang salah dari pertanyaanku? Kan aku juga nanyanya baik-baik. Tapi, kenapa dia ketus begitu? Hah, terserah lah emangnya aku pikirin. Aku pun kembali melanjutkan aktivitas belanjaku. 

"E e e e yang itu jangan diambil. Taro lagi!" Aku menghentikan pergerakan tangan ketika suara si Ibu tadi kembali terdengar di telinga. Apa sih maksud dan maunya dia?

"Kenapa, Bu? Ada yang salah?"

"Jelas salah! Ayam itu mau aku ambil. Lagian kamu ngapain ngambil-ngambil ayam itu? Kayak yang mampu beli aja." Aku kembali mengerutkan dahi. Sungguh, apa sih maksud perkataan wanita tua itu? 

"Ya biarin aja sih Bu Maemunah. Siapa tahu dia beneran mau beli," timpal seseibu yang lainnya. 

"Halah, duit dari mana coba. Gegayaan pengen belanja ayam segala. Noh biasanya si Ibu mertuanya mah hobi belanja tempe, tahu, sama kangkung doang. Mentok juga belinya ikan cue yang harga empat ribu satu keranjang kecilnya."

"Maksudnya Ibu apa? Siapa yang gak mampu beli?"

"Ya kamu lah. Siapa lagi? Suami kamu kan kerjaannya cuma tukang parkir paling juga ngasih kamu nafkah berapa sih? Noh tahu sama tempe saja kamu belanjanya. Itu sangat pantas buat kamu sekeluarga makan." Tanganku mengepal erta. Kalau sudah begini jiwa barbarku seakan meronta-ronta minta untuk diluapkan. 

Tahan Sofia, tahan … jangan sampai kamu malu-maluin keluarga Mas Farhan kalau sampe ngereog di sini. 

Kuhembuskan napas lalu membuangnya, hembuskan lagi, napas lagi. Oke, cukup! Kalau keterusan takut ada yang keluar lewat jalur belakang. Takut juga nantinya aroma kandang sapi akan keluar. Kan tidak lucu kalau ada  gosip menantu barunya Bu Marini tukang ngereog sama tukang ngeluarin aroma kandang sapi. Iyuuuhhh. 

"Heh! Kok malah bengong! Lepas! Ayamnya mau aku bayar!" Si Ibu yang aku baru tau namanya Maemunah itu menyentak tanganku hingga terlepas dari kantong kresek yang berisikan satu kilo ayam mentah. 

Aku pun akhirnya melepaskan plastik ayam tersebut dan langsung saja ditarik oleh Bu Maemunah. 

"Nih! Kamu mah pantesnya masak ini saja!" Bu Maemunah menyodorkan sebungkus oncom sama leunca padaku. 

Hemm, bukannya aku tidak suka sama oncom sih. Tapi kan aku mau masak menu spesial buat suamiku. Asem bener nih orang tua satu. Kalau saja dia bukan orang tua pasti sudah aku jadikan dia karag lalu aku kasih makan ayam biar ayamnya gemuk-gemuk dan bisa aku sembeleh buat kusajikan jadi opor. Huh, pagi-pagi udah dibikin kesal begini. 

Sabar, Sofiya sabar. Kalau sabar nanti dikiss Mas Farhan, eh ….

Akhirnya aku mengalah, aku memutuskan mengambil bungkusan daging yang ada di depanku. 

"Mang, kalau ini berapa?"

"Oh, dagingnya sisa sekilo itu. Harganya 130 ribu."

"Yaudah Mang, aku mau yang ini saja. Sama wortel juga kentangnya sekilo yah."

"Eh gak bisa juga! Daging itu juga mau aku beli!" Tiba-tiba Bu Maemunah kembali merebut sekantong daging sapi dari tanganku. 

Dasar tokek belang, beraninya dia cari gara-gara sama aku. Kesabaranku habis sudah. Aku pun merebut kembali plastik daging dari tangan Bu Maemunah. 

Srett. 

"Lho, kenapa diambil! Kembalikan! Itu mau aku beli! Orang miskin kayak kamu dan keluarga suamimu gak cocok makan yang begituan! Buruan kembalikan!"

"Heh! Kamu pikir kamu siapa! Seenaknya saja ngerebut belanjaanku! Ayam tadi aku diam ya tapi yang ini gak akan! Memangnya aku masak harus minta persetujuan darimu apa!"

"Halah, orang miskin kayak kalian gak akan mampu beli beginian! Sini kembaliin!"

"Gak akan! Ini sudah aku cup duluan! Siapa cepat dia dapat! Lagian perasaan nih daging nganggur dari tadi tapi Ibu diam aja. Kenapa pas saya yang ambil tiba-tiba Ibu bilang mau beli?"

"Ya karena aku sedang menyelamatkan Mang sayur aja."

"Menyelamatkan? Menyelamatkan apa maksudnya?"

"Ya menyelamatkan biar gak kamu hutangi! Kan kasian kalau kamu hutangi Mang sayurnya!"

"Lah … sok tau bener, emangnya situ manajemen keuanganku apa? Nih, Mang! Aku bayar! Sekalian sama kentang juga wortelnya! Tuh kembaliannya ambil saja!" Aku menyerahkan uang dua ratus ribu pada Mang sayur. Lantas, aku gegas meninggalkan sekumpulan ibu-ibu tersebut sembari mendengkus kesal. 

"Astaghfirullah … baru juga sehari diboyong Mas Farhan tinggal di sini tapi udah bikin naik darah. Kalau kayak begini terus bisa-bisa darah tinggi beneran nih aku, huft."

***

Tok

Tok

Tok

"Bu Marini! Bu!" 

"Duh, siapa sih bertamu siang-siang gini teriak-teriak." Aku menggerutu karena suara ketukan pintu itu sangat mengganggu aku yang sedang fokus membaca novel online dari author kesayanganku. 

"Bu, siapa sih yang ketuk pintu sampe segitunya? Kayak orang mau nagih hutang saja?"

"Ibu juga gak tau, Nak. Tapi dari suaranya sih itu kayak Bu Salamah."

"Mau ngapain dia?"

"Biasanya sih narikin duit kebersihan sama keamanan. Terus juga sumbangan."

"Sumbangan? Sumbangan buat apa?"

"Sumbangan rutin buat warga sini yang kurang mampu. Misalnya ada warga yang kesusahan atau terkena musibah ya nanti akan dibantu pake uang sumbangan itu."

Hemm, bagus sih sebenernya tapi kok ya cara datang dan nagihnya kayak orang mau nagih hutang saja.

"Oh ada ya yang begitu."

"Ya ada, nih nyatanya dia nagih. Ya sudah biar Ibu saja yang buka."

Ibu mertuaku pun berjalan menuju ke depan dan membukakan pintu rumah. Namun, karena aku yang penasaran seperti apa sosok Bu Salamah yang sudah berani mengganggu ketenangan seorang Sofia. 

"Heh Bu Marini! Buruan bayar ini, kamu sudah nunggak empat bulan tau gak! Jangan sumbangannya aja mau giliran bayar susah!" Tiba-tiba saja telingaku mendengar suara Bu Salamah memarahi Ibu. Aku tidak terima jika Ibu mertuaku diperlakukan seperti itu. 

"Eh kenapa ini? Kok marah-marah sama Ibu mertua saya?"

"Oh ini menantumu yang gak punya adab itu ya. Nih Ibu mertua kamu udah nunggak bayar uang keamanan, kebersihan, sama sumbangan rutin!"

"Apa maksudnya saya gak punya adab?"

"Ya kamu udah ngerebut belanjaan Bu Maemunah! Pake segala ngatain dan hina dia. Dasar orang baru saja belagu!"

Huft, sabar, Sofia sabar. Ada Ibu mertua jadi jangan bikin pertunjukan di sini. 

"Memangnya Ibu mertua saya kurang berapa?" Kuabaikan ucapan dia perihal fitnah Bu Maemunah. 

"Nih nunggak empat bulan. Uang keamanan tiga puluh ribu sebulan, uang kebersihan dua puluh ribu sebulan, sama uang sumbangan rutin minimal tiga puluh ribu sebulan. Jadi total 320 ribu kurangnya. Kenapa? Kamu mau bayarin?"

"Kalau iya memang kenapa?"

"Halah, benar kata Bu Maemunah. Selain gak punya adab ternyata kamu juga sombong. Istri tukang parkir aja belagunya bukan main." 

Tak kuhiraukan ucapan menyakitkan dari Bu Salamah. Aku pun bergegas masuk lagi ke dalam kamar dan mengambil dompet. Aku pun kembali lagi sembari membawa dompet tersebut. 

"Nih 320 ribu buat tunggakan Ibu mertuaku dan ini 480 ribu buat enam bulan kedepan untuk uang keamanan, kebersihan, sama sumbangan rutin. Nih aku tambah lagi 200 ribu buat nambahin uang sumbangan rutinnya. Jadi, genep satu juta Ibu mertua aku bayar sama Bu Salamah."

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Elly Utarie Yuniar
lumayan sih, hampir sama dengan sebuah novel lain, tentang menantu kaya dan mertua sederhana juga. masih banyak kesalahan mengetik di sana sini. semoga lebih cepat up load lanjutan nya. Semangat ya Thor...
2024-07-11 08:42:44
0
41 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status